Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengevaluasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa pada 2020. Ia menyoroti instrumen fiskal yang mampat ketika ditranfer ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
"Jadi instrumen fiskal yang seharusnya melakukan countercyclical kemudian mampet atau tidak berjalan waktu ditransfer ke APBD," ujar dia dalam Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional 2021, Selasa, 4 Mei 2021.
Pasalnya, kata dia, dana TKDD tersebut berhenti dan kemudian terjadi lag atau jeda setelah dikirim ke daerah. Dengan demikian, kekuatan untuk mendorong ekonomi, khususnya pada triwulan III dan IV tahun lalu, terlihat menurun karena pemerintah daerah tidak melakukan eksekusi secepat dan setepat yang diharapkan pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hingga Oktober 2020, ujar Sri Mulyani, penyaluran TKDD mencapai 91,4 persen atau Rp 697,9 triliun. Sementara itu, belanja daerah kala itu baru mencapai 53 persen.
Adapun dari sisi saldo kas, jumlahnya mencapai Rp 247,5 triliun, naik dibandingkan posisi Juni 2020 yang sebesar Rp 196,2 triliun.
Padahal, berdasarkan data yang dikantonginya, Sri Mulyani melihat ada sinyal bahwa belanja daerah cenderung mengandalkan transfer keuangan dan dana desa. Serta, Pendapatan Asli Daerah masih sangat kecil.
"Sedangkan transfer yang diberikan pemerintah pusat tidak secara kemudian cepat dieksekusi, sehingga menimbulkan lag atau jeda dari kebijakan fiskal yang seharusnya melakukan fungsi countercyclical dan stabilisasi," tutur dia.
Adapun dari kinerja fiskal dan output daerah, Sri Mulyani juga melihat rasio pajak dan retribusi daerah terhadap produk domestik regional bruto masih rendah dan potensinya belum tergali optimal. "Kami lihat ada daerah yang sangat tinggi dan ada daerah yang sangat rendah."
CAESAR AKBAR
Baca juga: Sri Mulyani: Sistem Keuangan Nasional Triwulan I 2021 Menunjukkan Pemulihan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini