Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Utanglah Dikau, Kau Kujamin

Pemerintah akan menjamin utang dunia usaha. Siap-siap muncul Texmaco-Texmaco baru….

30 April 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERUSAHAAN Anda butuh pinjaman? Gampang. Bahkan, kalaupun Anda sedang terbelit kredit macet, Anda tetap bisa menjala pinjaman baru. Kini, semuanya mudah diatur.…

Itu bukan bunyi iklan, bukan pula jebakan para rentenir. Itu gambaran kebijakan baru pemerintah yang akan menjamin pinjaman dunia usaha. Syaratnya sangat mudah: asalkan kredit macet yang Anda tanggung sudah direstrukturisasi. Maksudnya, jaminan hanya akan diberikan jika utang macet Anda telah dibuat "lancar" alias disesuaikan dengan kemampuan keuangan perusahaan.

Menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia, Subarjo Joyosumarto, fasilitas istimewa ini mulai diberikan Juni mendatang. Saat itu, program rekapitalisasi (injeksi modal) bank diharapkan sudah kelar. "Dengan jaminan ini," katanya dalam jumpa pers Kamis dua pekan lalu, "risiko kredit jadi minimal."

Memang betul, fasilitas khusus seperti itu sebenarnya bukan 100 persen baru. Grup Texmaco sudah menjala perlakuan istimewa ini, akhir Maret lalu, meskipun pemerintah belum pernah menggelarnya secara resmi. Di saat perundingan utang macetnya belum kelar, kelompok usaha milik Marimutu Sinivasan itu menjala kredit US$ 96 juta dari BNI dengan jaminan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Nah, perlakuan spesial itu sekarang akan dimassalkan alias dibuka untuk umum. Bedanya, tak seperti Texmaco, mereka yang mengincar jaminan ini harus merestrukturisasi utangnya lebih dulu. Selain itu, tak seperti Texmaco yang sudah bisa menjalanya sejak Maret, para peminat yang lain harus menunggu sampai program rekapitalisasi perbankan kelar.

Tapi sudahlah. Setidaknya, kini ada niat bahwa fasilitas khusus untuk Texmaco itu bisa juga dinikmati yang lain. Bagus, kan? Bolehlah, meskipun taruhannya bukan tak besar.

Di masa sulit seperti ini, jurus penjaminan seperti itu tampaknya sulit dielakkan. Sektor riil masih koma. Menurut riset sejumlah perusahaan sekuritas, kapasitas produksi industri kita rata-rata cuma 70-80 persen. Untuk mendongkrak pemakaian kapasitas terpasang, tak ada cara selain menaikkan demand (permintaan). Dan hampir semua ekonom percaya, tingkat permintaan ini akan mudah didorong melalui penciptaan lapangan kerja.

Nah, lapangan kerja bisa saja diciptakan melalui investasi baru atau peningkatan produksi. Tapi, di zaman ketika kapasitas produksi masih berlebih seperti sekarang, investasi baru bukanlah jurus yang efisien. Produksi yang ada saja belum habis terserap pasar, mengapa harus pula menaikkan jumlah produksi? Karena itu, tak ada cara lain, pemakaian kapasitas produksi harus disetrum habis-habisan. Salah satu caranya adalah mencari sumber dana baru dari bank.

Celakanya, kendati sudah ramai-ramai diinjeksi, modal bank masih saja mepet. Menurut peraturan Bank Indonesia, tingkat kecukupan modal bank, yang diukur dari rasio antara modal dan aset tertimbang, alias capital adequacy ratio (CAR), dipatok minimal empat persen. Akhir tahun depan, batas bawah ini akan naik dua kali lipat menjadi delapan persen.

Padahal, menurut analis perbankan Mirza Adityaswara, CAR rata-rata bank di Indonesia cuma 6-7 persen. Bisa dibayangkan, dengan modal yang begitu cupet, perbankan mustahil menjadi sumber dana bagi sektor riil karena tak bisa leluasa memberikan kredit baru. Begitu kredit dicairkan, jumlah aset berisiko akan membengkak. Akibatnya, CAR bank akan merosot.

Selain itu, di tengah situasi perekonomian seperti sekarang, risiko kredit masih saja besar. Jika kredit baru itu kemudian bermasalah, modal bank akan makin menipis. Kredit yang bermasalah harus dibeking sejumlah dana provisi. Kredit yang cicilannya macet enam bulan (masuk kategori kredit yang diragukan), misalnya, membutuhkan dana pencadangan 50 persen dari nilai kredit. Dana provisi ini mau tak mau akan menggerus modal bank sehingga CAR bank merosot.

Untuk menerobos kebuntuan, pemerintah sedang mencari kemungkinan agar bank bisa memberikan kredit tanpa CAR-nya merosot. Caranya ya dengan melakukan penjaminan kredit itu tadi. Dengan jaminan ini, risiko kredit itu menjadi nol, setara dengan kredit yang diberikan bank kepada pemerintah.

Hanya, cara ini bukan tanpa problem. Jika kredit itu kelak macet, sebagai penjamin, pemerintah harus ikut menanggungnya. Selain itu, analis perbankan Lin Che Wei dari SocGen Global Equities khawatir jaminan kredit ini hanya akan mengalir ke perusahaan yang koneksinya kuat. "Siapa berani menjamin garansi itu murni keputusan bisnis dan bukan politis?" katanya.

M.Taufiqurohman, Leanika Tanjung, Andari K. Anom

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus