Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Eks Komisioner KPK Miris Lihat Bagian Pemda dari Tambang Nikel

Laode M. Syarif mengaku sedih melihat kecilnya pendapatan daerah dari tambang nikel di dua wilayah penghasil, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.

8 Desember 2020 | 15.33 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Laode M. Syarif. ANTARA/Benardy Ferdiansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan atau Kemitraan, Laode M. Syarif mengaku sedih melihat kecilnya pendapatan daerah dari tambang nikel di dua wilayah penghasil, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Informasi ini diterima Laode langsung dari gubernur kedua provinsi, tatkala Ia masih menjabat sebagai komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2015-2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Saya agak sedih lihat angka yang mereka berikan pada kami," kata Laode dalam acara Indonesia Business Links pada Selasa, 8 Desember 2020.

Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Laode dihadapan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Laode M. Syarif. Meski demikian, Laode tak merinci angka tersebut.

Sebelumnya, Bahlil sempat menyinggung soal proyek smelter nikel yang ada di Sulawesi. Ia bercerita bagaimana akhirnya investor dari Cina masuk ke wilayah itu lebih dulu ketimbang negara-negara lain, seperti Jepang.

Sebab, investor Cina dinilai yang paling berani untuk langsung berinvestasi. "Cina ini negara ngeri-ngeri sedap juga, aku jujur-jujur aja lah," kata Bahlil.

Tapi kemudian, Laode menyoroti beberapa hal lainnya di balik investasi pada nikel ini. Di Sulawesi Tenggara misalnya, Laode menyoroti eksportir nikel yang ternyata, hanya ada satu eksportir yang berasal dari Sulawesi Tenggara.

Itu pun kata dia, hanya eksportir kacang-kacangan. "Semuanya dikuasi orang lain," kata dia.

Sementara di Sulawesi Tengah, Laode menyinggung soal kejadian banjir yang sempat menerjang daerah Morowali pada 11 Juni 2019. Banjir terjadi di sekitar kawasan industri berbasis nikel, PT Indonesia Morowali Industrial Park.

"Ketika banjir di Morowali, yang menerima alamnya yang dirusak itu di sana," kata Laode. Oleh karena itu, Ia sangat berharap kepada Bahlil, agar investasi yang masuk ke Indonesia, benar-benar memiliki aturan lingkungan yang baik, di negara mereka maupun di Indonesia.

FAJAR PEBRIANTO

 

Fajar Pebrianto

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus