Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Dari soal bredel sampai saham

Pada pemilihan pengurus dewan pers 1990-1993, tercatat ada menteri harmoko dan soebrata. juga nurcho lish madjid menggantikan abdurrahman wahid. diharap- kan suasana keterbukaan dimasyarakat pers terwujud

1 Desember 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBELUM mengadakan kunjungan kenegaraan ke Jepang, RRC, dan Vietnam, 1 November lalu, Presiden Soeharto sempat menandatangani sebuah Keputusan Presiden tentang susunan pengurus Dewan Pers periode 1990-1993. Sabtu pekan lalu, Menteri Penerangan Harmoko -- setelah menghadap Kepala Negara -- mengumumkan 25 anggota Dewan Pers baru dan rencana pelantikannya Rabu pekan ini. Dewan Pers 1987-1990 memang telah habis masa tugasnya. Bahkan sudah lewat beberapa bulan. Dari anggota dewan yang baru, tercatat ada Menteri Harmoko dan Dirjen PPG Soebrata. Di samping itu, ada pula unsur-unsur yang mewakili PWI, Serikat Penerbit Suratkabar (SPS), pejabat, Serikat Grafika Pers (SGP), periklanan, dan masyarakat. Selesai pelantikan di Gedung Dewan Pers, mereka langsung bersidang untuk memilih enam orang untuk menjadi ketua pelaksana harian, komisi, dan panitia berikut perangkat organisasinya. Yang sudah pasti, Menteri Harmoko dan Dirjen Soebrata menjadi ketua dan sekretaris fungsionaris Dewan Pers. Sebagian anggota memang masih muka lama. Namun, tak sedikit wajah baru yang tampil. Antara lain Brigjen. Nurhadi Purwosaputro (Kapuspen ABRI), Brigjen. (Purn.) Soegeng Widjaja (Ketua PWI), Kolonel Ir. Handjojo Nitimihardjo (LKBN Antara), Brigjen. Soekarno (Jaksa Agung Muda Intelijen), Laksda. (Purn.) Emir Mangaweang (Sekjen Deppen), Brigjen. (Purn.) Hari Soegiman (Dirjen Sospol), Sekjen PWI Sofyan Lubis, Samsul Basri (Suara Karya), Yazid (PWI Sumatera Utara), dan Nurcholish Madjid. Yang tak tampak lagi dalam daftar anggota Dewan Pers adalah Ibrahim Sinek, Maryono (PWI Solo), B.M. Diah (Merdeka), Astrid Soesanto, dan Abdurrahman Wahid. Nampaknya, tiap anggota punya kelebihan sampai bisa ditunjuk menjadi anggota Dewan Pers. Misalnya Nurhadi, yang lebih dikenal sebagai Kapuspen ABRI. Namun, "dalam Dewan Pers, saya bukan sebagai Kapuspen. Saya sebagai anggota masyarakat. Artinya, saya wakil masyarakat," katanya kepada TEMPO. Begitu pula Nurcholish Madjid, yang semula agak cemas menerima keanggotaan itu. "Saya sama sekali tak memahami belantara pers," kata Nurcholish. Ia mengaku didatangi dan ditawari oleh utusan Departemen Penerangan tiga bulan lalu. Ia mewakili unsur masyarakat. "Terus terang, saya tak tahu mengapa saya yang dipilih. Mungkin untuk memberi masukan mengenai sisi-sisi liputan yang luput dari kode etik jurnalistik. Ya, seperti kasus Monitor itu," ujarnya lagi. Bahkan ada yang menduga kehadiran Cak Nur, panggilan Nurcholish, sebagai tokoh Islam benar-benar menggantikan kursi Abdurrahman Wahid, Ketua Umum PB NU. Bahkan ada yang menghubung-hubungkan sikap Cak Dur dalam kaitan dengan kasus Monitor. Abdurrahman menentang pembredelan, sementara Nurcholish sangat mendukung pemberangusan tabloid itu. Penggantian itu, menurut Menteri Harmoko, merupakan hal yang wajar-wajar saja. "Tak ada masalah. Prosedurnya itu diajukan oleh organisasi-organisasi pers seperti SPS, SGP, dan PWI. Toh orang-orang daerah juga ada yang diganti. Jadi, wajar saja," kata Menteri. Tentu, tak semua yang tak tampil lagi lantaran diberhentikan. Burhanuddin Muhammad (B.M.) Diah, misalnya. Karena merasa sudah tua, Pemimpin Umum Harian Merdeka itu memilih mengundurkan diri. "Saya sudah tua. Capek. Sudah 15 tahun saya berkecimpung di Dewan Pers. Sekarang, biarlah diteruskan yang muda-muda," katanya. Ketika pengurus Dewan Pers periode 1987-1990 dibentuk, sebenarnya dia sudah berniat mengundurkan diri. "Namun, waktu itu Presiden belum mengizinkan. Sekarang saya sudah diizinkan," ujar B.M. Diah lega. Orang lama yang masih awet adalah Jakob Oetama, Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Kompas. Ia sudah 21 tahun menjadi anggota Dewan Pers. Sementara itu, D.H. Assegaff (Pemimpin Redaksi Warta Ekonomi) sudah tiga kali mewakili PWI. Jakob Oetama periode lalu terpilih sebagai ketua pelaksana harian, yang bertugas antara lain memberikan pertimbangan SIUPP sebuah media dicabut atau tidak. Bahkan jauh-jauh hari dia sudah diramalkan bakal tetap meneruskan posisinya untuk periode 1990-1993. "Kecuali ada yang lebih kuat dari dia," ujar B.M. Diah. Tentu, yang penting bukanlah soal siapa saja yang menjadi anggota Dewan Pers. Yang lebih penting, kata Menteri Harmoko, adalah pemantapan dan pembinaan masyarakat pers sendiri. "Dewan Pers yang lalu sudah menggariskan prinsip-prinsipnya, dan itu tinggal dilanjutkan," katanya. Bidang pendidikan pers, cetak jarak jauh, dan saham karyawan yang sampai sekarang belum terwujud pun masih harus dimatangkan. Untuk tugas itu, kata Dirjen PPG Soebrata, Dewan Pers akan punya dua komisi. Yakni komisi idiil dan materiil. Pembinaan pers Pancasila menjadi urusan komisi idiil. Sedangkan soal saham 20% bagi karyawan pers dibicarakan oleh komisi materiil. "Mudah-mudahan dalam periode ini bisa selesai," kata Soebrata. Yang juga akan menjadi tugas komisi materiil adalah penyediaan kertas koran. Saat ini, katanya, oplah media cetak sudah mencapai 11,7 juta eksemplar, yang diterbitkan oleh 271 SIUPP di seluruh Indonesia. "Padahal, 3-4 tahun lalu baru mencapai sekitar 9 juta eksemplar. Dalam tiga tahun mendatang tentu lebih tinggi," katanya. Permintaan kertas koran rata-rata 14 ribu ton per bulan dan pabrik dalam negeri baru bisa menyediakan 12 ribu ton. "Untuk menutupi kekurangannya, sementara ini masyarakat pers boleh mengimpor. Namun, bulan September 1991, kita berharap bisa menutupnya sendiri." Yang tak kalah penting, kata B.M. Diah, Dewan Pers harus bisa membina agar suasana keterbukaan di masyarakat pers terwujud. Asal, katanya, secara bertanggung jawab. Priyono B. Sumbogo, Ardian Taufik Gesuri, dan Diah Purnomowati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus