Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA kali Faisal Basri mengirim pesan pendek ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, Kamis pekan terakhir Januari lalu. Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi ini menanyakan kapan pergantian manajemen Pertamina Energy Trading Limited (Petral) dan Integrated Supply Chain (ISC) dari tingkat pemimpin tertinggi hingga manajer dilakukan. "Saya geregetan, kok rekomendasi kami tak kunjung dilaksanakan," katanya kepada Tempo, Selasa pekan lalu.
Pesan langsung berbalas. Menurut Faisal, Menteri Sudirman saat itu berjanji menindaklanjuti rekomendasi yang dibuat timnya. Pada 30 Desember tahun lalu, tim bentukan Kementerian Energi ini mengeluarkan lima poin rekomendasi mengenai keberadaan Petral.
Janji itu akhirnya dipenuhi Sudirman. Tepat sehari setelah pesan pendek itu dikirimkan, direksi PT Pertamina mengangkat Toto Nugroho selaku Presiden Petral menggantikan Bambang Irianto. Toto sebelumnya menjadi Vice President ISC.
Menurut Faisal, proses pembersihan manajemen lama ini memakan waktu yang cukup lama. Dia menduga ada kesengajaan dari oknum di Pertamina yang tidak ingin melaksanakan rekomendasi Tim Reformasi mengenai perombakan manajemen Petral. "Kami ada indikasi itu," katanya.
Dia mengaku geram terhadap penolakan tersebut. Faisal sempat melontarkan ancaman mengundurkan diri jika manajemen Petral tak segera disegarkan. Menurut dia, percuma Tim bekerja selama satu setengah bulan untuk mengumpulkan segala temuan di lingkup Petral jika akhirnya rekomendasi tak diimplementasikan.
Seorang pejabat yang dekat dengan Kementerian Energi mengatakan lambatnya perombakan manajemen Petral karena ada intervensi dari seorang pengusaha yang selama ini malang-melintang di unit usaha Pertamina. Menurut dia, lobi itu dilakukan lewat seorang pejabat yang mengurus bidang sumber daya manusia di Pertamina. "Pejabat itu yang selalu menghadang pergantian direksi Petral," katanya.
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengaku tidak tahu soal itu. Menurut dia, proses pergantian direksi Petral sudah dimulai pada Desember tahun lalu. Hanya, keputusan itu memerlukan persetujuan dewan komisaris dan rapat umum pemegang saham anak perusahaan. "Informasi tentang dugaan adanya intervensi itu akan saya dalami," katanya.
Juru bicara Pertamina, Ali Mundakir, menyangkal adanya intervensi tersebut. Menurut dia, rotasi pekerja di Pertamina di level manajer, vice president, dan direksi anak perusahaan merupakan hal yang rutin. "Semuanya didasarkan pada kepentingan operasional perusahaan dan pembinaan pekerja itu sendiri," ujarnya. "Proses seleksi melalui uji kelayakan dan kepatutan."
KEKECEWAAN Faisal tak berhenti sampai di situ. Rekomendasi lain berupa pengalihan wewenang impor minyak mentah dan bahan bakar minyak oleh Petral ke ISC juga tak memuaskan. Menurut dia, kegiatan pembelian minyak nyata-nyatanya masih melalui Petral. "Karena trader bilang, 'It looks to me business as usual'," ujarnya.
Pada Desember tahun lalu, Tim Reformasi menemukan kecurangan Petral dalam pengadaan melalui perusahaan minyak pemerintah asing (national oil company/NOC). Dengan pola ini, rantai pengadaan minyak terkesan pendek. Kenyataannya, banyak NOC yang sebenarnya tak memiliki sumber minyak sendiri.
Kecurigaan muncul saat Maldives NOC Ltd berhasil menang tender pengadaan. Perusahaan ini jelas-jelas tak memiliki sumber minyak. Berdasarkan informasi yang diperoleh Faisal, Maldives NOC beberapa kali digunakan sebagai kedok untuk memenuhi ketentuan pengadaan minyak oleh Petral.
Faisal menyebutkan rekomendasi penting lainnya yang tidak ditindaklanjuti adalah mengenai penetapan formula harga bahan bakar minyak. Padahal, menurut dia, perhitungan itu diperlukan untuk mencari berapa harga jual BBM yang wajar kepada masyarakat. "Formulasi yang dipakai pemerintah masih belum begitu jelas," ujarnya.
Pada akhir Desember tahun lalu, Tim Reformasi mengeluarkan rekomendasi agar pemerintah membuat formula harga patokan BBM yang lebih sederhana. Alasannya, formula harga yang sekarang dijadikan dasar penghitungan tak transparan dan cenderung sulit dipahami masyarakat awam padahal erat kaitannya dengan besaran subsidi BBM.
Pemerintah selama ini menggunakan rumus harga patokan berdasarkan rata-rata harga indeks pasar BBM di Singapura (MOPS) pada periode satu bulan sebelumnya ditambah ongkos distribusi dan margin. Sayangnya, bursa Singapura tak menyediakan harga untuk jenis RON 88 atau Premium, yang selama ini dikonsumsi di dalam negeri, sehingga formula terpaksa menggunakan harga untuk jenis spesifikasi yang paling mendekati, yakni 98,42 persen dari MOPS 92.
Harga tersebut dianggap tak jelas dasar perhitungannya. Segera Tim merekomendasikan sebaiknya importasi RON 88 dihentikan dan digantikan RON 92 atau Pertamax, yang formulanya sudah tersedia di pasar. Proposal ini diikuti dengan usul memberikan subsidi tetap bagi produk Pertamax, misalnya Rp 500 per liter.
Sayangnya, dalam pengumuman penyesuaian harga BBM pada awal 2015, pemerintah tak mengubah dasar penghitungan. Pada saat itu, Premium ditetapkan Rp 7.600 per liter dan solar Rp 7.250 per liter. Kemudian turun menjadi Rp 6.600 untuk Premium dan Rp 6.400 untuk solar pada pekan ketiga Januari. "Rumus praktis tidak disentuh, cenderung semakin kabur. Ini terlalu berisiko dan tak ada kesungguhan," ujar Faisal.
Anggota Tim Reformasi, Agung Wicaksono, mengatakan penetapan formula harga BBM memang tak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Energi. Pembahasan rumus harga ini kenyataannya juga sampai di level Kementerian Koordinator Perekonomian, yang melibatkan banyak pemangku kepentingan. "Diputuskannya di level Menko Perekonomian," ujarnya.
Pada tataran inilah, menurut Agung, Tim Reformasi tak memiliki kuasa lagi. Sebab, Tim merupakan bentukan Kementerian Energi dan hanya bertanggung jawab kepada Menteri Sudirman. "Tapi mungkin Kementerian Koordinator Perekonomian sudah meminta penjelasan rekomendasi Tim dari Pak Sudirman Said," ujarnya.
Toh, pemerintah semestinya mengajak Tim Reformasi berdiskusi, terutama mengenai ketidakmampuan Pertamina menghapus Premium dalam waktu singkat. Menurut Agung, harus ada pembahasan lagi untuk mencari strategi lain jika rekomendasi tak bisa dijalankan.
Menteri Sudirman menampik sudah mengabaikan hasil kerja Tim Reformasi. Menurut dia, pemerintah justru telah menjalankan semua rekomendasi. "Fungsi Petral sudah berubah ke ISC. Cara perhitungan BBM juga lebih disederhanakan dengan rumusan yang bisa diperbandingkan," katanya Rabu dua pekan lalu. "Pertamina tidak bisa lagi bersembunyi."
Soal penghapusan RON 88, menurut Sudirman, telah melalui pembahasan yang memadai. Namun, sebelum pemerintah mengeluarkan kebijakan yang sahih, konsultasi dengan berbagai pihak, seperti Pertamina selaku pelaksana, tak bisa dikesampingkan. Hasilnya, Pertamina membutuhkan waktu maksimal dua tahun. "Saya tidak punya penafsiran kemunduran waktu itu berarti tidak memenuhi rekomendasi Tim."
Sudirman sepakat pertemuan dengan Tim Reformasi setelah penetapan harga baru BBM perlu digelar. Sayangnya, dalam dua pekan terakhir pemerintah masih disibukkan oleh rapat rutin dengan Dewan Perwakilan Rakyat untuk menggodok revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015. "Saya enggak merasa Faisal Basri ngambek. Ini hanya masalah waktu," ujarnya.
Ayu Prima Sandi
Rekomendasi Minus Realisasi
Dalam waktu satu setengah bulan masa tugasnya, Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi melahirkan dua rekomendasi besar. Keduanya adalah penyederhanaan formula harga BBM dan pengalihan fungsi pengadaan minyak. Toh, pelaksanaannya masih jauh dari sempurna.
Rekomendasi untuk BBM
Penyederhanaan Formula Harga BBM
Pelaksana: Pemerintah
Status: Sudah terlaksana. Namun Tim Reformasi menilai formula yang digunakan pemerintah tetap tak jelas.
Penghentian Impor Ron 88 atau Premium
Pelaksana: Pemerintah dan Pertamina
Status: Belum terlaksana
Pengalihan Produksi Kilang Domestik dari Ron 88 menjadi Ron 92
Pelaksana: Pertamina
Status: Belum terlaksana
Pengoperasian Kilang TPPI Tuban
Pelaksana: Pemerintah dan Pertamina
Status: Belum terlaksana
Rekomendasi untuk Petral
Pengalihan Tender dan Pengadaan Impor Minyak ke ISC
Pelaksana: Pertamina
Status: Belum terlaksana
Tender Terbuka Penjualan dan Pengadaan Minyak Mentah
Pelaksana: Pertamina dan ISC
Status: Belum terlaksana
Mengganti Manajemen Petral dan ISC
Pelaksana: Pertamina, Petral, ISC
Status: Terlaksana dengan catatan
Naskah: Ayu Prima Sandi | Sumber: Wawancara
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo