Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Debat strategi, sampai enam bulan...

Ugm yogyakarta mengadakan seminar industri. menurut hartarto, ekspor industri manufaktur meningkat 5 kali lipat dalam 5 tahun terakhir. dr. mubyarto menganggap industrialisasi kurang tepat.

24 Oktober 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAYA percaya bahwa ekspor industri manufaktur kita akan mencapai 5 milyar dolar tahun ini," kata Menteri Perindustrian Hartarto di depan sebuah seminar industri, yang diselenggarakan oleh PAU (Pusat Antar-Universitas-Universitas) Studi Ekonomi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, minggu lalu. Pernyataan yang penuh semangat dan meyakinkan. Pernyataan Menteri Hartarto itu memang didukung data-data yang baru disiarkan Biro Pusat Statistik. Disebutkan di situ bahwa ekspor hasil industri manufaktur selama setengah tahun pertama ini menunjukkan perkembangan yang cepat. Sampai Juni kemarin, ekspor industri manufaktur mencapai 2,7 milyar dolar, naik 21% dalam nilai dan 10% dalam volume, dibanding periode yang sama tahun lalu. Dalam keadaan ekspor migas merosot, maka ekspor industri manufaktur yang meningkat lima kali lipat dalam lima tahun terakhir ini, tentunya, merupakan berita baik mengenai keadaan ekonomi Indonesia. Perubahan struktural dalam ekonomi, pelan tapi pasti, masih terus berlangsung. Dua tahun terakhir, industri manufaktur tumbuh 6%, dan untuk tahun ini, Hartarto memperkirakan, akan tumbuh 4% -- tingkat pertumbuhan yang masih di atas pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Sedangkan jumlah ekspornya praktis sudah menyamai jumlah ekspor migas sebuah diversifikasi yang memang sudah lama ditunggu. Devaluasi dan deregulasi diakui sangat berperan dalam pertumbuhan industri yang cepat itu. Tapi deregulasi-deregulasi berikutnya tidak akan dilanjutkan dengan cara yang drastis. "Deregulasi yang drastis banyak mengandung risiko. Kalau gagal, akan banyak makan korban," kata Hartarto. Menteri Hartarto, yang dalam seminar tersebut mengungkapkan strategi industri lewat audio-visual, juga mengakui bahwa pertumbuhan industri Indonesia yang cepat selama ini masih mengandung beberapa kelemahan. Disebut hal-hal yang selama ini merupakan kritik terhadap industrialisasi di Indonesia. Antara lain masih terbatasnya kemampuan sektor industri dalam menyerap tenaga kerja, keterkaitan antarindustri yang masih harus disempurnakan, dan soal pemasaran hasil industri kecil. Kritik yang paling tajam dalam seminar tersebut dilontarkan oleh Dr. Mubyarto. Kelemahan dalam industrialisasi di Indonesia, menurut ekonom senior Universitas Gadjah Mada yang baru menjadi anggota Badan Pekerja MPR ini, menunjukkan adanya strategi industrialisasi yang kurang tepat. "Belum saatnya kita melakukan strategi industrialisasi seperti yang kita lakukan selama ini, karena sektor pertanian belum berkembang dengan wajar," katanya. Mubyarto, dalam seminar nasional berjudul "Struktur Industri: Masa Lalu, Sekarang, dan Mendatang" itu, mengungkapkan bahwa sekalipun selama ini investasi untuk sektor pertanian cukup besar, banyak petani Indonesia yang masih tetap miskin. Dengan mengutip data-data hasil penelitian Sarwar Hobohm dan Chris Manning, dua ekonom Australia yang banyak melakukan penelitian di pedesaan Jawa, Mubyarto menyatakan bahwa daya beli kaum tani di Jawa -- diukur dari term of trade -- menurun terus: dari indeks 100 pada 1976 menjadi 71 pada 1985. Tingkat upah di pedesaan Indonesia hanya 35% dari tingkat upah rata-rata. Itu berarti lebih rendah dari upah rata-rata di negara miskin, seperti Bangladesh, yang mencapai 75% upah rata-rata nasional. Bagi Mubyarto, kenyataan-kenyataan itu merupakan "bukti-bukti empiris pembangunan yang kurang seimbang antara sektor industri dan pertanian, meskipun secara politis sektor pertanian telah diprioritaskan". Mubyarto menganggap bahwa besarnya investasi untuk sektor industri, yang kemudian berakhir dengan adanya kelebihan kapasitas serta penyesuaian ke arah orientasi ekspor, melibat biaya yang sangat mahal. Kenyataan ini, kata Mubyarto lagi, menunjukkan adanya "potensi daya beli dalam negeri yang besar yang disia-siakan". Keunggulan komparatif, yang selama ini sering dikemukakan sebagai salah satu strategi yang tepat buat industrialisasi di Indonesia, dianggap oleh para peserta seminar sebagai strategi yang perlu dilanjutkan, sekalipun mereka sadar bahwa penggunaan strategi ini mengandung risiko. Keunggulan komparatif adalah prinsip yang dikembangkan oleh ekonom aliran neoklasik pada abad ke-l9, yang melihat bahwa bila tiap negara hanya membuat barang sesuai dengan keterampilan dan keunggulan biayanya, maka perdagangan antara mereka akan menguntungkan semua pihak. Tapi, kata Darmin Nasution, "Penggunaan keungulan komparatif ada batasnya". Ekonom tamatan Sorbonne, Prancis, dan pengajar Fakultas Ekonomi UI ini memperingatkan bahwa perkembangan teknologi mengakibatkan siklus produk menjadi lebih pendek. "Dan kalau ini terjadi, keunggulan komparatif bisa berakhir," katanya. Ketidakmampuan sektor industri dalam menyerap tenaga kerja, belum berperannya dalam usaha pemerataan, belum adanya keterkaitan yang memuaskan antara industri besar dan kecil, merupakan kritik yang makin vokal kedengaran selama ini mengenai industrialisasi di Indonesia. Kritik dan keprihatinan yang timbul pasti tak akan terlewatkan begitu saja oleh MPR yang sebentar lagi bersidang untuk merumuskan GBHN yang baru. Apakah kritik-kritik ini akan mempengaruhi perumusan GBHN, dan akan menghasilkan perubahan dalam strategi industrialisasi di Indonesia, masih harus ditunggu enam bulan lagi. Winarno Zaim

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus