Mengikuti berita tentang Blok Coastal Plain Pekanbaru (CPP) seperti menyaksikan serial telenovela yang sudah ditayangkan hampir tiga tahun. Berbagai cara sudah ditempuh masyarakat Riau agar diizinkan ikut mengelola ladang minyak itu, antara lain dengan aksi mahasiswa seperti dilakukan Rabu pekan lalu. Karena kesal dengan janji pemerintah pusat yang tak kunjung memberikan hak untuk mengelola Blok CPP, mahasiswa Riau menyiarkan tuntutannya langsung lewat RRI. Mereka menuntut Presiden agar memenuhi janjinya untuk memberi masyarakat Riau 71 persen saham di CPP yang sekarang dikelola Caltex.
Di luar demo itu, anggota DPRD Riau juga menyatakan akan menyomasi Gubernur Riau Saleh Djasit karena berlarut-larutnya proses negosiasi dengan pemerintah pusat di Jakarta, yang sudah menghabiskan dana Rp 700 juta. Padahal, minggu lalu sudah santer terbetik berita, Riau akan mendapatkan sekitar 10 persen saham di CPP. Namun, DPRD rupanya ingin Riau menjadi operator. PT Petroleum Riau Makmur (PRM) milik Pemda Tingkat I Riau juga sudah disepakati untuk memanfaatkan ladang Pedada di Blok CPP setelah mereka menolak ladang minyak Lirik milik Stanvac di dekat perbatasan dengan Jambi.
Namun, kesepakatan itu mental begitu saja setelah Gubernur Djasit bertemu dengan Menteri Purnomo Yusgiantoro dua pekan lalu. Gubernur Djasit mengatakan tak tahu harus mengatakan apa di depan masyarakat Riau jika pulang cuma mengantongi 10 persen. "Saya tak tahu bagaimana reaksi masyarakat Riau nanti," katanya.
Nah, menurut beberapa sumber, Djasit lantas menemui Wakil Presiden Megawati. Kisruh ini rupanya membuat Caltex ekstrahati-hati dengan CPP. Menurut sumber Tempo di Pertamina, saat ini produksi CPP cuma 59 ribu barel per hari, turun dari sekitar 70 ribu barel sebelum isu penyertaan saham itu muncul. "Caltex sudah mereorganisasi manajemen di Blok CPP dan bisa mengalihkan semua stafnya ke blok lain jika keadaan memaksa," kata sumber itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini