Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Ekonom sekaligus Direktur Sumber Daya Manusia Universitas Indonesia Abdillah Ahsan menilai kenaikan tarif cukai rokok yang sebesar rata-rata 12 persen pada 2022 adalah kebijakan win-win solution.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ada empat win. Pertama, prevalensi perokok akan turun sehingga bagus untuk kesehatan dan perekonomian," ujar Abdillah dalam keterangan tertulis, Rabu, 15 Desember 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah membidik prevalensi merokok dewasa turun dari 33,2 persen menjadi 32,26 persen dengan kebijakan ini. Sementara itu, prevalensi merokok anak dibidik turun dari 8,97 persen menjadi 8,83 persen.
Selain itu, Abdillah mengatakan kebijakan itu juga akan meningkatkan penerimaan negara. Berdasarkan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2022, penerimaan cukai hasil tembakau diestimasikan sebesar Rp 193,53 triliun.
Win ketiga, kata dia, adalah penerimaan daerah akan meningkat dari pajak rokok dan dana bagi hasil cukai hasil tembakau. Abdillah mengatakan DBH CHT kisarannya 2 persen dari total penerimaan negara dari cukai.
"Jadi kalau penerimaan dari cukai meningkat, dana DBH CHT pun akan meningkat dan itu semua masuk ke kas daerah. Kemudian mengenai pajak rokok tarifnya 10 persen dari tarif cukai, maka kalau tarif cukai naik, penerimaan daerah dari pajak rokok akan meningkat," kata dia.
Win yang keempat, ujar Abdillah, adalah DBH CHT dan pajak rokok daerah bisa digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan petani tembakau. Berdasarkan paparan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya, DBH CHT saat ini akan lebih banyak persentasenya untuk kesejahteraan masyarakat yaitu sebesar 50 persen, kesehatan 25 persen, dan untuk penegakan hukum 25 persen.
“Yang 50 persen ini sebagian besar bisa digunakan untuk kesejahteraan petani dan buruh rokok. Ini sebagai mitigasi nanti pada saat konsumsi rokok turun, para buruh tani dan buruh kerja rokok akan dibantu dengan DBH CHT yang programnya sudah disiapkan oleh Kementerian Pertanian dan lain-lain,” kata Abdillah.
Sebelumnya, Sri Mulyani menetapkan tarif cukai hasil tembakau naik rata-rata 12 persen pada 2022. Besaran tarif itu telah disepakati bersama Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Namun, untuk kategori sigaret kretek tangan, kenaikan ditetapkan maksimum 4,5 persen. Kebijakan tersebut mempertimbangkan sejumlah kondisi, mulai dari pengendalian konsumsi rokok, ketenagakerjaan, penerimaan negara, hingga peredaran rokok ilegal.
Rinciannya, tarif CHT untuk golongan sigaret kretek mesin atau SKM I adalah 13,9 persen menjadi Rp 985, sedangkan SKM IIA dan SKM IIB naik masing-masing 12,1 persen dan 14,3 persen menjadi Rp 600.
Berikutnya, tarif untuk sigaret putih mesin I naik 13,9 persen menjadi Rp 1.065, serta SPM IIA dan SPM IIB naik masing-masing 12,4 persen dan 14,4 persen menjadi Rp 635.
Adapun untuk golongan sigaret kretek tangan atau SKT IA kenaikannya 3,5 persen menjadi Rp 440, SKT IB naik 4,5 persen menjadi Rp 345, SKT II naik 2,5 persen menjadi Rp 205, dan SKT III naik 4,5 persen menjadi Rp 115.