Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Hijrah ke priok

Pabrik stik polo "peter wood" di selandia baru tutup gara-gara indonesia melarang ekspor rotan mentah. pengusahanya, yakni george wood, kini membuka pabrik di jakarta & mulai diekspor ke as, dll.

12 September 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PANGERAN-pangeran Inggris, termasuk Pangeran Charles, gemar permainan mengggiring dan "menendang" bola dengan tongkat rotan sambil naik kuda. Sport bangsawan Inggris itu, yang disebut polo berkuda, "otomatis" digemari pula oleh para bangsawan di Brunei dan Malaysia. Orang sini juga belum banyak yang mengenal -- pesta olah raga se-Asia Tenggara, SEA Games XIV, yang berlangsung pekan ini di Jakarta, juga belum akan memperlombakan polo berkuda. Tapi, beberapa waktu mendatang, olah raga jenis itu mungkin akan segera populer di sini. Sebabnya? Ada kebijaksanaan pemerintah di bidang ... ekspor. Tahun silam, pemerintah melarang ekspor rotan mentah. Dan dalam waktu dekat, rotan hanya boleh diekspor dalam bentuk jadi, seperti mebel atau peralatan lain yang siap pakai. Peraturan itu ternyata telah mengundang George Wood, seorang perajin tongkat polo di Selandia Baru, untuk membuka bisnis di Jakarta. Bengkel kerajinan perusahaan Peter Wood, yang dibuka George Wood beberapa waktu berselang di Tanjungpriok, mulai berproduksi. "Tahun ini kami mengekspor 5.000 stik ke AS, 2.000 ke Australia dan 168 ke Inggris," tutur George Wood, yang mempekerjakan lima tenaga Indonesia yang dilatihnya hanya dalam tempo empat bulan. George Wood, pemain polo yang terkenal dari Negeri Kiwi itu, mengaku sebagai satu-satunya pengusaha tongkat polo di Selandia Baru, mewarisi bisnis ayahnya, Peter Wood. Bahan baku kelas satu alat olah raga itu, rotan jenis "manau", memang hanya bisa diperoleh dari sini. Itulah hubungan antara larangan ekspor rotan dan kemungkinan populernya olah raga polo berkuda di sini -- setidaknya George Wood terpaksa menutup usahanya di Kota Atone, Selandia Baru, dan hijrah ke Priok. Kebijaksanaan pemerintah mengenai rotan, menurut Menteri Kehutanan Soedjarwo, dimaksudkan agar nilai tambah yang diperoleh dari usaha mengolah rotan mentah menjadi barang jadi dinikmati orang sendiri. Sebab, selama ini, nilai ekspor rotan kita -- sebagai pemasok rotan terbesar di pasar dunia -- setiap tahunnya hanya sekitar 80 juta dolar. Padahal omset perdagangan hasil jadi rotan di dunia mencapai milyaran dolar. Dari situ sudah ketahuan bahwa lebih dari seribu persen nilai tambah dari usaha mengolah rotan dinikmati negeri pengimpor rotan dari sini, seperti Korea, Taiwan, dan Hong Kong. Paling tidak diharapkan pengusaha asing akan menanamkan modalnya di sini. Harapan mulai terpenuhi dengan masuknya George Wood ke sini. Orang Selandia Baru itu bekerja sama dengan sebuah perusahaan dok kapal rekanan Hankam, PT Marspec (Marine Specials Coy.), yang biasa mengimpor mesin-mesin Hamilton dari Selandia Baru. Perusahaan Peter Wood -- sementara masih memakai nama Marspec -- di sini ternyata mampu menghasilkan stik polo berkualitas nomor satu denan hara murah. Harga di pasaran internasional sekarang sekitar 65 dolar per batang. "Kami akan menjual dengan harga hanya 20 dolar," tutur George. Saingannya paling-paling dari Pakistan yang bisa menjual enam dolar sebatang. "Ya, murah, tapi jelek," kata Mr. Wood, memandang sebelah mata saingannya. Peter Wood sekarang ini menguasai seluruh pasar stik polo di Selandia Baru dan 80% di Australia. Yang sedang diincar Amerika. "Kontrak masih dirundingkan, tapi tahun depan rencananya kami akan mengekspor sekitar 10.000 unit ke AS, dan 5.000 -- 10.000 ke Argentina," kata George Wood, merasa pasti. Ia juga berharap stik polo yang dibuatnya di Jakarta itu akan merembes pula ke Inggris. Pangeran Charles, katanya, suka sekali memakai tongkat polo buatannya. "Karena kami membuatnya dari rotan manau." M.W., Laporan Yudhi Soerjoatmodjo & Linda Djalil (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus