Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

ESDM: Aktivitas Vulkanik Krakatau Mereda, Potensi Tsunami Susulan Kecil

ESDM menyatakan aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau mulai berkurang sejak Jumat, 28 Desember 2018. Potensi tsunami susulan kecil.

29 Desember 2018 | 11.06 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga berada disekitar pantai pasca tsunami di kawasan Sumur, Pandeglang, Banten, 26 Desember 2018. Pemprov Banten menetapkan tanggap darurat bencana akibat tsunami Selat Sunda hingga Rabu, 9 Januari 2019. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM menyatakan aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau mulai berkurang sejak Jumat, 28 Desember 2018. "Sehingga potensi terjadinya longsor besar yang memicu tsunami (susulan) sangat kecil," kata Sekretaris Badan Geologi, Antonius Ratdomopurbo dalam konferensi pers di Ruang Sarulla, Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Sabtu, 29 Desember 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, tsunami akibat longsoran erupsi Gunung Krakatau di Selat Sunda terjadi pada Jumat, 22 Desember 2018. Bencana ini berdampak pada pesisir barat Banten serta Lampung Selatan. Dalam rilis BNPB per tanggal 25 Desember pukul 13.00, jumlah korban meninggal bertambah menjadi 429 jiwa. Selain itu, 1.485 orang menjadi korban luka-luka, 154 masih hilang, dan 16.082 jiwa mengungsi.

Purbo menjelaskan ada berbagai alasan mengapa potensi bahaya semakin berkurang. Pertama, tidak terdengar lagi suara dentuman sejak Jumat siang. Perubahan pola rekaman dentuman ini bahkan sudah dicatat oleh seismograph sejak Kamis malam, pukul 23.00 WIB, 27 Desember 2018.

Kedua, sisi volume Gunung Anak Krakatau juga telah berkurang banyak sejak letusan pertama. Saat ini, tinggal tersisa seperempat volume saja atau sekitar 40 sampai 70 juta meter persegi. Sisanya, telah longsor dan menyebabkan tsunami ataupun turun ke dasar laut. Sehingga, kemungkinan hanya akan terjadi longsoran kecil yang tidak memicu tsunami hingga daratan.

Ketiga, letusan yang bersifat impulsif atau sesaat setelah meletus tidak tampak ada asap keluar dari kawah gunung. Purbo menjelaskan bahwa saat ini, letusan-letusan yang masih terjadi hanyalah tipe Surtesyen karena kawah Gunung Anak Krakatau saat ini berada di posisi yang dekat dengan permukaan laut. Walhasil, magma yang keluar langsung bersentuhan dengan air laut. Ini sebabnya, Purbo menyebut potensi tsunami kecil pada tipe letusan seperti ini.

Walau begitu, penurunan aktivitas vulkanik ini belum sepenuhnya menandakan kondisi sepenuhnya aman. Status bencana siaga 3 masih diterapkan sehingga tidak boleh ada siapapun yang masuk ke kawasan kompleks Gunung Anak Krakatau. Bagaimanapun, kata Purbo, aktivitas vulkanik bisa saja mendadak meningkat bergantung pada aktivitas lempeng sesar di Selat Sunda. "Gunung api itu fluktuatif, bisa naik mendadak bisa turun, tak bisa diprediksi."

Baca berita tentang Tsunami lainnya di Tempo.co.

Fajar Pebrianto

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus