Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Dari beijing kok lebih lengkap?

Mayoritas penonton kecewa karena cuma bisa menyaksikan acara final piala thomas dan uber, bukan pertandingan lengkap. hak siarnya pada an-teve, tapi stasiun ini malah merugi. kenapa?

21 Mei 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERTANDINGAN Piala Thomas dan Uber kali ini tampak kurang berkesan. Padahal, peristiwa olahraga akbar itu berlangsung di Jakarta dan bintang-bintang bulu tangkis kita sedang bagus- bagusnya. Mestinya, ya, tak ada masalah. Lalu? Kekurangan justru terjadi di luar lapangan. Peliputan media elektronik terhadap dua event itu sungguh mengecewakan. Akibatnya, hanya sebagian kecil rakyat Indonesia yang bisa menyaksikan. "Aneh, waktu diselenggarakan di Cina, kita bisa nonton sejak perempat final. Sekarang, di Jakarta, malah kebagian finalnya saja," kata penggemar bulu tangkis di Karawang, Jawa Barat. Selidik punyak selidik, sebabnya ada pada AN-Teve. Stasiun televisi milik konglomerat Bakrie ini memiliki hak siar untuk kedua pertandingan akbar itu, tapi daya pancarnya tak memungkinkan acara tersebut dipantau di seluruh Indonesia. Akibatnya, sampai pekan kedua kompetisi Thomas dan Uber, liputannya terbatas sekali. Tepatnya, dari babak penyisihan sampai semifinal, hanya disiarkan oleh AN-Teve. Baru pada final, 21 Mei depan, TVRI ikut menyiarkan secara langsung. Wajarlah jika penggemar bulu tangkis merasa kecewa. Sebab, siaran AN-Teve, dengan stasiun transmisi di Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Lampung, baru bisa ditangkap di empat daerah itu. Itu pun tak beres, karena belum semua pemirsa di wilayah itu bisa menangkap AN-Teve dengan jelas. Di Tangerang, Bekasi, dan Bogor, siaran AN-Teve masih "dirubung banyak semut". Begitupun di Bandung. Bahkan di beberapa wilayah Jakarta sekalipun, kualitas gambar yang muncul tidak sebagus TVRI ataupun RCTI. Lantas, kenapa hak siar Piala Thomas dan Uber jatuh ke AN- Teve? "Ya, karena dia yang punya uang," komentar Abraham Isnam, Koordinator Olahraga Subdit Pemberitaan TVRI. Maksudnya, dibandingkan dengan TVRI, AN-Teve lebih "berani" merogoh kocek untuk memperoleh hak siar tersebut. Selain itu, kata Isnam, jatuhnya hak siar ini juga lantaran Aburizal Bakrie telah berjasa besar memindahkan tempat penyelenggaraan dari Beijing ke Jakarta. Tak heran bila AN-Teve "beruntung'. Hanya saja, keberuntungan itu terbatas pada penyiaran yang eksklusif saja. Dari sisi rupiah, AN-Teve justru merugi. Bagaimana tidak? Untuk memperoleh hak siar ini, Bakrie Investindo membayar US$ 1,5 juta ke IBF, atau US$ 500 ribu lebih mahal ketimbang yang dibayar TV Malaysia ketika menayangkan acara serupa dua tahun lalu. Ditambah biaya produksi, total pengeluaran sekitar Rp 5,5 miliar. Celakanya, karena tayangan AN-Teve terbatas, tak banyak pengusaha yang berminat memasang iklan. Untuk pertandingan Piala Thomas dan Uber, AN-Teve hanya berhasil menggaet Unilever, yang membayar Rp 3 miliar -- sebagai kompensasi untuk promosi Pepsodent dan Brisk. "Kami terpaksa merugi sekitar Rp 2,5 miliar," kata Agung Laksono, Dirut AN-Teve. Kerugian ini sebenarnya bisa dihindarkan bila saja Bakrie Investindo dan AN-Teve berhitung dengan cermat. Syahdan, ketika bernegosiasi, Unilever telah menyatakan sanggup membayar Rp 6 miliar. Syaratnya, acara itu harus disiarkan di sembilan provinsi. Namun, daya pancar AN-Teve tak sebesar itu. Maka, harga Unilever pun jatuh ke Rp 3 miliar. Ada memang usaha menawarkan ke RCTI. Tapi ini pun gagal karena, menurut Agung, RCTI mengajukan syarat yang cukup berat: hak siar hanya berada pada RCTI dan AN-Teve. Jadi, terpaksa ditolak. Masalahnya, acara perebutan Thomas dan Uber sudah menjadi milik rakyat Indonesia. Jika TVRI -- sebagai satu-satunya stasiun yang bisa ditangkap di seluruh pelosok Tanah Air -- tidak ikut menayangkan, "Secara psikologis akan menimbulkan persoalan nasional," kata Agung. Akhirnya, bagaikan buah simalakama. Di satu pihak, TVRI harus ikut menayangkan tapi tak punya uang. Dan jadi lebih runyam, karena televisi pemerintah ini tak boleh menayangkan iklan. Jadi, daya siarnya tak bisa dimanfaatkan oleh AN-Teve. Di pihak lain, RCTI, yang memiliki daya siar di 12 provinsi, bersikeras untuk "tidak menyertakan" TVRI. "Kalau TVRI juga menyiarkan final, kami rugi. Pemirsa tentu lebih suka TVRI yang tanpa iklan, ketimbang RCTI," kata Linda Wahyudi, Koordinator Olahraga RCTI. AN-Teve akhirnya memutuskan untuk memakai haknya sendiri, kendati harus merugi. Sedangkan untuk pertandingan final, ia membagi siaran ke TVRI secara gratis. "Mereka (maksudnya TVRI) tinggal menyambungkan kabel, tanpa bayar apa-apa," Agung memastikan. Gratis? Ternyata tidak juga. Menurut Abraham Isnam, ada tarif khusus berupa kewajiban TVRI untuk memasang logo AN-Teve sepanjang penyiaran. Juga di layar TVRI akan ada tulisan berjalan yang berbunyi: Siaran ini terselenggara berkat kerjasama dengan Bakrie Investindo, AN-Teve, IBF, PBSI, Pepsodent, dan Brisk. Selain itu, TVRI juga akan meminjamkan mobil van lengkap dengan kamera dan krunya untuk keperluan penyiaran ke luar negeri. Tidak jelas, berapa AN-Teve menjual hak siarnya ke stasiun-stasiun TV asing. Yang pasti, kata Isnam, ada tiga negara yang sudah minta siaran langsung pada saat final, yakni RTM Malaysia, CC-TV Cina, dan Star TV Hong Kong.Budi Kusumah, Bina Bektiati, dan Sri Pudyastuti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum