Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah mengatakan kelompok menengah bawah paling menanggung kenaikan harga beras. Apa sebabnya?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jadi saya menghitung perbandingan harga ya, 2 Januari 2023 sampai kemarin (20 September 2023)," kata Rusli dalam diskusi yang diunggah di laman YouTube Indef pada Kamis, 21 September 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rusli membandingkan harga beras di pasar tradisional, pasar modern, pedagang beras besar, dan di tingkat produsen. Adapun data tersebut diolah dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional Bank Indonesia atau PIHPS BI.
"Kenaikan harga beras di pasar tradisional lebih gede dibandingkan pasar modern. Ini harga beras rata-rata nasional," beber Rusli.
Dia menjelaskan, kenaikan harga beras di pasar tradisional adalah 12,65 persen, sedangkan di pasar modern sebesar 8,82 persen. Adapun kenaikan harga beras di pedagang besar adalah 12,77 persen dan di tingkat produsen 7,58 persen.
"Dari sini kita bisa melihat bahwa orang yang paling menanggung kenaikan harga itu adalah kelompok menengah bawah," tutur pengamat pangan ini.
Menurut Rusli, kelompok menengah bawah yang dulunya menikmati harga beras misalnya Rp 12.600 per kilogram, tiba-tiba dihadapkan dengan kenaikan sehingga menjadi Rp 14.000 di pasar tradisional.
Dengan begitu, alokasi pendapatan kelompok menengah bawah berubah. Rusli menilai, pendapatan yang harusnya untuk non-beras akan tergerus untuk mengkompensasi kenaikan beras.
"Beda dengan kelas menengah atas yang mereka biasanya belanja beras di pasar modern, yang menanggung kenaikan 8,82 persen," tutur dia.