Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dari Abu Dhabi dengan Bill Gates

Bos Microsoft Corp bersama pengusaha Tahir meneken kerja sama proyek pencegahan penyakit menular senilai US$ 200 juta.

5 Mei 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LOGAT Surabayanya masih kental. Kadang diselingi humor dan tawa cekikikan: ia suka menonton Srimulat. Belajar di sekolah berbahasa Mandarin di Kota Pahlawan, Tahir, 61 tahun, terlahir dari orang tua yang menyewakan becak, sampai akhirnya menjadi konglomerat. "Papa yang merakit becaknya, lalu Mama mengecatnya sendiri sebelum disewakan," katanya. Ia menjadi pusat perhatian di lobi premium Hotel Atlantis, Dubai, Uni Emirat Arab, tempatnya menginap.

Leluconnya sementara diskors ketika ia tiba di Hotel Etihad Jumeira, Abu Dhabi, satu setengah jam iring-iringan perjalanan darat menumpang Rolls-Royce Ghost hitam dari Dubai. Pendiri dan pemilik Grup Mayapada itu tampil necis: berjas hitam, dengan dasi dan sapu tangan hijau berkilau. Rabu pagi dua pekan lalu, tak sempat sarapan di hotel, dia hendak bertemu dengan orang terkaya kedua sedunia menurut majalah Forbes: William Henry Gates III, alias Bill Gates, pendiri dan pemilik Microsoft Corp. Kekayaan terakhirnya US$ 67 miliar—dijuluki media sebagai centibillionaire.

Sejak 2000, Gates mengundurkan diri dari jabatan tertinggi di Microsoft dan aktif sebagai filantropis bersama istrinya, Melinda. Melalui Bill&Melinda Gates Foundation, dia menyumbangkan US$ 5 miliar hartanya untuk kesehatan dunia, didukung karibnya, miliuner Warren Buffett.

Bisnis Tahir berkembang di pelbagai sektor. Ia pemilik lisensi Forbes Indonesia, televisi prabayar, rumah sakit, semua tenant duty free, mal Bali Galleria, dan properti lainnya, termasuk Hotel Regent di Bali yang hanya menawarkan kamar suite—dibuka pada awal Juni tahun ini. Menantu taipan Grup Lippo, Mochtar Riady, ini diperkirakan punya harta senilai US$ 1,3 miliar, termasuk di antara 40 orang terkaya Indonesia. "Saya hanya mau menjadi inisiator filantropis ini yang seharusnya juga disambut orang-orang kaya di Indonesia," katanya kepada Tempo.

Gates, 57 tahun, menjadi figur sentral dalam Global Vaccine Summit di ibu kota negeri yang kerap disebut "Eropanya Timur Tengah" ini. Setelah menunggu hampir satu jam, diselingi sarapan roti dan jus jeruk, Tahir diminta bersiap-siap mendapat giliran bertemu muka, yang dibatasi hanya 15 menit. Gates pagi itu menerima sejumlah tamu, termasuk mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair.

Gates memperkenalkan Tahir di depan floor sebagai donor baru yang penting dalam proyek "perang melawan polio". Keduanya lalu meneken nota kesepahaman pencegahan sejumlah penyakit menular, seperti polio, malaria, HIV/AIDS, dan tuberkulosis, serta program keluarga berencana. Disaksikan Duta Besar Salman al-Farisi, Bill&Melinda Gates Foundation dan The Tahir Foundation sepakat mendermakan masing-masing US$ 100 juta untuk proyek ini.

Sebanyak US$ 50 juta disiapkan untuk negara miskin yang masih didera endemi polio, yaitu Nigeria, Pakistan, dan Afganistan. Sedangkan US$ 150 juta akan ditebar di Indonesia selama lima tahun. Proyek ini merupakan kolaborasi pertama yayasan yang berbasis di Seattle, Washington, Amerika Serikat, itu dengan yayasan yang dipimpin pengusaha Indonesia. "Kerja sama ini sangat mengesankan bagi saya, dan bisa menjadi contoh gerakan filantropis di Indonesia dan Asia," kata Gates kepada Tempo.

Kolaborasi ini sejalan dengan gagasan Perencanaan Strategis Penanggulangan Polio di dunia, yang mendesain dunia bebas polio pada 2018. Para pemimpin dunia sudah mematok bujet proyek ini US$ 5,5 miliar. "Kerja sama dengan Tahir ini akan mendorong tercapainya ambisi besar saya menciptakan dunia bebas polio," ujar Gates, yang tampil dengan wajah letih, mengenakan jas gelap dengan kemeja merah muda. Kerja bareng ini akan dilanjutkan pertemuan tim Gates dengan tim Tahir, yang diwakili putra bungsunya, ahli waris kerajaan bisnis Mayapada, Jonathan, 26 tahun.

Tahir terlambat makan siang. Ia sibuk menerima wawancara media asing di hotel yang dindingnya banyak ditempeli ornamen fosil kayu dan berlantai bebatuan marmer dan kecubung kelas wahid itu. Ia hanya menyeruput sekaleng minuman soda, makan steak di restoran lantai teratas hotel yang dia keluhkan pelayanannya lelet itu, lalu berceloteh tentang tidur malam yang tak nyaman. "Jonathan, kayaknya malam berikutnya kita perlu ranjang ekstra, deh. Papa lihat tidurmu sama sekali enggak bergerak. Papa juga enggak gerak. Kesempitan kasurnya."

Wahyu Muryadi (Abu Dhabi)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus