Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

GAPMMI Berharap Pengelolaan Kakao-Kelapa oleh BPDPKS Bisa Genjot Hilirisasi

GAPMMI berharap pengelolaan kakao dan kelapa oleh BPDPKS mampu menjamin ketersediaan bahan baku dan mendorong penghiliran.

16 Juli 2024 | 21.26 WIB

Pekerja menjemur biji kakao yang sudah difermentasi di Koperasi Kakao Kerta Semaya Samaniya, Desa Nusasari, Jembrana, Bali, Jumat 26 Agustus 2022. Koperasi yang memproduksi biji-biji kakao dari hasil panen para petani lokal di Kabupaten Jembrana tersebut pada bulan Agustus hingga November 2022 mengekspor biji kakao ke negara Turki berjumlah 500 kg, Jepang berjumlah 2 ton, Prancis berjumlah 12,5 ton, dan Belanda berjumlah 15,5 ton. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
Perbesar
Pekerja menjemur biji kakao yang sudah difermentasi di Koperasi Kakao Kerta Semaya Samaniya, Desa Nusasari, Jembrana, Bali, Jumat 26 Agustus 2022. Koperasi yang memproduksi biji-biji kakao dari hasil panen para petani lokal di Kabupaten Jembrana tersebut pada bulan Agustus hingga November 2022 mengekspor biji kakao ke negara Turki berjumlah 500 kg, Jepang berjumlah 2 ton, Prancis berjumlah 12,5 ton, dan Belanda berjumlah 15,5 ton. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI) berharap pengaturan baru soal pengelolaan pungutan ekspor kakao dan kelapa oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dapat efektif sesuai dengan tujuannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Umum GAPMMI Adhi S. Lukman mengatakan, industri berharap pengaturan ini mampu menjamin ketersediaan bahan baku dan mendorong penghiliran atau hilirisasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“GAPMMI mengapresiasi Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang telah menginisiasi pembentukan kelembagaan kakao dan kelapa ini. Kami berharap, pengaturan ini bisa menjamin ketersediaan bahan baku serta mendorong hilirisasi sesuai program pemerintah," kata Adhi dalam keterangan resmi pada Selasa, 16 Juli 2024.

Adhi meyakini, pengelolaan dana pungutan ekspor kakao dan kelapa akan memperkuat sektor hulu. "Sehingga pertumbuhan sektor hulu bisa mendukung pesatnya pertumbuhan sektor hilir."

GAPMMI yang beranggotakan 475 anggota industri skala besar, menengah, hingga kecil meminta agar pengaturan baru tersebut dapat dibahas bersama. Adhi menekankan, program penghiliran perlu dikedepankan dan ketersediaan bahan baku bagi industri makanan-minuman perlu dijamin. "Serta tidak menimbulkan tambahan beban bagi industri,” kata dia.

Sebelumnya, Kemenperin menginisiasi kelembagaan kakao dan kelapa. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menuturkan, rapat tersebut menyepakati pengelolaan kakao dan kelapa dilimpahkan ke Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) melalui pembentukan dua kedeputian baru. Keduanya adalah Deputi Kakao dan Deputi Kelapa. 

Tiga tujuan utama pembentukannya adalah menjamin ketersediaan bahan baku industri, menjaga kelangsungan industri dan daya saing, serta meningkatkan nilai tambah. Presiden Joko Widodo atau Jokowi juga telah melaksanakan rapat terbatas mengenai ini di Jakarta pada Rabu, 10 Juli 2024.

Penghimpunan dana tetap dilakukan melalui skema pungutan ekspor yang dikelola langsung oleh BPDPKS. ”BPDPKS sudah mempunyai dana besar yang bisa dipakai untuk sektor kakao dan kelapa, sehingga bisa berjalan segera,” kata Agus Gumiwang dalam keterangan resmi pada Rabu.

Agus Gumiwang menjelaskan, Indonesia pernah menduduki peringkat ke-3 sebagai negara penghasil biji kakao hingga tahun 2015. Namun, kini Indonesia berada pada peringkat ke-7. Dari sisi industri, Indonesia sejauh ini menjadi salah satu produsen dan pengekspor ke-4 produk olahan kakao di dunia pada 2023.

Selama rentang 2015-2023, produksi kakao Indonesia menurun sebesar 8,3 persen per tahun. Impor pun meningkat dari 239.377 ton menjadi 276.683 ton. Menurut Agus Gumiwang, pertumbuhan industri pengolahan kakao belum dibarengi dengan ketersediaan bahan baku, sehingga sembilan dari 20 perusahaan berhenti beroperasi. "Industri pengolahan kakao saat ini harus mengimpor 62 persen bahan baku biji kakao," katanya.

Di samping itu, penghiliran kelapa masih terbatas karena pemanfaatan bahan baku yang belum optimal dan masih adanya ekspor kelapa bulat. Hal ini, kata Agus Gumiwang, mengakibatkan utilisasi industri pengolahan kelapa masih sekitar 55 persen. "Indonesia memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan global, sehingga masih terdapat ruang peningkatan hilirisasi kelapa yang sangat besar."

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus