Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berita Tempo Plus

Restu untuk PLTS Atap

Regulasi terbaru mengenai pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap akan segera diimplementasikan. Dalam peraturan tersebut, PLN diwajibkan menyerap surplus listrik yang dihasilkan PLTS atap sebesar 100 persen dari tarif PLN.

3 Februari 2022 | 00.00 WIB

Sejumlah Panel Listrik Tenaga Surya terpasang di Kawasan Kompleks Parlemen MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, 13 Desember 2021. TEMPO/M Taufan Rengganis
Perbesar
Sejumlah Panel Listrik Tenaga Surya terpasang di Kawasan Kompleks Parlemen MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, 13 Desember 2021. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Regulasi terbaru mengenai pemanfaatan PLTS atap akhirnya bisa diimplementasikan.

  • Kementerian ESDM meminta PLN membangun aplikasi permohonan instalasi PLTS atap.

  • Pelanggan rumah tangga dan badan usaha dapat menghasilkan listrik secara mandiri.

JAKARTA – Regulasi terbaru mengenai pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya atap (PLTS atap) akhirnya bisa diimplementasikan segera. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral saat ini sedang menyusun perangkat pendukung regulasi tersebut.

Aturan mengenai PLTS atap yang terbaru terbit pada Agustus 2021 berupa Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTL).

Namun pelaksanaan regulasi itu tertunda. Sebab, Kementerian Keuangan khawatir kebijakan ini meningkatkan biaya pokok pembangkitan PT PLN yang berdampak terhadap subsidi dan kompensasi yang harus ditanggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Selain itu, PLN berpotensi kehilangan pendapatan.

Peraturan Menteri EDSM tersebut memungkinkan masyarakat dan badan usaha menghasilkan listrik secara mandiri. Sedangkan PLN diwajibkan menyerap surplus listrik yang dihasilkan pemilik PLTS atap. Dalam Permen ESDM 26/2021, nilai transaksi ekspor listrik dari PLTA atap ke PLN dinaikkan dari 65 persen menjadi 100 persen.

Setelah tertunda sekitar lima bulan, pada 18 Januari lalu, pemerintah sepakat melaksanakan Permen ESDM 26/2021. "Permen ESDM telah didukung oleh semua pemangku kepentingan sesuai dengan hasil rapat koordinasi yang dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian," ujar Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi, Dadan Kusdiana.

Kementerian ESDM, kata dia, menugasi PLN membangun aplikasi permohonan instalasi PLTS atap. "Kami juga sedang membangun aplikasi permohonan untuk konsumen di luar PLN dan pelaporan bagi seluruh pemegang IUPTL," tuturnya. Selama masa transisi, permohonan instalasi PLTS atap dilayani secara manual. Juru bicara PLN, Agung Murdifi, belum menjawab pertanyaan Tempo mengenai upaya mempermudah instalasi PLTS atap.

Secara paralel, ujar Dadan, pemerintah juga membentuk pusat pengaduan untuk menerima dan menindaklanjuti pengaduan, baik dari pelanggan maupun pemilik izin usaha penyediaan tenaga listrik. Pelanggan yang mengalami kendala dapat menyampaikan laporan kepada layanan publik di situs web Direktorat Jenderal EBTKE yang beralamat di www.ebtke.esdm.go.id.

Sejumlah panel listrik tenaga surya di kawasan Kompleks Parlemen MPR/DPR/DPD, Senayan, 13 Desember 2021. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ketua Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa, berharap perangkat-perangkat pendukung ini bisa segera terwujud sehingga PLTS atap bisa dengan mudah dipasang. Selama ini, dia mengungkapkan, tak mudah mengurus izin pemasangan PLTS atap. "Ada kesan dipersulit, terutama untuk yang industri," katanya.

Menurut Fabby, alasan PLN bermacam-macam. Misalnya, meminta pemilik PLTS atap beralih menjadi pelanggan premium PLN lebih dulu. Ada pula, dia menambahkan, pemilik PLTS atap yang tak kunjung mendapat kepastian soal meter kWh ekspor-impor.

Jika bisa terlaksana dengan mulus, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform ini menyatakan pasar PLTS atap untuk industri akan lebih terbuka. Dia mencatat segmen komersial dan industri selama tiga tahun terakhir sudah menghasilkan listrik sekitar 30 megawatt (MW). Dia menyatakan, pada tahun ini, anggota AESI merencanakan pembangunan PLTS atap berkapasitas total hingga 500 MW.

Adapun, dari sisi pelanggan rumah tangga, kebijakan ini bisa membuat waktu pengembalian investasi menjadi 7-8 tahun dari sebelumnya di atas 10 tahun. Dengan catatan, tarif listrik yang berlaku sama seperti sekarang. Meski begitu, Fabby menyatakan perlu ada kajian lebih mendalam lantaran harga modul surya setahun terakhir naik 15-20 persen dibanding pada tahun sebelumnya.

Ketua Komite Tetap untuk Energi Baru dan Terbarukan Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Muhammad Yusrizki, berharap terjadi percepatan implementasi Permen ESDM 26/2021. Berkaca dari penerapan masif di beberapa negara, seperti Vietnam dan Australia, kata Rizki, seharusnya tidak ada kendala teknis dalam pengoperasian PLTS atap secara paralel dengan jaringan PLN. Bahkan, jika ada rencana instalasi PLTS atap hingga 500 MW, dia optimistis PLN akan sanggup.

ANTARA | VINDRY FLORENTIN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Vindry Florentin

Vindry Florentin

Lulus dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran tahun 2015 dan bergabung dengan Tempo di tahun yang sama. Kini meliput isu seputar ekonomi dan bisnis. Salah satu host siniar Jelasin Dong! di YouTube Tempodotco

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus