Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Ekonom senior Faisal Basri mengkritik program transisi energi melalui kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) yang didorong pemerintah secara masif. Menurut dia, pada dasarnya bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan listrik tetap berasal dari batu bara olahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kendaraan listrik itu masih tetap butuh dicolok ke listriknya PLN. Jadi, tetap saja butuh batu bara. Ujungnya menguntungkan elit yang terlibat dalam industri motor listrik," kata Faisal saat menghadiri diskusi film Bloody Nickel di Taman Ismail Marzuki pada Sabtu, 4 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lebih lanjut, Faisal juga menyinggung soal pameran kendaraan listrik yang digelar oleh Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo) selama sepekan di Jakarta International Expo (JIEXPO) Kemayoran. "Itu kan digelar karena punya conflict of interest, promosi yang tidak proporsional, seolah-olah kendaraan itu solusi," ucapnya.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) itu menjelaskan, dorongan penggunaan kendaraan listrik oleh pemerintah memiliki keuntungan dan biaya yang harus dibayar. Dari segi keuntungan, Indonesia bakal memperoleh teknologi baru lewat peralihan kendaraan konvensional ke kendaraan listrik.
Namun, Faisal menyampaikan, pameran yang disokong pemerintah itu tak mengungkap dampak negatif mobil listrik yang memberikan dampak kerusakan lingkungan di belakangnya. Dia menyebut ada biaya lingkungan yang harus dibayar, terutama yang berhubungan dengan industri nikel. "Jangan sampai pengusaha untungnya gede tapi kerusakan lingkungan hidupnya rakyat yang nanggung. Negara harus hadir memastikan benefitnya untuk kemakmuran rakyat," tuturnya.
Sebelumnya, koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari sejumlah organisasi yang mendukung kelestarian lingkungan hidup menggelar nobar dan diskusi film Bloody Nickel di Taman Ismail Marzuki pada Sabtu sore, 4 Mei 2024. Diskusi itu menyoroti sederet problematika hilirisasi nikel yang dianggap hanya menguntungkan pebisnis namun merugikan masyarakat sekitar tambang.
"Pameran ini merupakan acara tandingan pameran kendaraan listrik yang digelar oleh Periklindo pada 30 April-5 Mei 2024 di Jakarta International JIExpo Kemayoran," kata panitia sekaligus jurnalis Mongabay Indonesia, Della Syahni, saat memimpin diskusi, Sabtu, 4 Mei 2024.
Diskusi film itu ditujukan untuk merespons program pemerintah yang masif mendorong kendaraan listrik (EV) beserta sisi gelap hilirisasi nikel. Acara itu digelar oleh Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Enter Nusantara, Satya Bumi, Trend Asia, YLBHI, Aksi Ekologi & Emansipasi Rakyat (AEER), KontraS, Auriga, dan Pasar Rakyat.
Selain diskusi, acara tersebut dimeriahkan dengan pameran foto, seni instalasi dan instalasi, dan pertunjukan musik. Berbagai komunitas dan kelompok mahasiswa juga turut menghadiri acara yang digelar pada 3-4 Mei tersebut.