Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Otorita Ibu Kota Nusantara (Otorita IKN) mengumumkan rencana peluncuran Rancangan Dokumen Induk Pengelolaan Keanekaragaman Hayati pada awal tahun 2024. Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN, Myrna Safitri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Myrna menjelaskan bahwa Otorita IKN memiliki tanggung jawab untuk menjaga keanekaragaman hayati di IKN, terutama karena 65 persen dari total lahan IKN akan dijadikan kawasan lindung hijau.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“IKN akan jadi sebuah kota berkelanjutan kelas dunia. Tentu kami punya kewajiban untuk menyelaraskan kegiatan-kegiatan yang ada dengan berbagai kewajiban-kewajiban internasional," kata Myrna dalam Diskusi Publik Rencana Induk Pengelolaan Keanekaragaman Hayati IKN yang digelar secara virtual, pada Rabu, 27 Desember 2023.
Penyusunan Rencana Induk Pengelolaan Keanekaragaman Hayati di IKN merupakan kolaborasi antara Otorita IKN dan Asian Development Bank (ADB) melalui Sustainable Infrastructure Assistance Program Phase II.
Tahap penyusunan dokumen ini melibatkan berbagai pihak, termasuk pelaksanaan kunjungan lapangan, pengumpulan data, penyelenggaraan workshop hasil survei, dan diskusi kelompok (Focus Group Discussion) yang melibatkan kementerian, pakar, akademisi, dan organisasi non-pemerintah (NGO).
"Dengan dukungan Asian Development Bank kami telah merintis upaya untuk menyusun dokumen ini pada beberapa bulan yang lalu,” ujar Myrna. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya tahapan dasar dalam penyusunan dokumen tersebut untuk perencanaan ke depan, terutama karena wilayah IKN memiliki keanekaragaman hayati yang berbeda dengan wilayah Kalimantan lainnya.
Myrna menjelaskan, ketika nanti Otorita IKN berstatus sebagai pemerintah daerah khusus juga mempunyai kewajiban untuk mengikuti instruksi presiden tentang pengarusutamaan keanekaragaman hayati di dalam pembangunan.
Dalam konteks ekosistem di IKN, Myrna mengakui bahwa sebagian besar mengalami kerusakan sebelum ditetapkannya IKN. Oleh karena itu, diperlukan upaya ekstra untuk melindungi dan memulihkan ekosistem yang ada.
“Ini akan menjadi sebuah PR yang berat bagi kami. Namun kami percaya bahwa IKN ini menjadi sebuah fokus bagi kita untuk untuk menunjukkan keseriusan di dalam menyelaraskan aspek lingkungan dalam pembangunan." ucapnya.
Sementara itu, Pungky Widiaryanto, Direktur Pengembangan Pemanfaatan Kehutanan dan Sumber Daya Air Kedeputian Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN, menyoroti bahwa tutupan hutan di IKN saat ini hanya sekitar 16 persen dari total 256.142 hektare luas kawasan. Dalam upaya rehabilitasi, dokumen ini diharapkan menjadi panduan bagi semua pihak terkait.
Pungky menjelaskan, hutan di IKN hanya sekitar 16 persen dari total 250 ribuan hektare dengan laju deforestasi sekitar seribu hektare per tahun. Angka ini didasarkan analisis tutupan lahan KLHK 2009-2019.
Dengan kondisi ini, Otorita IKN menghadapi tantangan besar untuk memulihkan fungsi ekosistem, khususnya dalam rehabilitasi 65 persen atau sekitar 177 ribu hektare kawasan lindung/hijau yang telah direncanakan. "Terdiri dari 40 ribu hektare hutan sekunder, 2 ribu hutan mangrove, 55 ribu hutan industri monokultur, 80 ribu pertanian, tambang, dan sawit," kata Pungky.