Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Ekonom Unsri Sebut PPN 12 Persen Melemahkan Daya Beli

Pengamat Ekonomi Universitas Sriwijaya (Unsri) mengatakan penerapan PPN 12 persen akan melemahkan daya beli masyarakat.

31 Desember 2024 | 15.05 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia menggelar demontrasi menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen di Istana Negara, Jakarta, 27 Desember 2024. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Palembang- Pengamat Ekonomi Universitas Sriwijaya (Unsri) Sukanto memprediksi, penerapan pajak pertambahan nilai 12 persen atau PPN 12 persen akan melemahkan daya beli masyarakat. Pemerintah berencana akan menaikkan PPN menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Sukanto kelompok yang paling terdampak adalah kalangan masyarakat menengah ke atas. "Kenaikan tarif PPN ini diprediksi akan semakin menggerus daya beli kelas menengah ke atas, yang berpotensi menyebabkan golongan ini turun kelas menjadi menengah bawah, bahkan rentan,” kata dia pada Selasa, 31 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sementara, berdasarkan data yang ada, jumlah konsumen golongan ini mengalami penurunan signifikan dalam lima tahun terakhir, dari 20,3 juta orang pada tahun 2018 menjadi 18,8 juta orang pada tahun 2023. Oleh karena itu, stimulus ekonomi seyogyanya tidak hanya fokus pada penurunan daya beli, tetapi juga perlu memperhatikan kalangan menengah dan pengusaha, terutama Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

"Agar dampak PPN 12 persen ini tidak terlalu dalam, terhadap perekonomian tahun 2025,” kata Sukanto.

Menelisik lebih dalam kata Sukanto, kenaikan PPN ini mengingatkan pada pengalaman tahun 2022, ketika PPN dinaikkan dari 10 persen menjadi 11 persen. Saat itu, konsumsi masyarakat terhadap barang dan jasa mengalami penurunan. Padahal, penurunan konsumsi secara agregat dapat menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

“Data menunjukkan kontribusi konsumsi terhadap PDB Indonesia sebesar 54 persen. Sementara itu, jika kita melihat data dari Sumatera Selatan, kontribusi konsumsi terhadap PDRB di provinsi ini mencapai 62,77 persen pada kuartal kedua 2024,” jelasnya.

Sukanto menilai, kenaikan PPN ini juga akan dirasakan langsung oleh perusahaan-perusahaan, terutama terkait dengan permintaan terhadap produk barang atau jasa. Nantinya, kondisi ini akan berimbas pada menurunnya keuntungan (profit), yang menyulitkan perusahaan untuk melakukan ekspansi.

“Dalam jangka pendek, respons yang dilakukan oleh perusahaan adalah efisiensi, dan tidak jarang dengan melakukan rasionalisasi pegawai (PHK). Dampak terhadap masyarakat dan pengusaha tersebut, secara makro, akan menggerus perekonomian di tahun depan,” kata Sukanto.

Sementara itu, menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumsel, Sumarjono Saragih mengungkapkan pajak memang menjadi kewajiban setiap warga negara. Namun, kata Sukanto, pajak juga harus lebih adil dengan tidak melemahkan daya saing dalam dunia usaha apalagi melemahkan daya beli masyarakat.

“Selain itu harus tepat waktu dan digunakan dengan efisien, tidak dikorupsi. Karena menaikan pajak adalah menambal APBN (fisikal). Tapi sayangnya penggunaan APBN oleh penyelenggara negara sangat tidak efisien,” kata dia.

Sehingga, Sumarjono menilai, sebelum adanya kebijakan kenaikan pajak, pemerintah harus terlebih dahulu membereskan apa yang selama harus dibenahi. "Jadi memang sebelum menaikan pajak itu harus dibereskan dulu yang bocor dan rusak dalam pengelolaan hasil pajak," kata dia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus