Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR, Bambang Purwanto mengharapkan adanya percepatan penyelesaian dugaan kasus denda akibat keterlambatan pengembalian peti kemas atau demurrage. Dugaan kerugian dalam kasus demurrage ini muncul lantaran impor beras terhambat oleh dokumen pengadaan impor yang tidak layak dan lengkap. Akibatnya, kasus yang melibatkan Bulog dan Bapanas ini menimbulkan biaya denda di beberapa wilayah kepabeanan tempat masuknya barang impor.
“Sebagai wakil rakyat harus tergerak untuk mendorong aparat penegak hukum melakukan penyelidikan terkait demurrage impor beras,” ujar Bambang, pada 27 Juli 2024, seperti diberitakan Antara.
Bambang menduga kasus demurrage tersebut muncul karena kemungkinan proses pengadaan impor beras yang salah dan tidak efisien sehingga berpotensi merugikan keuangan negara. Bambang meminta upaya dari pihak terkait untuk mengatasi kenaikan harga beras di beberapa daerah. Upaya ini dapat membuat harga-harga kebutuhan pangan kembali stabil.
Kasus Demurrage Bulog
Kasus demurrage mencuat usai Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi dilaporkan ke KPK. Mereka dilaporkan lantaran dugaan markup harga impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun. Dugaan ini memunculkan kerugian negara akibat demurrage impor beras senilai Rp294,5 miliar. Laporan untuk pimpinan Bapanas dan Bulog ini dilayangkan dari Studi Demokrasi Rakyat (SDR) pada 3 Juli 2024.
Direktur Eksekutif SDR, Hari Purwanto menyampaikan, jumlah beras yang diimpor sebanyak 2,2 juta ton dengan selisih harga mencapai Rp2,7 triliun.
“Harganya jauh di atas harga penawaran. Ini menunjukkan indikasi terjadinya praktik mark up,” lata Hari, pada 3 Juli 2024.
Lebih lanjut, Hari menguraikan, ada dugaan korupsi dari praktik mark up harga impor beras menurut kajian dan hasil investigasi SDR.
“Ada dugaan korupsi yang dilakukan oleh Bapanas dan Bulog. Karena menurut kajian kami dan hasil investigasi, ada dugaan mark up yang dilakukan oleh dua lembaga tersebut terkait masalah impor beras. Karena itu, kami coba memasukkan laporan pada hari ini dan ada dua hal indikasi korupsi,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi menyampaikan, dugaan mark up impor beras berkaitan dengan demurrage atau situasi keterlambatan bongkar muat. Menurut Bayu, demurrage menjadi hal yang tidak bisa dihindarkan sebagai risiko penanganan komoditas impor.
“Jadi, misalnya dijadwalkan lima hari, menjadi tujuh hari. Mungkin karena hujan, arus pelabuhan penuh, buruhnya tidak ada karena hari libur, dan sebagainya,” ujar Bayu, pada 4 Juli 2024.
Bayu menguraikan, dalam mitigasi risiko importasi, biaya demurrage sudah harus diperhitungkan dalam kegiatan ekspor-impor. Bayu dan pihaknya selalu berusaha menekan biaya demurrage. Sebab, biaya ini menjadi bagian konsekuensi logis dari ekspor-impor.
Bulog sudah membantah tuduhan terkait mark up harga tersebut yang dinyatakan sebagai kasus demurrage. Bulog mengutip media Vietnam CAFEF melalui Ketua Dewan Direksi dan Direktur Utama Tan Long Group (TLG), Truong Sy Ba menyatakan, sejak 2023 sampai sekarang perusahaannya tidak pernah memenangkan tender langsung dari Bulog. TLG pernah berencana menawarkan impor 100.000 ton beras. Namun, perusahaan itu menawar dengan harga US$15 per ton lebih tinggi sehingga Bá tidak ingin memenangkan tender.
RACHEL FARAHDIBA R | HAN REVANDA PUTRA | MICHELLE GABRIELA
Pilihan Editor: Bulog Kena Denda Rp350 Miliar Buntut 490 Ribu Ton Beras Impor Tertahan di Pelabuhan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini