Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pengunduran diri Adrian berkaitan dengan dugaan penyelewengan dana perusahaan.
Lender Investree menggugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
OJK melakukan pemeriksaan dan investigasi khusus untuk mendalami kasus dugaan penyelewengan di tubuh Investree.
JAKARTA - Masalah di tubuh platform penyelenggara fintech lending alias pinjaman online (pinjol) PT Investree Radhika Jaya kian pelik. Chief Executive Officer Investree Adrian Asharyanto Gunadi mengundurkan diri di tengah masalah gagal bayar dan tumpukan kredit macet perusahaan.
Di awal 2024, pemberi pinjaman atau lender Investree menyuarakan protes di media sosial tentang dana mereka tersangkut akibat gagal bayar atas pinjaman yang disalurkan Investree. Kala itu, rasio kredit macet atau tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) Investree lebih dari 12 persen.
Sumber Tempo menyebutkan pengunduran Adrian dari jabatannya berkaitan dengan dugaan penyelewengan terhadap dana perusahaan. "Diduga mengalihkan dana untuk kepentingan pribadinya," kata dia. Tak hanya itu, Adrian diduga menyelewengkan dana milik Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Di asosiasi ini, dia sempat menjabat ketua umum periode 2020-2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengakuan dugaan penyelewengan itu tertuang dalam surat pengunduran diri Adrian yang disampaikan kepada pemegang saham Investree. Sebelumnya dikabarkan sejumlah pemegang saham tak puas dengan kepemimpinan Adrian sehingga mereka menggelar rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 17 Januari lalu.
Dalam rapat itu, pemegang saham memutuskan menunjuk Chief of Sales Investree Salman Baharuddin sebagai pengganti Adrian. Pemilik saham Investree disebut berkomitmen menutup kerugian dengan menyuntikkan dana segar. Namun syaratnya Adrian harus mundur dan mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tempo mencoba meminta konfirmasi mengenai dugaan penyelewengan dana tersebut kepada Adrian. Namun nomor telepon seluler yang biasa digunakan Adrian tidak dapat dihubungi. Begitu juga dengan manajemen Investree yang hingga berita ini ditulis belum memberi tanggapan.
Adapun pada 5 Januari lalu, Adrian, dalam pernyataan tertulisnya kepada Tempo, menyampaikan operasional perusahaan masih berjalan lancar seperti biasa. Dia pun menjelaskan mengenai penyebab tumpukan kredit macet. “Masih terdapat existing borrower yang terkena dampak pandemi Covid-19 yang menyebabkan pembayaran pinjaman terlambat."
Pandemi mempengaruhi kemampuan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk menghasilkan penjualan, yang berakibat pada penurunan pemasukan serta kemampuan membayar pinjaman. “Sebagian pelaku usaha berhasil bangkit, sebagian lagi belum,” tuturnya. Beberapa jenis industri yang belum berhasil pulih adalah garmen dan tekstil, minyak dan gas, serta konstruksi.
Klarifikasi Induk Usaha Investree
Kantor Investree di Jakarta. Investree.id
Induk usaha Investree, Investree Singapore Pte Ltd, menyampaikan klarifikasi guna merespons isu yang tengah marak. Pertama, pemegang saham telah menyetujui pemberhentian Adrian Gunadi dari jabatannya sebagai CEO Investree pada Januari 2024.
“Pemegang saham mayoritas Investree telah menyetujui untuk memberhentikan Adrian A. Gunadi dari jabatannya selaku Direktur Utama Investree efektif sejak 31 Januari 2024,” demikian isi pengumuman perusahaan dalam laman resminya pada awal Februari lalu.
Selain itu, Investree menegaskan tidak pernah dan tak dibenarkan memberikan jaminan atas pinjaman dan/atau mengajukan pinjaman apa pun kepada individu, perusahaan, dan/atau mengelola dana dalam segala bentuknya.
Pemegang saham juga membantah pernyataan bahwa Investree memiliki anak usaha bernama PT Putra Radhika Investama dan PT Radhika Persada Utama, guna merespons dugaan adanya pengalihan dana milik Investree ke rekening pribadi Adrian dan perusahaan pribadinya. Adapun Adrian mengempit 50 persen kepemilikan saham Putra Radhika Investama dan menjabat komisaris.
“Investree tidak pernah melakukan hal tersebut (pengalihan) dan tidak akan pernah mendapat persetujuan direksi, sesuai dengan akta perusahaan,” tulis keterangan resmi perusahaan.
Investree merupakan anak usaha Investree Singapore Pte Ltd bersama Investree Philippines Inc (Investree Filipina), Investree Thailand Company Limited (Investree Thailand), PT Aiforsee Inovasi Skor, dan PT Sahabat Bisnis Investasi. “Investree tidak terafiliasi dengan perusahaan atau mempunyai anak usaha selain nama-nama perusahaan yang disebutkan di atas.”
Turut merespons informasi yang beredar, Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar mengaku belum mengetahui kebenaran dugaan penyelewengan dana dan masih menunggu klarifikasi serta penjelasan dari Investree. Entjik juga mengaku tak tahu-menahu tentang dugaan penggelapan uang milik AFPI.
Entjik pun mengatakan belum mendapatkan konfirmasi mengenai kabar hengkangnya Adrian Gunadi dari jabatannya sebagai orang nomor satu di Investree. “AFPI belum mendapat surat resmi dari Investree ataupun OJK tentang pengunduran Adrian Gunadi sebagai CEO Investree,” katanya.
Lender Investree Melayangkan Gugatan
Investree Conference (i-Con) di Jakarta, 2019. Investree.id
Di sisi lain, investor atau lender Investree semakin resah dengan perkembangan kasus mandeknya pengembalian dana investasi yang tak kunjung mendapatkan kejelasan. Akhirnya, sejumlah lender mengajukan gugatan atas tuduhan wanprestasi pengembalian dana investasi pada 4 Desember 2023.
Ada sembilan lender yang menggugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan kerugian materiil mencapai Rp 1,079 miliar. Kuasa hukum penggugat, Grace Bintang Hidayanti Sihotang, mengatakan Investree dituntut membayarkan seluruh utang, pokok, dan imbal hasil yang dijanjikan.
Gugatan itu telah menjalani tiga kali persidangan, dengan agenda pemanggilan kembali tergugat dalam sidang perdana pada 20 Desember 2023, lanjutan sidang pada 24 Januari 2024, dan terakhir pada 31 Januari 2024. Dalam sidang terakhir, pengadilan meminta kelengkapan legal standing dari penggugat.
Tak berhenti sampai di situ, Grace Bintang kembali mengajukan gugatan kepada Investree pada akhir Januari 2024. Kali ini ia mewakili 16 lender Investree dengan tuduhan serupa, yaitu wanprestasi investasi.
OJK Periksa Investree
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan pemeriksaan dan investigasi khusus untuk mendalami kasus dugaan penyelewengan di tubuh Investree. “Sedang kami periksa,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Agusman kepada Tempo.
Sebelumnya, OJK memang telah memasukkan Investree ke dalam pengawasan khusus akibat gagal bayar dan pembengkakan kredit macet. Tingkat wanprestasi kredit di atas 90 hari (TWP90) atau rasio kredit macet perusahaan per 4 Februari 2024 sebesar 16,44 persen, terus meningkat dari awal Januari 2024, yang sebesar 12,58 persen.
Regulator, kata Agusman, telah beberapa kali memanggil manajemen Investree, meminta mereka membuat langkah perbaikan, hingga meminta penagihan intensif atas portofolio yang sudah jatuh tempo. “Kami akan menindaklanjuti jika ada konteks yang tidak sesuai dengan ketentuan,” katanya.
Adapun Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengimbuhkan, lembaganya masih menelaah perihal adanya kemungkinan terjadi pelanggaran. Dia pun meminta nasabah Investree, baik lender maupun borrower, tidak panik karena perlindungan nasabah menjadi prioritas.
“Kami sedang melihat kerugian yang terjadi, apakah karena murni risiko bisnis atau ada pelanggaran.”
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan kesalahan tata kelola manajemen fintech berpotensi memperburuk kinerja pinjaman di tengah dinamika perekonomian saat ini. Salah satu kesalahan yang paling mendasar yang sering ditemukan adalah proses credit scoring atau penilaian kredit calon peminjam yang besar tidak valid atau tak mencerminkan kemampuan sesungguhnya.
"Belum lagi ada risiko penyelewengan dalam sistem credit scoring, terlebih jika dilakukan tanpa data pembanding," dia menuturkan.
Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Said Abdullah, mengungkapkan persoalan pengaturan diri sendiri atau self regulatory oleh AFPI menjadi biang kerok terbukanya celah pelanggaran. Menurut dia, AFPI seharusnya tidak diizinkan mengatur diri sendiri dengan alasan apa pun. “Terlebih industri ini beroperasi dengan mengumpulkan dana publik,” ujarnya. Dia turut menyoroti kapasitas pengawasan OJK terhadap industri fintech lending yang belum optimal sehingga masih saja kebobolan dengan berbagai skandal.
Pemilik Investree Siapkan Restrukturisasi
Pemegang saham mayoritas Investree, Investree Singapore Pte Ltd, menyampaikan telah memutuskan solusi terbaik untuk menyelesaikan karut-marut gagal bayar yang terjadi. Co-founder dan Direktur Investree Singapore Pte Ltd, Kok Chuan Lim, menuturkan perusahaan tersebut bertanggung jawab dan akan ikut serta dalam penyelesaian masalah yang terjadi dengan menjalankan restrukturisasi dan memberikan suntikan modal segar dari investor.
“Kami berharap dapat segera menyelesaikan rencana restrukturisasi dengan penyuntikan ekuitas baru dari investor,” ujarnya.
Investree sebelumnya mengklaim telah mendapatkan pendanaan seri D melalui pendirian joint venture atau perusahaan patungan di Doha, Qatar. Manajemen kala itu menyebutkan total pendanaan yang diperoleh Investree mencapai lebih dari 220 juta euro atau sekitar Rp 3,74 triliun (asumsi kurs rupiah 17 ribu per euro).
Putaran pendanaan itu dipimpin oleh JTA International Holding. Dalam keterangan resminya, perusahaan tersebut mengaku bakal memanfaatkan modal yang dikucurkan untuk memperluas produk dan layanan Investree serta meningkatkan kolaborasi dengan berbagai mitra untuk memberikan solusi digital bagi pelaku usaha kecil.
Namun kejelasan mengenai pendanaan tersebut hingga kini belum terang betul. Tempo mencoba meminta konfirmasi mengenai kepastian pencairan pendanaan itu dan peruntukannya, tapi hingga berita ini ditulis, manajemen Investree tak memberi tanggapan.
FERY FIRMANSYAH | GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo