Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Di Batas Senja

8 September 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI Senayan, lonceng kematian seperti mulai berdentang-dentang buat stasiun televisi swasta. Jika tak ada aral melintang, Rancangan Undang-Undang Penyiaran, yang segera disahkan 23 September ini, bakal memenggal leher tiap TV swasta yang beroperasi secara nasional. Pedangnya telah dihunus dalam Pasal 20, yang menyatakan hanya lembaga penyiaran lokal yang boleh beroperasi. Satu-satunya stasiun TV nasional yang diizinkan hidup hanyalah milik negara, TVRI, yang akan dijelmakan menjadi televisi publik. Tak pelak, draf ini langsung menuai reaksi keras dari para pengelola TV partikelir. Pembatasan jangkauan siaran otomatis akan menggerogoti perolehan kue iklan mereka. ”Kami menolaknya,” kata Teguh Juwarno, Manajer Humas Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI). Dengan 51 stasiun relay di seantero negeri dan meraup porsi advertensi terbesar pada semester pertama tahun ini, senilai Rp 920 miliar, RCTI memang bakal dibuat paling menderita. Hampir dapat dipastikan, jika harus siaran lokal, pendapatan mereka bakal melorot drastis. Sama dengan yang sudah mapan, stasiun TV nasional yang baru pun lantang menyatakan protes. Ishadi S.K., Direktur Utama Trans TV, mendesak agar klausul itu dianulir karena ”akan mematikan televisi swasta”. Rencana itu memang benar-benar membuat nasib mereka di batas senja. Investasi ratusan miliar yang telanjur ditanamkan terancam melayang. Trans, misalnya, masih berutang Rp 300 miliar ke Bank Mandiri. Tapi wakil rakyat bergeming. Djoko Susilo, anggota tim perumus rancangan undang-undang itu, menegaskan bahwa klausul itu sudah final. Alasannya, penting untuk mendorong pengembangan televisi di daerah. Kalaupun ada yang menentang, kata bekas wartawan harian Jawa Pos ini dengan enteng, ”Itu karena menyangkut kepentingan bisnis mereka saja.” Ide ini didukung pengamat televisi Veven S.P. Wardhana. Jika benar-benar diterapkan, ia melihat bisnis TV dan rumah produksi malah akan makin marak. Konsep ini telah lama diadopsi negara-negara maju seperti Amerika, Australia, dan negara-negara Eropa. Negeri Belanda, yang cuma seluas Jakarta, bahkan memiliki sekitar 200 stasiun televisi. Prediksi Veven barangkali tak berlebihan. Belum lagi draf diketuk palu, jaringan TV lokal telah muncul berderet-deret. JTV di Surabaya, Bali TV, Riau TV, Lombok TV, Papua TV, Maluku Utara TV, dan Deli TV telah mengunjungi pemirsa di daerah. Puluhan lainnya segera menyusul? Sty., Rian S.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus