Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dari Wartel Ke Seluruh Nusantara

Menparpostel menguji coba telepon umum kartu. Selain itu perumtel mengenalkan warung telekomunikasi, untuk komunikasi antarkota/negara. Lebih murah. Telepon Jakarta diperluas ke daerah sekitar.

26 November 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMASYARAKATAN sarana telepon kian hari kian gencar, sesuai dengan tuntutan zaman. Jumat pekan lalu di Jakarta, Menparpostel Soesilo Soedarman melakukan uji-coba telepon umum dengan kartu magnetik, dengan nama TUK (Telepon Umum Kartu). Untuk tahap pertama, TUK disebar di 15 tempat di Ibu Kota, dan masih akan dilihat bagaimana pemanfaatannya selama enam bulan. Dua bulan sebelum TUK, Perumtel memperkenalkan wartel, alias warung telekomunikasi, yang kini kabarnya mulai laris. Mungkin karena itu, pekan lalu Perumtel membuka wartel baru, di kantor pos Jalan Fatmawati, Jalan Pemuda, Jalan Ampera, dan Taman Fatahillah. Lima wartel yang semula dirintis bisa ditemukan di Departemen Dalam Negeri, Perhubungan, Kehutanan, Parpostel, dan Kantor Pusat TVRI. Dirut Perumtel Cacuk Sudariyanto mengatakan, wartel semacam ini akan dibangun di setiap kantor departemen. Di semua tempat itu, siapa pun bisa berkomunikasi antarkota maupun antarnegara. Kontak bisa dilakukan bukan hanya melalui telepon, tapi juga telegram dan facsimile. Sarana baru ini, percayalah, tidak menuntut biaya besar. Tarif pengiriman berita melalui facsimile, misalnya, di wartel cuma Rp1.000 per lembar. Itu berlaku untuk dalam negeri. Padahal, kalau melalui business centre, pasti lebih mahal. Sebut saja Hotel Hyatt Aryaduta. Di sini, facsimile dalam negeri dikenai tarif 10 dolar untuk lembar pertama, dan 7 dolar untuk lembar-lembar berikutnya. Jelas, 10 kali lebih mahal. Cacuk yakin, bisnis wartel akan mengalirkan laba yang lumayan bagi Perumtel, setidaknya dalam jangka panjang. Wartel di Departemen Perhubungan, misalnya, setiap hari sudah menghasilkan Rp50.000. Pelayanan telegram dan telepon interlokal merupakan pos-pos penghasilan terbesar. Menurut Nuh, seorang petugas di situ, pernah sehari saja ada 25 telegram yang dikirim. Sedangkan kamar bicara umum (KBU) untuk telepon interlokal pernah menghasilkan Rp42.000 dalam satu hari. Lebih laris lagi wartel di Departemen Kehutanan. Bulan November ini, dari tanggal 1-16, wartel itu mencatat penghasilan Rp 430.000 dari telegram dan Rp 350.000 dari interlokal. "Pengiriman facsimile barangkali belum populer. Dalam sehari paling banyak baru tiga permintaan." tutur Ernawati. Petugas Perumtel yang diposkan di situ. Berbagai perusahaan kayu lapis yang berkantor di Gedung Manggala Wana Bhakti juga memanfaatkan wartel di gedung Departermen Kehutanan itu. Perumtel akan membagi pendapatan dari wartel kepada koperasi yang ada di Departemen, Rp15 per pulsa. Cacuk juga menjanjikan pengoperasian wartel akan dialihkan kepada swasta atau koperasi. "Kami akan mendidik karyawan koperasi yang ada di departemen yang bersangkutan, agar bisa mengoperasikan wartel sendiri," katanya. Manajemen baru Perumtel tampaknya sangat kreatif dan mendapatkan dukungan Menparpostel Soesilo Soedarman. Selain pembukaan wartel baru pekan silam, wilayah telepon Jakarta juga diperluas ke Tangerang, Bekasi, Depok, dan Cibinong. Artinya, tadinya telepon dari Jakarta ke kota-kota pinggiran itu dihitung dengan tarif interlokal Rp225 per pulsa, kini dihitung dengan tarif lokal Rp75 per pulsa. Tapi, konsekuensinya, tarif pemasangan di kota-kota pinggiran itu menjadi sama dengan Jakarta. "Tadinya Rp175.000, kini menjadi Rp500.000," kata Direktur Operasi Perumtel, Poerwo. Perumtel juga merencanakan pelayanan pengaduan 24 jam sehari. Hal ini dimungkinkan karena adanya OPMC (outside plant maintenance centre), alias pusat pemeliharaan di luar stasiun, yang bisa melayani 100.000 sambungan telepon. Tapi sayang, pelayanan untuk sambungan belum bisa lebih cepat walaupun biayanya sudah lebih mahal. BK dan Linda Djalil

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus