Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Di ambang kejatuhan si hitam

APBN 1988/1989 sebesar rp 28,9 trilyun disahkan DPR. Disusun dengan perkiraan harga minyak rata-rata sekitar US$ 16 per barel. FPP mengharapkan agar pemerintah memelihara kepercayaan masyarakat.

5 Maret 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARGA minyak Jumat pekan lalu mencapai titik guncang. Untuk pertama ka1i sejak November 1987, komoditi yang licin itu tergelincir sampai di bawah USS 15 per barel. Harga patokan minyak Inggris untuk penyerahan langsung, misalnya, sudah jatuh sampai US$ 14,65 per barel. Toh keguncangan harga ini belum sampai menggugah DPR untuk meminta peninjauan kembali Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Neg1ra (RAPBN) yang diusulkan pemerintah untuk tahun 1988-1989. RAPBN, yang disusun dengan perkiraan harga minyak rata-rata sekitar US$ 16 per barel itu, Sabtu pekan lalu ternyata bisa disahkan DPR, praktis tanpa mengubah harga patokan itu. Menteri Pertambangan dan Energi Subroto, sebagai salah satu anggota dari lima pejabat yang ditugasi OPEC untuk memantau perkembangan harga mlnyak, agaknya belum melihat kejatuhan harga pekan lalu itu sebagai satu titik kritis. Senin lalu ia mengatakan kepada kantor berita Reuters, kejatuhan harga di bawah US$ 15 per barel belum perlu mengharuskan pertemuan darurat OPEC. Senin lalu, ternyata, harga mmyak tertolong oleh berita dari kawasan Timur Tengah bahwa produksi minyak OPEC selama tiga minggu pertama Februari tidak lebih dari 17,5 juta barel per hari. Akibatnya, harga minyak kembali naik, kendati hanya sekitar sepuluh sampai lima belas sen dolar. Kendati harga minyak masih diliputi ketidakpastian, para wakil rakyat dari Fraksi PP mengharapkan, pemerintah akan tetap memelihara kepercayaan masyarakat dalam pelaksanaan APBN 1988-1989, yang besarnya sekitar Rp 28,9 trilyun itu. "Kalau pemerintah mengatakan tidak akan ada devaluasi, benar-benar tidak akan devaluasi. Begitu juga jika dikatakan tidak ada alasan untuk menaikkan harga BBM," kata Juru bicara F-PP. Sementara itu, Fraksi ABRI bicara soal pengelolaan perpajakan, yang diharapkan mendidik secara luwes, tetapi kalau perlu juga dilaksanakan tegas. Ada kekhawatiran sebagaimana dilontarkan seorang pembaca di TEMPO baru-baru ini, jangan-jangan utang yang diciptakan pemerintah akan menimbulkan risiko peningkatan penderitaan rakyat, seperti pernah dialami di zaman Sistem Tanam Paksa. M.W.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus