DI Jakarta kini sedang berkembang satu bisnis baru, yang
ditangani oleh swasta. Yakni mereparasi telepon, yang dikerjakan
oleh tukang-tukang dari rumah ke rumah. Seorang penghuni rumah
di daerah Gunung Sahari dekat lapangan terbang Kemayoran
melaporkan pada TEMPO, ada seorang pemuda mencangking kotak
perkakas menanyakan padanya apakah teleponnya mau direparasi.
Ditanya di mana dia bekerja. PT Sederhana Jaya Sakti, katanya.
Alamatnya di jalan Gunung Sahari Raya, nomor teleponnya sekian.
"Kalau telepon Ibu rusak, atau ada yang mau pasang telepon, atau
tambah nomor, hubungi saja alamat kami", katanya meyakinkan.
Karuan saja nyonya tadi heran. Sebab setahunya, urusan
mengutik-utik telepon bukankah hanya boleh langsung ditangani
oleh Perum Telkom'? "Memang betul", kata Kepala Humas Perum
Telkom yang dihubungi TEMPO. Lantas panjang-lebar dia
menjelaskan, bahwa urusan pertelkoman itu memang ada yang
dikontrakkan pada perusahaan swasta. Proyek yang besar-besar,
umumnya dikontrakkan lewat tender atau penunjukan langsung pada
maskapai asing seperti Siemens, Philips, NKF, atau lainnya.
Sedang pekerjaan memasang pesawat telepon serta perbaikannya
dikontrakkan kepada pengusaha swasta nasional. Ada lebih dari 10
kontraktor nasional yang bekerjasama dengan Perum Telkom. Di
antaranya PT Elnusa, PT Silkar, dan PT Sederhana Jaya Sakti
itulah. Tapi itu pun hanya untuk pekerjaan yang bernilai rupiah
besar. Sedangkan pekerjaan yang kecil-kecil dikerjakan oleh anak
buah Perum Telkom sendiri.
Mengapa perbaikan jaringan telepon yang rusak pun harus
dikontrakkan pada swasta? "Kita kekurangan tenaga", ujar
Musaffir lebih lanjut. "Tenaga Telkom yang ada kebanyakan sudah
ditelan oleh sejumlah proyek pembangunan, hingga pekerjaan
rehabilitasi di berbagai kota diserahkan kepada swasta yang
bonafid melalui tender". Bonafiditas perusahaan swasta yang mau
ditunjuk menjadi kontraktor Perum Telkom, antara lain ditentukan
oleh adanya staf ahli perusahaan tersebut yang sudah insinyur
teknik-elektro. Banyaknya ininyur elektro yang dimiliki
perusahaan itu menentukan di kelas mana kontraktor itu berada.
Tapi paling kurang harus ada satu. Syarat lain lagi ialah
peralatan serta kabel-kabel yang dibutuhkan dalam reparasi atau
pemasangan instalasi harus disediakan oleh sang kontraktor itu
sendiri. Ujar Musaffir dalam satL tarikan nafas: "toh untuk itu
mereha sudah dibayar oleh Perum Telkom."
Bisa Dicabut
Ternyata apa yang dijelaskan oleh Humas Perurri Telkom itu dalam
prakteknya tidak seluruhnya berlaku. Orang-orang Sederhana Jaya
Sakti yang dihubungi TEMPO memang menyebutkan, bahwa "kami
bekerja atas dasar order Dinas Pemasaran Perum Telkom". Order
itu bisa berbentuk penghapusan gangguan pada jaringan telepon,
pemasangan kabel udara maupun kabel tanah. Bahkan termasuk juga
pemasangan pesawat telepon baru. Tapi alat-alat yang dibutuhkan
untuk itu "disediakan oleh Perum Telkom". ujar seorang karyawan
Sederhana Jaya Sakti. Hanya seorang pimpinannya, bernama Cipto
ada mengakui, bahwa "beberapa alat yang tidak dimiliki oleh
Telkom, kami yang menyediakan". Namun soal staf ahli yang
minimal insinyur elektro itu, tidak ada di perusahaan yang
berpapan nama "PT Timur Jaya" itu. Menurut keterangan beberapa
orang pimpinannya, PT itu hanya memiliki sejumlah lulusan STM
dan SMA ditambah seorang tenaga pensiunan Perum Telkom.
Pokoknya, "tidak yang keluaran universitas", ujar seorang
karyawannya yang sedang sibuk membetulkan jaringan telepon dekat
kantornya.
Keterangan yang saling bertentangan itu tidak berhenti di situ
saja. Menurut Cipto, karyawannya yang lepasan STM dan SMA
sebelum mulai bekerja dilatih lebih dulu oleh Perum Telkom. Hal
mana dibantah oleh Musaffir: "mereka dilatih selama 3 bulan oleh
perusahaan itu sendiri". Dia juga menegaskan, bahwa
kontraktor-kontraktor itu tidak boleh langsung mendatangi
rumah-rumah, menawarkan jasa memperbaiki telepon yang rusak.
Juga pemakai telepon tidak boleh menghubungi langsung kontraktor
itu dan memesannya datang ke rumah -- seperti apa yang
dipromosikan oleh orang Sederhana Jaya Sakti di kompleks Gunung
Sahari itu. Bak kata Musaffir, "setiap kerusakan telepon harus
dilaporkan kepada Perum Telkom dulu, baru nanti kami menunjuk
kontraktor mana yang akan mengerjakannya." Termasuk penambahan
instalasi dan pemasangan telepon paralel. Jika dikerjakan oleh
kontraktor swasta tanpa surat perintah dari Perum Telkom itu
bisa dicabut", katanya lagi. "Hati-hatilah terhadap kontraktor
rehab yang menawarkan jasa ke rumah-rumah".
Terang mau pun gelap, keuntungan bisnis baru ini tampaknya
lumayan juga. Sederhana Jaya Sakti misalnya, punya sekitar 30
orang buruh lepas yang menerima gaji antara Rp 1000 hingga Rp
1500 sehari, tergantung ada-tidaknya pekerjaan. Berapa omset
pekerjaannya, Cipto menolak menerangkan. Kadang-kadang ada
order, kadang tidak", katanya. Tapi beberapa orang karyawannya
menyebutkan, bahwa tiap hari "kami sibuk mengerjakan perbaikan
telepon". Hari itu misalnya, mereka sedang mengerjakan perbaikan
di jalan Batu Ceper, jalan Majapahit dan jalan Gunung Sahari.
Sementara itu saingannya, PT Silkar sedang memasang kabel tanah
di daerah Merdeka Timur yang berakibat air menggenangi trotoir
jalan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini