Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Duet Bankir-Birokrat di Lapangan Banteng

Agus Martowardojo diamati Presiden sejak tiga pekan lalu. Anggito Abimanyu terusik harga dirinya dan memilih mundur.

24 Mei 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMILIK saham dan anggota direksi Bank Mandiri bersalam-salaman dalam suasana hangat, Senin siang pekan lalu, di auditorium Plaza Mandiri, Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Rapat umum pemegang saham bank terbesar Indonesia itu seakan menjadi pesta untuk merayakan terpilihnya kembali Agus Dermawan Wintarto Martowardojo sebagai orang nomor satu. Di tengah hujan ucapan selamat yang deras, bankir 54 tahun yang memimpin Bank Mandiri sejak lima tahun lalu itu sempat berujar, ”Saya bahagia mendapat kepercayaan dari pemegang saham.”

Konferensi pers segera disiapkan. Keputusan rapat dan agenda perseroan tahun ini perlu cepat diketahui khalayak ramai. Tiba-tiba, sesaat menjelang jumpa pers dimulai, Agus lenyap dari ruangan. ”Dia minta izin karena mendadak ada urusan,” kata sumber di bank pelat merah itu. Agus minta Wakil Direktur Riswinandi dan Pahala N. Mansyuri, direktur lainnya, memimpin acara. Ke mana Agus menghilang? Para wartawan saling bertanya.

Belakangan terkuak, Agus terburu-buru meninggalkan sesi konferensi pers karena Senin siang itu dia terbang ke Singapura. ”Ia dipanggil Presiden,” kata sejumlah sumber yang dekat dengan Istana. Di Negeri Singa itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pagi harinya baru tiba untuk melakukan kunjungan dua hari.

Di Hotel Shangri-La, hotel bintang lima di Orange Grove Road, Presiden Yudhoyono menerima Agus Martowardojo di salah satu suite room. Dalam pertemuan yang juga dihadiri Menteri Perekonomian Hatta Rajasa itu, Presiden Yudhoyono secara terbuka mengatakan agar Agus bersiap-siap menempati posisi Menteri Keuangan yang ditinggalkan Sri Mulyani—yang mulai 1 Juni menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia. Malam hari itu juga Agus kembali ke Indonesia, sementara rombongan Presiden bertolak ke Malaysia. Besok paginya ia masuk kantor seperti biasa. Hari itu ia memimpin rapat direksi.

Kabar pertemuan di Shangri-La itu terkunci rapat-rapat. Agus selalu menghindar ketika kalangan dekatnya bertanya. Hatta Rajasa, yang membenarkan kabar perjumpaan itu, menolak membeberkan isi pembicaraan.

Dari Singapura, esok harinya Presiden Yudhoyono melawat ke Malaysia. Ia bertemu dengan Perdana Menteri Datuk Seri Mohd. Najib Tun Abdul Razak. Dari negeri jiran ini, Presiden mengirim sinyal: figur pengganti Sri Mulyani tidak asing dengan dunia keuangan, sektor riil, dan cakap menangani masalah fiskal.

Kriteria itu banyak merujuk ke figur Agus. Kabar dipilihnya Agus menggantikan Sri Mulyani santer beredar di lingkungan kantor pusat Bank Mandiri mulai Rabu pagi. Kabar ini tersiar dari mulut ke mulut.

Sepulang dari Malaysia, Rabu siang, di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Presiden Yudhoyono berjanji mengumumkan Menteri Keuangan yang baru malam itu juga. Tanda-tanda Presiden Yudhoyono memilih Agus Martowardojo menguat setelah sekitar pukul tujuh malam alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini muncul di kediaman pribadi Presiden di Cikeas, Jawa Barat. Di tengah siraman hujan, Agus, yang mengenakan kemeja batik lengan panjang ungu, langsung masuk ke ruang tunggu di samping pendapa. Anny Ratnawati, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, datang menyusul tidak lama kemudian.

Satu jam setelah itu, Presiden Yudhoyono resmi mengumumkan bahwa Direktur Utama Bank Mandiri itu diangkat menjadi Menteri Keuangan. Anny Ratnawati, 48 tahun, doktor lulusan IPB, ditunjuk sebagai Wakil Menteri Keuangan.

Keduanya dilantik di Istana Negara pada Kamis sore pekan lalu. Prosesi itu dilanjutkan dengan serah-terima jabatan di Kementerian Keuangan. Sebelum pelantikan, Sri Mulyani mengatakan, Agus merupakan pilihan tepat. ”Beliau punya profesionalisme, kepemimpinan, serta integritas,” ujar Sri Mulyani yang berencana terbang ke Washington, DC, Amerika Serikat, Rabu pekan ini. Agus berjanji melanjutkan reformasi sektor perpajakan selama mengemban jabatan menteri.

l l l

BUKAN pertama kali ini Presiden Yudhoyono memilih Agus Martowardojo. Pada Februari dua tahun lalu, Presiden menjagokan bankir dengan jam terbang 26 tahun dan pernah bekerja di enam bank ini untuk mengisi posisi Gubernur Bank Indonesia. Namun namanya ditolak oleh Komisi Keuangan dan Perbankan ataupun Dewan Perwakilan Rakyat ketika menggelar sidang paripurna.

Agus kembali masuk bursa calon Menteri Badan Usaha Milik Negara ketika Yudhoyono membentuk Kabinet Indonesia Bersatu II pada Oktober tahun lalu. Presiden akhirnya memilih Mustafa Abubakar, bekas Kepala Badan Urusan Logistik. Nama Agus Martowardojo bergema lagi setelah rencana mundurnya Sri Mulyani terdengar sekitar tiga pekan lalu. ”Ia memang masuk daftar yang dilirik Presiden,” kata sumber yang dekat dengan lingkaran Istana.

Hingga tiga pekan lalu, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Armida Alisjahbana juga masuk daftar itu. Adapun Kepala Badan Kebijakan Fiskal Anggito Abimanyu dan Anny Ratnawati dari awal disiapkan untuk posisi Wakil Menteri Keuangan.

Komposisi yang dikehendaki Istana, bila menterinya perempuan, wakilnya laki-laki. Begitu juga sebaliknya. ”Pilihannya Agus-Anny atau Armida-Anggito,” kata sumber tadi. Hatta Rajasa, kata sumber ini, menjagokan pasangan Armida-Anggito. Ternyata Presiden Yudhoyono memilih pasangan yang tidak diusulkan Hatta Rajasa. Masih menurut sumber yang sama, pilihan Presiden sudah jelas mengarah ke Agus sejak dua pekan lalu. Armida Alisjahbana dipertahankan di posisinya sekarang.

Pertimbangannya, bankir yang pertama kali merintis karier di Bank of America pada 1984 itu dinilai berhasil memimpin Bank Mandiri. ”Ia berhasil mengembalikan citra Bank Mandiri yang tersuruk dalam belitan utang,” kata sumber Tempo.

Agus juga keras terhadap debitor nakal. Ketika menggantikan E.C.W. Neloe lima tahun lalu, rasio kredit macet bank pelat merah itu menembus 26 persen. Di bawah kepemimpinannya, timbunan piutang macet itu susut. Puncaknya, akhir Mei tahun lalu, kredit seret bank ini cuma 0,53 persen. Pencapaian ini tidak lepas dari kebijakannya empat tahun lalu, mengumumkan nama debitor kakap yang tidak kooperatif. Di antaranya Djajanti Group, Suba Indah, Great River, dan Raja Garuda Mas.

Di mata Presiden, keberhasilan Agus di Bank Mandiri itu tidak lepas dari perannya menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik. Ia juga dinilai sukses mengembalikan kepercayaan diri karyawan. Catatan inilah yang diyakini banyak orang bisa menjadi bekal Agus untuk melanjutkan reformasi di Kementerian Keuangan.

Bagi kubu Cikeas, figur Agus, yang bukan dari barisan partai politik, diyakini diterima oleh anggota koalisi pendukung pemerintah Yudhoyono. Agus juga diprediksi mudah diterima pasar dan kalangan pengusaha karena memahami seluk-beluk sektor riil. Presiden Yudhoyono juga butuh figur yang punya relasi dengan dunia internasional. Semua kriteria ini ada pada diri Agus karena ia terbiasa berhubungan dengan investor dari luar.

Meski begitu, Agus bukan tanpa catatan. Sumber lain di Sekretariat Wakil Presiden mengatakan Agus belum teruji dalam urusan pengelolaan anggaran. Persoalan anggaran erat kaitannya dengan pemerintah daerah dan politikus di Senayan. ”Itu akan menjadi tugas Wakil Menteri Keuangan,” ujar sumber yang sama.

Ia mengatakan Anny Ratnawati dipilih menjadi Wakil Menteri Keuangan karena dalam rapat-rapat anggaran belakangan ini dia justru lebih tegas ketimbang Anggito Abimanyu. Sosok Anny juga tidak asing buat Yudhoyono. Dialah yang menguji disertasi doktoral Yudhoyono dalam sidang senat di Institut Pertanian Bogor enam tahun lalu. Ia juga termasuk salah satu peneliti Brighten Institute, lembaga yang mendukung Yudhoyono dalam Pemilihan Umum 2004. Di lembaga itu Yudhoyono masih tercatat sebagai Ketua Dewan Penasihat.

Penentuan Wakil Menteri Keuangan bukan tanpa perdebatan. Sumber di Kementerian Koordinator Perekonomian mengatakan, dari awal hingga detik akhir Hatta mendukung Anggito. Tapi Wakil Presiden Boediono kurang sreg. Kedekatan Anggito dengan partai politik salah satu sebabnya. Sebab lainnya, Anggito tersangkut urusan tambahan dana Rp 2 triliun yang tadinya hendak dialokasikan dalam perubahan anggaran 2010. Dana itu diperuntukkan buat konstituen anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat (baca ”Menagih ’Janji’ Anggito”).

Anggito menegaskan, ia tak pernah berjanji mewujudkan permintaan Komisi Keuangan. ”Saya hanya menerima usulan,” katanya. ”Usulan itu diajukan untuk mendapat persetujuan Badan Anggaran melalui pos anggaran transfer daerah.”

Juru bicara Wakil Presiden, Yopie Hidayat, membantah Boediono tidak cocok dengan Anggito yang diusulkan juga oleh Hatta Rajasa. Menurut dia, pemilihan Menteri dan Wakil Menteri Keuangan lebih pada pertimbangan kemampuan teknis. ”Jangan terlalu dipolitisasi” katanya.

Hatta Rajasa menolak berkomentar tentang dukungannya untuk Armida dan Anggito. ”Wakil Presiden dan saya cuma menyampaikan masukan,” katanya. Kata Hatta, dari nama yang didiskusikan, Agus pun sudah masuk radarnya.

Yang menarik, satu hari setelah Agus dan Anny diumumkan Presiden, Anggito mengajukan surat pengunduran diri. Dalam suratnya, Anggito memberikan dua alasan. Pertama, ia telah sepuluh tahun mengabdi di Kementerian Keuangan. Kedua, ia ingin berkarier di Universitas Gadjah Mada. Niat pengunduran diri itu, kata dia, sudah ada sejak dulu.

Anggito membantah pengunduran diri itu karena kecewa tak terpilih sebagai Wakil Menteri Keuangan. ”Itu hak prerogatif Presiden,” katanya. ”Tapi, soal tidak ada pemberitahuan sebelum pengumuman di Cikeas, menurut saya, tidak tepat,” ujarnya.

Maklum, kabar Anggito bakal jadi Wakil Menteri Keuangan sudah beredar sejak awal Januari. Dirinya sudah meneken pakta integritas dan kinerja sosial. Dia urung dilantik karena kepangkatannya belum memenuhi persyaratan. Satu bulan kemudian, kepangkatannya naik menjadi eselon 1A. Tapi akhirnya ia tidak dilantik juga.

Sahabat Anggito di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada menyebutkan rencana pengunduran diri itu sudah disampaikan satu setengah bulan yang lalu. ”Karena ia tak kunjung mendapat kepastian soal menjadi Wakil Menteri Keuangan,” kata rekan Anggito itu.

Ternyata alasannya memang martabat dan kehormatan. Dengar pengakuan Anggito ini, ”Ini soal harga diri yang tidak bisa dikompromikan.”

Yandhrie Arvian, Fery Firmansyah, Agus Supriyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus