Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Hilangnya perusahaan

Pendataan kembali pma/pmdn, dan masalah pma/pmdn yang 'hilang'. ada 295 perusahaan tidak terdaftar di indonesia ancaman pencabutan izin jika tak melapar.

28 Februari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAMPAI pekan kemarin kalangan bisnis masih membicarakan hilangnya perusahaan penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalann negeri PMDN). Jumlahnya bukan sedikit. Ada 295 dari 2.668 perusahaan yang terdaftar di seluruh Indonesia. Tak jelas apakah perusahaan itu masih beroperasi atau sudah bubar. Yang pasti alamatnya tak bisa ditemukan oleh BKPM. Berita itu tersiar setelah selesainya rapat kerja BKPM (pusat) dan BKPMD (daerah) yang berlangsung di Jakarta pertengahan Februari. Hasil pendataan kembali (her registrasi) terhadap PMA dan PMDN, yang dimulai akhir 1980 rupanya menjadi bahan pembicaraan dalam pertemuan 4 hari itu. Pendataan kembali PMA/PMDN yang dilaksanakan BKPM, bekerjasama dengan Biro Pusat Statistik itu nampaknya cukup penting, terutama dalam menyusun skala prioritas investasi. Semula memang ada yang curiga kalau pendataan kembali atau sensus itu akn berkaitan dengan perpajakan. Tapi penjabat Ketua BKPM Ismail Saleh SH ketika itu menyingkirkan kecemasan tadi. "Tak ada sangkut pautnya dengan pajak. Kami hanya ingin tahu jerohan semua perusahaan yang ditangani BKPM. Saya tidak malu kalau tak punya gambaran yang tepat tentang PMDN dan PMA. Sebab penilaian atau judgment saya bisa keliru," katanya. Bagi Deputi Bidang Perencanaan dan Promosi KPM, Ir. Anwar Ibrahim "menghilangnya" perusahaan-perusahadn itu antara lain disebabkan tak mau melapor kalau pindah alamat. Tapi dia mengakui juga kesulitan untuk mengetahui PMA dan PMDN yang terpencar di mana-mana itu tak lepas dari soal belum sempurnanya pengawasan. "Aparat pengawasan masih sangat terbatas, dan BKPM masih mendasarkan diri pada pekerjaan manual," ulasnya. Ada yang berpendapat, perusahaan-perusahaan itu tak perlu "menghilang" dengan mengabaikan kewajibannya untuk lapor, asal ada peraturan yang tegas untuk masalah itu. Sebab, seperti yang diakui Anwar Ibrahim tidak ada sanksi atau hukuman buat mereka yang tak melapor. "Bahkan perusahaan yang tidak melaporkan perkembangan perusahaannya pun tidak terkena sanksi apa-apa," katanya. Mencabut Izin Usaha Tapi ke mana hilangnya perusahaan-perusahaan itu? Ketua BKPMD DKI Soebagio Tardjo SH memperhitungkan akibat kurangnya kesadaran melapor. "Ada yang menghentikan usahanya karena tak dapat kredit. Juga karena tak tercapainya persesuaian dengan partner asing," katanya kepada TEMPO. Jakarta sendiri cukup banyak menderita kehilangan. Dari 830 PMDN sebanyak 108 tak diketahui rimbanya. Sedangkan PMA yang tercatat 403 buah, begitu didata kembali ternyata "hilang" 25 buah. Ada yang memperkirakan di antara yang "hilang" itu termasuk yang menyingkir agak keluar dari daerah DKI, karena tak kuat ditekan harga tanah yang mahal. Kepada mereka yang "menghilang" itu BKPMD DKI akan memasang iklan. Menurut Soebagio dalam waktu kurang lebih 1 bulan kalau tak juga melapor, BKPMD akan mengusulkan untuk mencabut izin usaha mereka. Lepas dari persoalan hilangnya berbagai alamat perusahaan tadi, pengawasan yang dilakukan memang sangat terbatas. Ini terbentur pada kurangnya personil. Tenaga pengawas yang ada di Jakarta kabarnya hanya mampu mengawasi 400 perusahaan dalam setahun. Padahal perusahaan yang ada berjumlah di atas 1.000. Tak pelak lagi, masalah penanaman modal yang "hilang" itu merupakan salah satu pekerjaan rumit yang menghadang Ketua BKPM yang baru, Ir. Suhartoyo. Sebagai Dirjen Perindustrian yang kemudian menjadi Dirjen Industri Logam dan Mesin (ILM) -- selama hampir 15 tahun, dia bukan orang yang kemarin sore dalam urusan investasi. Dilantik pada 27 Februari ini, insinyur lulusan UGM yang pandai mendalang itu belum mau banyak bicara. "Saya akan melanjutkan seperti yang dikarakan Pak Ismail Saleh, yaitu pengawasan yang ketat serta menghidupkan koordinasi," katanya menjawab TEMPO.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus