Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Asal kegiatan akademis berjalan

Munandar menjadi dekan fpui menggantikan saparina sadli, buntut pengangkatan ini karena sejumlah dosen mundur dari jabatan & mahasiswa mogok kuliah, munandar menyatakan sanggup mengatasi kemelut tersebut.

28 Februari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIKETAHUI: Mahasiswa Fakultas Psikologi UI (FPUI) Rawamangun mogok kuliah. Resminya selama seminggu, 19-26 Februari. Mereka datang fakultas dengan jaket kuning, duduk-duduk di lantai ruang depan. Ada yang membaca buku, ada yang hanya ngobrol. Pengunduran diri Prof. Slamet Iman Santoso (TEMPO, 21 Februari) yang disusul 23 dosen plus seorang karyawan administrasi, dari jabatan struktural, mengakibatkan ada dua kelompok staf pengajar yang tak akur. Ini dinilai mahasiswa sebagai tak sehat. Buktinya: "dua mahasiswa minta daftar ujian ke Biro Pendidikan Senin lalu," cerita Sigit, Ketua Senat Mahasiswa FPUI. "Tapi biro itu tutup, karena pejabatnya ikut mengundurkan diri." Keresahan itu pekan ini dicoba dicarikan jalan pemecahannya oleh pihak Iluni (Ikatan Lulusan Universitas Indonesia) dari Fakultas Psikologi. Mereka mengadakan pertemuan Senin dan Rabu yang lalu. Yang pertama atas inisiatif Munandar, dekan baru, yang kedua inisiatif mahasiswa. "Memang Iluni tak punya kekuatan hukum untuk mengubah SK Menteri, misalnya," kata Drs. Aswad Dipo, Ketua Iluni Fakultas Psikologi yang lulus 1971. "Tapi kalau pendekatan organisatoris tak ada pengaruhnya, barangkali pendekatan manusiawi ada positifnya." Ia sendiri mengaku tak begitu optimistik. Keresahan memang telah memhayangi fakultas yang memiliki 450-an mahasiswa itu sejak November tahun lalu -- sejak diketahui Menteri P&K memutuskan mengangkat Prof. Dr. A.S. Munandar sebagai dekan baru, menggantikan Prof. Dr. Saparinah Sadli. Padahal dalam pemilihan calon dekan, Maret 1980, yang menang suara --dengan perbandingan 38 lawan 21 -- adalah Dra. Melly Suwondo (TEMPO 31 Januari). Keresahan pun makin terasakan ketika awal Januari mahasiswa memasang poster di fakultasnya, memprotes Munandar dan pemogokan kali ini adalah kelanjutan protes itu. Surat pengunduran diri sejumlah staf pengajar itu pun hampir semua beralasan: tak bisa memberi toleransi kepada kesediaan Munandar diangkat sebagai akan baru. padahal ia kalah suara. "Bukan salah Menteri, bukan salah siapa-siapa. Ini salah Munandar," kata Prof. Dr. Fuad Hassan, Guru Besar FPUI, bekas Dubes untuk Mesir yang juga menyatakan tak bisa bekerjasama. "Sebagai guru bcsar, sikapnya tak bisa saya terima. Mengapa ia tak mau berkonsultasi sebelum menerima tawaran Menteri? Mengapa takut kehilangan muka kalau mundur, padahal ini masalah pendidikan? Ia bilang seolah-olah dipaksa Menteri, padahal sebenarnya ditawari dua jabatan," lanjut Fuad yang pernah menjabat dekan FPUI 1973-76. Jabatan yang lain dimaksud Fuad adalah Direktur di BP3K. Memang ada contoh untuk keterangan Fuad itu. Untuk Fakultas Teknik UI, Menteri P & K memanggil Ir. Sidharta -- yang kalah dalam pemilihan calon dekan -- dan menanykan kesediaannya menjadi dekan di situ. Tapi Sidharta belum bersedia menjawab sebelum berkonsultasi dengan rekan-rekannya ia mengakui kekalahannya dalam pemilihan. Benar, rekan-rekannya tetap tak setujn dan Sidharta menolak tawaran Menteri. Bekas Gerilya Mahasiswa FPUI sebenarnya telah berusaha agar pelantikan Munandar oleh Rektor, Prof. Dr. Mahar Mardjono, batal. Di hari pelantikan, Selasa pekan lalu, sejak pagi serombongan dari mereka menduduki ruang sidang Rektor di gedung rektoriat Salemba. Tapi Mahar lantas melantik Munandar di ruang kerjanya -- tanpa sepengetahuan mahasiswa. Dan lima dekan lain (fakultas-fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi, Teknik Hukum dan Kesehatan Masyarakat yang sedianya dilantik bersama, dilantik tersendiri di ruang rapat lantai III gedung rektoriat. "Mahasiswa itu lupa, saya ini bekas gerilya," kata Mahar kepada para wartawan, setelah berhasil melantik kesemua dekan itu dengan diam-diam. Adapun Mahar berkeras melantik Munandar karena Munandar telah menyanggupi dilantik apa pun yang terjadi. Juga kini, setelah mahasiswa mogok, Jumat pekan lalu kembali Mahar memanggil Munandar, menanyakan kesanggupannya. "Pokoknya secepatnya dia harus memulihkan keadaam Dia sudah menyatakan sanggup," tutur Mahar kembali kepada TEMPO. Munandar, 50 tahun, yang baru 6 Desember tahun lalu dikukuhkan sebagai guru besar tetap di FPUI, tak bersedia banyak bicara. Benarkah ia sulit menolak tawaran Menteri P&K? "Itu susah digambarkan. Andai saya ceritakan itu berulang-ulang, kalau orang sudah memakai kacamata begini, ya akan mengatakan begini. Yang memakai kacamata begitu, ya begitu," katanya. Selasa siang pekan lalu sehabis serah terima jabatan dekan. Sumpah Pegawai Tentang motivasinya untuk tetap berkukuh menjadi dekan: "Kalau tidak ada yang saya -- atau kami -- yakini bisa menjadi lebih baik, masak saya bersedia menjadi begini ini." Sayangnya ia tak bersedia menjelaskan keyakinan itu. Munandar lalu bergerak cepat. Rabu, hari sesudah pelantikannya, untuk mengisi kursi pembantu dekan yang kosong -- karena Drs. Enoch Markum, Dra. Melly Suwondo dan Dr. Singgih Gunarso, masing-masing Pudek III, II dan I, mengundurkan diri -- ia langsung mengangkat Dra. Angga Devi, Dr. J. Kandou dan Drs. Sukiat. Memang bukan diangkat sebagai Pudek, karena yang mengangkat Pudek pun sekarang harus Menteri P&K. Tapi sebagai penjabat. "Saya melihat fakta yang sekarang -- bahwa Munandar diangkat sebagai dekan oleh pemerintah," kata Kandou, menjelaskan mengapa ia bersedia bekerjasama. "Saya pejabat, saya pegawai negeri. Ada sumpah pegawai." Drs. Sukiat, yang agaknya diserahi menjalankan tugas Pudek III, punya alasan sendiri. "Saya sebetulnya dengan Bu Melly Suwondo pun baik. Saya memutuskan membantu Pak Munandar karena dia tak pernah secara emosional mengeluarkan kata-kata hingga bisa mengeluhkan keadaan," tuturnya. "Jadi ini masalah pribadi sekali." Semua saja dari pihak yang mengundurkan diri, selalu menjawab 'pimpinan baru ' yang harus bertanggung jawab menyelesaikan kericuhan ini. Begitu juga Melly Suwondo yang tak suka banyak bicara. Bagi Drs. Enoch Markum, penyelesaian itu hanya bisa berarti pengunduran diri Munandar. "Tak ada jalan lain," katanya. Ia bersedia menemani dekan baru itu menghadap Menteri P&K. Adapun Prof. Fuad Hassan lebih suka bila Rektor mengambil alih jabatan dekan FPUI yang memiliki 90-an dosen tetap itu, dan mengadakan pemilihan calon dekan sekali lagi. Tapi bila pendekatan pihak Iluni -- yang menurut Aswad Dipo "bisa diterima semua pihak" -- pekan ini berhasil, mungkin Mahar tak perlu turun tangan. Kepada TEMPO ia berpesan: "Kalau kegiatan akademis, terutama kuliah, belum berjalan lancar dalam waktu dekat, baru saya turun tangan."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus