DI bulan puasa ini, bank swasta tampaknya harus mulai menahan
diri dalam menyedot rupiah dari masyarakat. Suatu aturan diet
agak ketat baru-baru ini telah dikeluarkan Pehimpunan Bank-bank
Nasional Swasta (Perbanas) untuk para anggotanya. Sekalipun
lapar dana, sejak pertengahan Juni itu mereka tak boleh lagi
sesukanya menyedot rupiah lewat deposito berjangka dengan
menawarkan bunga yang dianggap kelewat tinggi dan bersaing.
Diet baru resep Perbanas itu menetapkan bahwa tingkat bunga
deposito berjangka 1-3 bulan adalah 14-17% per tahun. Sedang
deposito 6 bulan, dan 12 bulan, masing-masing 16-18%, dan
17-20% per tahun. Dengan kebijaksanaan itulah, kata Fuady
Mourad, salah seorang anggota tim perumus bunga deposito itu,
Perbanas berusaha sebisa mungkin "mencegah terjadinya perang
bunga."
Isu akan adanya perang bunga mulai bertiup sejak lima bank
pemerintah terkemuka dibebaskan menaikkan suku bunga deposito
mereka untuk menyedot rupiah dari masyarakat per 1 Juni. Untung
saja kenaikan menyolok bunga deposito berjangka 12 bulan Bank
Rakyat Indonesia, misalnya, dari 9% jadi 18% per tahun tak
diikuti bank swasta kecil, yang merasa dipepet di tengah
persaingan itu. Jika itu sampai terjadi dikhawatirkan perolehan
mereka, yang berasal dari selisih bunga kredit dan bunga
deposito ditambah overhead (belanja pegawai), akan semakin
tipis.
Bank Harapan Sentosa, misalnya, yang menawarkan bunga 24% untuk
deposito setahun, dan menarik bunga kredit rata-rata 28%
setahun, hingga bulan terakhir tahun lalu mengaku "masih rugi".
Benyamin Rufus Bohang, direktur utama bank itu, merasa terpukul.
"Kami sampai setengah mati untuk memasarkannya," katanya.
Harapan Sentosa, yang mayoritas sahamnya dikuasai pengusaha
terkenal (agen Yamaha) Hendra Rahardja, merupakan hasil
penggabungan Bank Dagang Surabaya dan Bank Perdagangan
Indonesia, Medan. Dan punya kekayaan Rp 896 juta (1982).
Karena itulah Bohang menyambut keputusan Perbanas, yang mengatur
bunga deposito. "Itu bisa menolong bank kecil seperti Harapan
Sentosa," katanya. Persaingan, menurut Bohang, masih akan
terjadi "tapi tidak terang-terangan, dan hanya pemilik uang yang
tahu."
Isyarat semacam itu juga dikemukakan pihak Bank Dagang Nasional
Indonesia (BDNI), yang masih memberikan bunga deposito 15-18%,
dan memasang bunga kredit 21-27% per tahun. Ketentuan Perbanas
yang dikeluarkan tanpa sanksi itu, menurut Prijatna Atmadja,
direktur BDNI, tetap membuka peluang bagi bank kecil untuk
menawarkan bunga deposito tinggi melampaui pedoman tadi. "Asal
jangan diiklankan lewat koran, itu tidak mengganggu," ujar
Prijatna.
Bagi bank swasta terkemuka, dengan atau tanpa ketentuan Perbanas
itu, mencari dana bukanlah soal berat. Sejumlah bank swasta
besar, yang kelebihan dana rupiah, secara berangsur malahan
menurunkan tingkat bunga deposito mereka.
Sebaliknya buat bank pemerintah, menawarkan tingkat bunga
deposito menarik untuk menghimpun dana sebanyak-banyaknya memang
sangat dianjurkan, terutama sesudah bank sentral mencabut
pinjaman likuiditas murah. Usaha yang diam-diam dimulai dengan
menaikkan bunga deposito 6 bulan sejak April, ternyata belum
menunjukkan hasil baik. Hingga minggu kedua Mei, posisi jenis
deposito ini baru menjaring uang Rp 14,7 milyar. April lalu
jumlahnya Rp 11,2 milyar.
Kenyataan itu kurang menggembirakan pemerintah. Maka di depan
seluruh direktur bank pemerintah, yang hadir dalam acara
penggantian direksi Bank Indonesia dan Perum Percetakan Uang RI
pekan lalu, Menteri Keuangan Radius Prawiro berpidato cukup
pedas: "Dari pengamatan sementara, Saudara-saudara ternyata
banyak terpukau pada masalah kredit, bukan pada soal bagaimana
cara mengerahkan dana masyarakat."
Kritik Radius itu mungkin ada benarnya. Bank pemerintah
hari-hari ini memang sedang sibuk menetapkan suku bunga kredit
baru menyusul kenaikan bunga deposito. Besar kecilnya bunga
kredit ini jelas banyak ditentukan oleh tinggi rendahnya
pengeluaran untuk biaya rente deposito, rekening giro, dan
belanja pegawai. BunRa kredit rendah tentu saja bisa ditawarkan
oleh bank yang efisien dalam memasarkan dana dan pengeluarannya.
Dalam kondisi bank pemerintah seperti sekarang ini, Gubernur
Bank Indonesia Arifin Siregar memperkirakan mereka akan sanggup
memberikan kredit dengan bunga rata-rata di bawah 20% per uhun.
Hanya untuk kredit investasi sampai Rp 75 juta, yang masih
mendapat pinjaman likuiditas dari BI, mereka hanya boleh
menetapkan bunga kredit 12% per tahun. "Yang lain terserah pihak
bank bersangkutan bagaimana mereka menilai proyek," ujar Arifin
Sirear.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini