NEGARA-Negara kreditor yang tergabung dalam IGGI akan bersidang
di Amsterdam pertengahan Mei ini untuk menentukari jumlah
bantuan kepada Indonesia dalam tahun fiskal sekarang Sebelurn
mengambil keputusan, seperti biasa, mereka akan membahas
perkembangan ekonomi Indonesia yang dipersiapkan oleh Bank
Dunia. Laporan Bank Dunia kali ini yang setebal 157 halaman
disusul lebih mendetail, sektor per sektor -- dan terasa lebih
keras serta terus terang.
Yang disorot paling tajam seperti pada laporan tahun lalu adalah
masalah subsidi minyak. "Pemerintah Indonesia mengambil jalan
yang salah dalam subsidi ini," demikian tulis laporan tersebut
terang-terangan. "Argumentasi pemerintah Indonesia bahwa subsidi
ini membantu memerangi kemiskinan dan inflasi terasa kurang
meyakinkan."
Laporan itu menganjurkan agar subsidi BBM ini dikurangi
pelan-pelan, sampai hapus sama sekali pada bagian kedua
dasawarsa 80-an. Bank Dunia memperhitungkan dari penghapusan
subsidi ini, pemerintah akan berhemat sebanyak US$ 7 milyar
cadangan devisa dan Rp 9 triliun (US$ 14,4 milyar) APBN pada
akhir dekade ini. "Ini akan cukup menduakalilipatkan program
investasi pemerintah sendiri," kata laporan itu.
Naik Kelas
Bank Dunia mengakui tindakan pengurangan subsidi BBM itu akan
membebani 40% penduduk termiskin, karena itu perlu dipikirkan
penggunaan penghematan yang berasal dari dihapuskannya subsidi
untuk membantu meningkatkan pendapatan yang miskin," katanya.
Bank Dunia menganjurkan agar hasil dari penghapusan subsidi BBM
ini digunakan untuk program elektrifikasi desa-desa di Jawa, dan
memberi subsidi kepada golongan penduduk yang lebih miskin pada
konsumsi bahan energi yang lebih efisien, seperti gas alam cair
yang dibotolkan.
Subsidi BBM tahun anggaran 1980/ 1981 yang berakhir 31 Maret
lalu berjumlah sekitar Rp 830 milyar, atau di atas 3,5% dari
produksi rata-rata bruto (GDP) Indonesia. Menurut perhitungan
Bank Dunia, subsidi ini sama dengan Rp 3.125 tiap orang pada 40%
golongan berpendapatan rendah dan Rp 8.125 per orang pada 60%
golongan berpendapatan tinggi, tiap tahun.
Di samping subsidi untuk BBM, Bank Dunia juga menganjurkan agar
subsidi pangan dan pupuk secara berangsur-angsur dikurangi,
untuk kemudian dihapuskan sama sekali. Karena berbagai
pertimbangan pemerintah tetap mempertahankan kedua subsidi itu.
Malah jumlahnya ditingkatkan: subsidi pangan -- untuk beras,
gandum dan gula -- dalam tahun anggaran 1981/1982 naik dengan
82,5% dari Rp 169,7 milyar menjadi Rp 309,7 milyar. Sedang
subsidi pupuk naik 47% lebih, dari Rp 212,5 milyar menjadi Rp
313,9 milyar.
Pendidikan dan kesehatan dikatakan telah mencapai banyak
kemajuan dalam 10 tahun terakhir. Indonesia dikatakan telah
membuat "langkah besar" dalam memperluas pendidikan dasar,
tetapi kemajuan dalam pendidikan menengah dan tinggi "jauh lebih
lambat".
Menurut Bank Dunia, persentase pelajar yang berada di tingkat
menengah dan tinggi lebih rendah dari angka rata-rata negara
berpenghasilan rendah lainnya. "Peningkatan sumber daya manusia
akan merupakan tantangan utama Indonesia pada tahun 80-an," kata
laporan Bank Dunia itu, dan menganjurkan agar anggaran belanja
untuk sektor pendidikan diberi prioritas yang tinggi.
Dalam sektor perdagangan Bank Dunia menganjurkan agar pajak
ekspor dan tarif bea masuk impor diturunkan. Ini perlu katanya
supaya, "sektor ekspor bisa lebih kompetitif di luar negeri, dan
agar tekanan inflasi di dalam negeri berkurang." Apakah
pemerintah Indonesia akan menurunkan bea masuk beberapa barang
impor akan tergantung penilaian pemerinuh sejauh mana industri
dalam negeri yang baru tumbuh itu sudah tak lagi merupakan
industri "bayi" yang masih perlu diberi proteksi.
Tapi yang juga menarik adalah catatan Bank Dunia tentang jumlah
penduduk Indonesia yang menurut sensus 1980 ternyata 147 juta
manusia. Kenyataan ini memaksa mereka melakukan berbagai
penyesuaian. Tadinya, berdasarkan perkiraan tahun 1976, laju
pertumbuhan angkatan kerja oleh Bank Dunia diperkirakan mencapai
2,3% setahun. Kini dengan penduduk 147 juta, pertumbuhan itu
menjadi 3,2% setahun. Kalau tadinya jumlah angkatan kerja yang
menyerbu ke pasaran mencapai 1,5 juta setahun, maka laporan Bank
Dunia itu memperhitungkan antara 1981-1984 angkatan kerja itu
membesar menjadi dua juta setahun.
Sekalipun laporan Bank Dunia itu banyak mengundang kritikan
terhadap ekonomi Indonesia, laporan itu masih tetap
merekomendasikan agar tingkat bantuan IGGI untuk Indonesia tetap
dipertahankan. Tapi Bank Dunia juga menganjurkan agar komponen
bantuan teknis diperbesar, "dan bukan sekedar aliran uang saja."
Untuk tahun ini Indonesia mengajukan permintaan kredit antara
US$ 2,2 sampai US$ 2,5 milyar. Beberapa pengamat beranggapan
anjuran Bank Dunia itu akan dituruti oleh sidang IGGI. Tapi ada
juga yang melihat Indonesia sekarang sudah dianggap "naik
kelas", yakni dari kelas negara-negara miskin naik ke kelas
negara-negara berpendapatan menengah, yang tak begitu mutlak
memerlukan bantuan luar negeri lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini