Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Direktur Utama PT Perkebunan Sumatera Utara (PT PSU) Gazali Arief, Direktur PT Kartika Berkah Bersama Febrian Morisdiak Bate’e dan mantan Ketua Primer Koperasi Kartika Karyawan dan Veteran Babinminvetcad Kodam 1 Bukit Barisan Letkol Infantri Purnawirawan Sahat Tua Bate’e, adalah terdakwa korupsi eradikasi lahan yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 52 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pidana Militer Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Pidmil Kejati Sumut) menuntut ketiga terdakwa perkara koneksitas tersebut, masing-masing dengan hukuman 222 bulan penjara, denda Rp 750 juta subsider enam bulan kurungan. Perbuatan para terdakwa dinilai memenuhi unsur Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana, sebagaimana dakwaan primair.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Terdakwa menyuruh, melakukan, turut serta secara berkelanjutan, tanpa hak dan melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara terkait eradikasi lahan kebun PT PSU," kata Gaul Manurung, salah satu tim jaksa kepada majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Medan yang diketuai M Yusafrihardi Girsang pada Senin, 20 Mei lalu.
"Tanah kerukan dijual ke pengembang jalan tol melalui para vendor. Hal yang memberatkan, perbuatan para terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan korupsi, tidak mengembalikan kerugian keuangan negara dan berbelit-belit memberikan keterangan,” sambung Gaul Manurung.
Selain tuntutan penjara dan denda, ketiga terdakwa juga dikenakan pidana tambahan membayar Uang Pengganti (UP) kerugian negara yang jumlahnya berbeda, sesuai dengan yang mereka dinikmati. Terdakwa Gazali Arief dan Sahat Tua Bate’e masing-masing Rp 43 miliar lebih. Dengan ketentuan, sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap, harta benda kedua terdakwa disita dan dilelang.
"Kalau tidak mencukupi, diganti pidana sembilan tahun penjara. Untuk terdakwa Febrian Morisdiak Batee, Uang Penggantinya Rp7.299.500.000 subsidair sembilan tahun penjara," kata Gaul Manurung.
Mendengar tuntutan jaksa, terdakwa Sahat Tua Bate’e mengatakan, banyak pejabat di Pemprov Sumut yang terlibat dalam perkara ini dan belum diusut. Menyikapinya, ketua majelis hakim meminta terdakwa menyampaikannya pembelaan pribadi pekan depan. Sedangkan penasihat hukum Febrian Morisdiak Bate’e menyinggung penyitaan yang dilakukan tim Kejati Sumut.
“Penyitaan wewenang penyidik, majelis tidak bisa mencampurinya. apalagi untuk pengembalian kerugian keuangan negara,” kata Yusafrihardi.
Berdasarkan dakwaan, kasus bermula pada Juli 2019 sampai Oktober 2020 di areal Hak Guna Usaha (HGU) PT PSU di Tanjung Kasau, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumut.
Terdakwa Gazali Arief berkenalan dengan Sahat Tua Bate’e saat yang memiliki quarry atau lahan galian pertambangan di Dusun Jambu dan Dusun Mangga Pelanggiran Laut Tador, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batubara. Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksinya diberikan kepada Primer Koperasi Kartika Karyawan dan Veteran Kodam 1 Bukit Barisan.
Keduanya lalu membuat kesepakatan untuk proyek pembersihan lahan bekas tumbangan pohon karet yang terkena penyakit (eradikasi) di lokasi PT PSU Unit Kebun Tanjung Kasau. Pada 11 Juli 2019, keduanya menandatangani Surat Perjanjian Kerja Nomor: 920 / Dir - RU / SKP / PT - PSU / 2019.
Untuk mengeruk tanah, Sahat Tua Bate’e mengajak Febrian Morisdiak Bate’e yang tak lain anak kandungnya untuk menyediakan dua unit alat berat. Keduanya pun menjual tanah kerukan kepada pengembang Jalan Tol Indrapura-Kisaran, Tebing-Indrapura dan Indrapura-Kuala Tanjung yaitu PT PP Presisi, PT Hutama Karya dan PT Waskita melalui vendor.
Untuk memenuhi syarat sebagai pemilik quarry, Sahat Tua Bate’e selaku ketua Primer Koperasi Kartika Karyawan dan Veteran Babinminvetcad Kodam 1/BB menggunakan IUP Nomor: 540/1755/DIS PM PPTSP/5/X.1.b/XII/2018 tanggal 11 Desember 2018 yang tidak sesuai dengan lokasi.
Total tanah yang dikeruk dari 2019 sampai 2020 sebanyak 2.980.092 meter kubik. Jika dikonversi menggunakan harga rata-rata tanah senilai Rp17.500 per meter kubik, kerugian PT PSU yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) berdasarkan audit akuntan publik mencapai Rp52 miliar lebih.