Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GRUP kecil orang tua itu melakukan senam sembari duduk di kursi. Mereka berusia di atas 60 tahun dan antusias mengikuti gerakan instruktur. Satu jam kemudian, sebagian dari mereka bercengkerama di kafe. Ada juga yang memilih beraktivitas di ruang kreatif. Ini adalah aktivitas pagi para lanjut usia di Rukun Senior Living, Sentul, Jawa Barat. Gedung yang beroperasi sejak April 2012 ini menyediakan ruang aktivitas dan hunian bagi warga senior.
Rukun Senior Living bukan panti jompo biasa. Di sini para penghuni yang berusia lanjut itu hidup layaknya di hotel dengan layanan eksklusif. Ada fasilitas laundry, housekeeping, kolam renang, jakuzi, sauna, bioskop, sampai kolam pancing. Perawat juga siap sedia menemani dengan rasio 1 : 2. "Kalau mereka mau shopping atau ke tempat ibadah, ada fasilitas antar-jemput juga," kata Windasari, Eksekutif Sales dan Marketing Rukun Senior Living, Kamis pekan lalu.
Untuk tinggal di sini, seorang lansia harus membayar Rp 11-23 juta per bulan. Ongkos itu belum termasuk biaya dokter bila yang bersangkutan mendadak sakit. "Kami bekerja sama dengan Rumah Sakit Sentra Medika bila ada yang sakit atau kondisi darurat," ujar Winda.
Jarak panti jompo ini dengan rumah sakit hanya 10 menit. Sebelum masuk, calon warga senior juga diperiksa kesehatannya. "Hasilnya akan jadi rujukan kami dalam menyediakan makan, minum, olahraga, dan aktivitas lain," kata Winda. Pengoperasian panti jompo eksklusif ini, menurut dia, mendapat pelatihan, dan audit tahunan oleh One Eighty Company, operator fasilitas Senior Living di Amerika Serikat.
Bisnis panti jompo eksklusif kini mulai tumbuh di Indonesia. Selain Rukun, Jababeka Medical City membangun fasilitas serupa di Cikarang, Jawa Barat. Diberi nama Senior Living @ d'Kahyangan, fasilitas ini akan beroperasi pada 2014. "Sekarang sudah ada 60 orang yang berminat," ujar General Manager Jababeka Medical City Marlin Marpaung.
Menurut Marlin, mereka yang berusia di atas 60 tahun ke atas ini hanya perlu membayar Rp 1,2-2 miliar untuk menikmati fasilitas hunian, fasilitas kesehatan 24 jam, serta makan dan minum seumur hidup. Mereka yang tinggal akan dilayani oleh perawat dengan rasio 1 : 20, pekerja sosial 1 : 10, dan dokter 1 : 50.
Pembangunan fasilitas ini, kata Marlin, merupakan solusi bagi komunitas warga senior. Marlin merujuk pada data statistik di Indonesia yang menyebut adanya 3-4 juta lansia di Indonesia saat ini. Dari jumlah itu, 14 persen lansia dari golongan ekonomi bawah, 20 persen menengah, dan 66 persen kelas atas. "Panti jompo yang ada di Indonesia hanya mampu menampung mereka yang ada di golongan ekonomi bawah," ujarnya.
Jababeka menggandeng perusahaan Jepang, Longlife International Business Investment Co Ltd, anak usaha dari ÂLonglife Holding. "Pengoperasian dari Longlife, tapi pembangunan dilakukan Jababeka," kata Marlin. Nilai investasi fasilitas untuk 300 lansia ini tak sedikit, Rp 400 miliar, di atas lahan delapan hektare. Perusahaan juga menerima lansia warga negara asing dari Jepang, Korea, dan Taiwan.
Bisnis pengelolaan panti jompo inilah yang kini dibidik sejumlah investor. Pemerintah Malaysia sejak 2006 mendorong pertumbuhan bisnis ini dengan meluncurkan program Malaysia My Second Home sejak 2006. Warga negara asing mendapat kemudahan dalam memperoleh visa pensiun untuk sepuluh tahun. Mereka dapat menikmati iklim tropis yang baik untuk tubuh tua mereka, biaya hidup rendah, dan fasilitas kesehatan yang baik. Sedangkan negara memperoleh devisa dari pajak.
Peluang terbuka lebar pula di Indonesia meski belum digarap optimal. Sejumlah fasilitas untuk warga senior mulai dibangun. Selain di kawasan Jabodetabek, Japan Retirement Center akan dioperasikan di Desa Paso, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, pada 2014. Rumah kedua bagi pensiunan Jepang di atas lahan 108 hektare ini merupakan kerja sama antara North Sulawesi Tourism Board dan Asosiasi Pariwisata Kyotango, Kyoto, Jepang.
Warga negara asing yang menghabiskan masa pensiun di Bali juga tak sedikit. "Secara kasatmata itu kelihatan di Bali Timur. Biasanya WNA Jepang," kata Ketua Umum Realestat Indonesia Setyo Maharso. "Mereka tinggal lama di Bali, terutama bila negaranya sedang musim dingin," ujarnya.
Amandra Mustika Megarani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo