Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) menilai Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK sudah pada level membahayakan kehidupan bernegara, karena maraknya penyalahgunaan wewenang. BPK yang mestinya berkedudukan sebagai instrumen penting dalam tata kelola pemerintahan yang baik, justru menjadi salah satu aktor penyebab rusaknya tata kelola.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"BPK perlu pembenahan struktural dan dijauhkan dari pengaruh politik. Rekrutmen anggota BPK juga harus diisi oleh kalangan profesional bukan dari unsur politik," kata Sekretaris Jenderal HIPMI Anggawira dalam keterangan resmi pada Sabtu, 25 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menekankan harus ada perubahan mendasar di dalam tubuh BPK. BPK perlu berbenah secara komprehensif, karena saat ini sedang menjadi sorotan. BPK mendapat sorotan publik usai disebut terlibat dalam perkara korupsi di Kementerian Pertanian, proyek Jalan Layang Sheikh Mohammed bin Zayed (MBZ), hingga Base Transceiver Station (BTS) Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Sorotan tersebut karena adanya dugaan korupsi dengan suap jual beli opini Wajar Tanpa Pengecualian atau yang biasa disebut WTP. Opini WTP diberikan BPK atas laporan keuangan yang dinilai wajar.
Menurut Anggawira, opini tersebut jadi incaran karena dianggap bisa membersihkan citra lembaga. Dia berharap, BPK sebagai badan yang berwenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, lebih banyak diisi oleh anggota yang profesional. "Bukan dari unsur politik."
Hal inilah yang harus diperbaiki oleh BPK secara mendasar. Reformasi bisa dimulai dengan proses rekrutmen dari kalangan profesional dan dijauhkan dari unsur politik. "Dengan begitu, diharapkan BPK benar-benar bisa menjalankan tugasnya sebagai lembaga mandiri dan berintegritas," tutur Anggawira.