Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merespons keluhan pembayar pajak terkait Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax). Bendahara negara mengatakan tak mudah membangun sistem dengan lebih dari 8 miliar transaksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sri Mulyani mengatakan sistem digital Coretax adalah bentuk investasi pemerintah untuk meningkatkan penerimaan khususnya dari sisi perpajakan. “Saya tahu beberapa dari Anda masih mengeluh tentang Coretax, kami akan terus meningkatkannya. Membangun sistem serumit Coretax dengan lebih dari 8 miliar transaksi tidaklah mudah,” ucapnya di forum investasi yang digelar Bank Mandiri, Hotel Fairmont Jakarta Selasa, 11 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menyadari hal itu bukan menjadi pembenaran dan berjanji akan terus melakukan perbaikan dan peningkatan sistem canggih tersebut. “Kami akan terus meningkatkannya. Agar Indonesia memiliki sistem pemungutan pajak yang tidak hanya digital, tapi juga lebih dapat diandalkan dalam pencatatannya dan juga menyediakan fasilitas bagi pembayar pajak untuk mematuhi hukum.”
Dalam pidatonya di hadapan investor, Sri Mulyani mengatakan Indonesia masih dianggap sebagai negara dengan rasio pajak atau tax ratio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) paling rendah. Sehingga masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Rasio pajak pada 2020 dipatok di level 12,23 persen terhadap PDB. Sebelumnya Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan implementasi Coretax diproyeksi meningkatkan tax ratio Indonesia 2 persen poin. Selain itu dapat membuka peluang mengoptimalkan potensi pajak hingga Rp1.500 triliun dalam lima tahun ke depan.
Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan Coretax memberi dampak positif pajak terhadap penerimaan negara. Salah satunya dari perbaikan sisi pengawasan wajib pajak. “Akan tetapi, kalau diproyeksikan akan meningkatkan penerimaan tax ratio sebesar 2 persen dalam satu tahun, khususnya tahun 2025 ini, jelas terlalu optimis bahkan boleh dibilang tidak realistis,” ucapnya.
Selain itu, Fajry mengatakan implementasi Coretax mengganggu operasional perusahaan terutama dari sisi keuangan terutama perusahaan Fast Moving Consumer Goods (FMCG) yang perlu banyak menerbitkan faktur. Banyak proses penjualan terganggu imbas perusahaan yang kesulitan menerbitkan faktur lewat Coretax.
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat telah sepakat penerapan Coretax dilakukan paralel dengan sistem perpajakan lama. Skenario tersebut meliputi fitur layanan yang selama ini sudah dijalankan secara paralel, seperti pelaporan SPT Tahunan sebelum tahun pajak 2025 dengan menggunakan e-Filing melalui laman Pajak.go.id, dan penggunaan aplikasi e-Faktur Desktop bagi wajib pajak pengusaha kena pajak atau PKP tertentu sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.