Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Fakta AirNav hingga BMKG Soal Penerbangan Sriwijaya Air Sebelum Kecelakaan

Dirut AirNav Indonesia dan Kepala BMKG kemarin menjelaskan kondisi pesawat dan cuaca menit-menit sebelum Sriwijaya Air SJ 182 mengalami kecelakaan.

4 Februari 2021 | 10.31 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama AirNav Indonesia Pramintohadi Sukarno memaparkan posisi Sriwijaya Air SJ 182 menit-menit sebelum mengalami kecelakaan di perairan Kepulauan Seribu. Penjelasan itu ia sampaikan dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi V DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu, 3 Februari 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sriwijaya Air SJ 182, tutur Pramintohadi, terbang dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, 9 Januari 2021, pukul 14.36 WIB. Pesawat dengan 62 penumpang serta kru mengangkasa dengan tujuan akhir Pontianak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Semenit setelah lepas landas, Praminto mengatakan pesawat telah melewati ketinggian 1.700 kaki. Pilot kemudian diberi instruksi Air Traffic Controller atau ATC Bandara Soekarno-Hatta untuk menaikkan ketinggian di level 29 ribu kaki melalui frekuensi 79 Mhz mengikuti prosedur standar alur keberangkatan yang berlaku.

Satu menit kemudian, pada 14.38 WIB, pilot membawa pesawat melewati ketinggian 7.900 kaki. Pilot sempat meminta kepada ATC untuk mengarahkan armadanya ke posisi 075 derajat lantaran alasan cuaca. “ATC mengizinkan dan pesawat diinstruksikan naik ke 11 ribu kaki,” kata Parminto.

ATC, tutur Praminto, mengarahkan pesawat ke posisi 11 ribu kaki karena di jalur ketinggian yang sama, terdapat pesawat AirAsia. Pesawat AirAsia juga memiliki rute yang sama, yaitu Jakarta-Pontianak. Setelah memperoleh instruksi, pilot menjawab “clear”.

Tak berselang lama, pesawat telah berada di posisi ketinggian 10.600 kaki. Saat itu, ATC kembali mengirim perintah kepada pilot untuk menaikkan kembali pesawatnya ke ketinggian 13 ribu kaki. Pilot pun terpantau masih memberikan respons.

Hingga menit ketiga setelah lepas landas ini, ATC tidak menerima laporan bahwa pesawat mengalami masalah. Namun, pada menit empat penerbangan atau pukul 14.40 WIB, pada layar radar pemantauan pesawat terlihat berbelok ke kiri atau menuju arah yang berbeda dari instruksi ATC. “Pesawat seharusnya ke kanan di posisi 075 derajat,” kata Praminto.

Controller pun langsung melakukan konfirmasi terhadap SJ 182, namun pilot tidak memberikan respons. ATC, kata Praminto, sempat memanggil pilot sebanyak sebelas kali namun tidak ada tanggapan.

Upaya untuk mengontak pilot dibantu oleh maskapai lain, seperti Garuda Indonesia. “Itulah yang terjadi selama empat menit sebelum pesawat hilang kontak,” katanya.

Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 rute Jakarta-Pontianak hilang kontak dan dikonfirmasi mengalami kecelakaan empat menit setelah lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno Hatta. Tim SAR kemudian langsung menuju ke titik tempat jatuhnya pesawat. Dalam operasi SAR, tim gabungan menemukan 325 kantong potongan tubuh korban, 68 kantong serpihan kecil pesawat, dan 55 bagian badan pesawat.

Adapun Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati memaparkan kondisi cuaca sebelum Sriwijaya Air lepas landas. Ia mengatakan sempat terdapat awan CB alias cumulonimbus di langit Jakarta sebelum dan saat pesawat  take off. Awan CB merupakan awan tebal yang menjulang vertikal.

“Namun awan mulai meluruh seiring dengan berkurangnya intensitas hujan dan meningkatnya jarak pandang,” ujar Dwikorita.

Berdasarkan analisis Citra Satelit Himawari, suhu puncak awan berkisar -43 derajat Celcius hingga -48 derajat Celcius. Selain di Jakarta, awan Komulonimbus juga terlihat berada di jalur penerbangan yang membentang di sekitar Jawa bagian barat yang bergerak ke arah tenggara.

Meski demikian, Dwikorita memastikan area yang dilintasi pesawat berlogo Ri-Yu itu bukan wilayah awan signifikan. Pesawat juga tidak berada di area hujan serta bukan merupakan area turbulansi.

Temuan ini diukur dari sumber pelacakan posisi pesawat melalui FlightRadar24, yang menampilkan maskapai berada dalam posisi ukuran desibel atau dbz yang rendah. Ia pun memastikan pada ketinggian 11 ribu kaki atau posisi pesawat Sriwijaya Air berada tidak terdapat potensi icing. “Potensi icing tidak ada pada ketinggian permukaan sampai 11 ribu feet. Potensi icing berada di 16 ribu sampai 27 ribu feet,” ucapnya.

Francisca Christy Rosana

Francisca Christy Rosana

Lulus dari Universitas Gadjah Mada jurusan Sastra Indonesia pada 2014, Francisca mulai bergabung di Tempo pada 2015. Kini ia meliput untuk kanal ekonomi dan bisnis di Tempo.co.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus