Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Indonesia Perlu Rampungkan Aturan Migas Baru

Walau kaya-raya sumber daya alam, Indonesia belum berhasil meratakan kemakmuran bagi rakyatnya. Daniel Kaufmann, ahli tata-kelola pemerintahan (good governance) yang dikenal luas di dunia internasional, menyatakan posisi Indonesia dalam tata kelola cukup memuaskan."Tapi masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dibenahi dengan komitmen serius," ujarnya kepada Tempo.

30 Maret 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Indonesia Perlu Rampungkan Aturan Migas Baru

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Walau kaya-raya sumber daya alam, Indonesia belum berhasil meratakan kemakmuran bagi rakyatnya. Daniel Kaufmann, ahli tata-kelola pemerintahan (good governance) yang dikenal luas di dunia internasional, menyatakan posisi Indonesia dalam tata kelola cukup memuaskan."Tapi masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dibenahi dengan komitmen serius," ujarnya kepada Tempo.

Kini, memimpin Natural Resource Governance Institute, Kaufmann merancang metodologipengukur transparansi dan akuntabilitas tata kelola sumber daya alam. Hasil penelitian di 58 negara, termasuk Indonesia, diterbitkan dalam Resource Governance Index (RGI) 2013.

Kaufmann hadir di Jakarta untuk berbicara dalamseminar "The Impacts of Low Oil Price on Indonesia's Reform Agenda" yang digelar Natural Resource Governance Institute (NGRI) dan majalahTempo English.Di sela jadwal amat padat, dia menerima Hermien Y. Kleden, Sadika Hamid, Gustidha Budiartie, dan Edward Stephens dari Tempo di Hotel Pulmann, Jakarta Pusat, pada Kamis pekan lalu. berikut ini petikannya.

Indonesia ada di peringkat ke-14 Indeks Resource Governance Index 2013 dalam pengelolaan sumber daya alam. Dasar mengukurnya bagaimana?

Kita harus melihat perspektifnya secara keseluruhan, jangan sekadar angka. Sejauh ini kami menilai 58 negara yang kaya sumber daya alam. Kami melihat apakah institusi-institusi yang ada sudah cukup transparan dan akuntabel.

Apakah ada penolakan dari negara-negara bernilai buruk?

Reaksinya beragam. Di peringkat ke-14, Indonesia juga cukup memuaskan, sebetulnya. Perlu diingat bahwa Riset Indeks ini meliputi hanya isu transparansi, bukan seluruh manajemen tata kelola (sumber daya alam). Masih banyak aspek lain yang perlu perhatian serius, terutamaaturan hukum dan upaya pemberantasan korupsi. Apalagi EITI (Extractive IndustriesTransparency Initiative) kini menangguhkan penilaian atas Indonesia tahun ini karena gagal menyetor laporan reguler.

Anda punya usul memperbaiki posisi tata kelola sumber daya alam Indonesia?

Ada banyak pekerjaan rumah di sektor ekstraktif. Harus ada komitmen membenahinya,terutama yang menyangkut prakarsa baru aturan hukum minyak dan gas yang belum kunjung selesai. Aturlah lebih tegas fungsi dan kewenangan regulator seperti SKK Migas dan badan usaha milik negara seperti Pertamina.

Bisa lebih detail?

Jangan terlalu banyak berdebat karena banyak yang menunggu. Yang penting adalah kejelasan status, fungsi, kewenangan antara kementerian, regulator, dan produser.

Pemerintah Indonesia kini tengah menggodok revisi Undang-Undang Migas. Ada rekomendasi?

Pengalaman menarik dari beberapa negara mestinya bisa dipelajari. Umpama, Malaysia bisayang sukses dengan Petronas. Atau, Brasil yang berhasil dengan Petrosal.

Jadi tidak soal BUMN berperan sebagai regulator?

Tentu saja tidak. Lihat saja Norwegia dengan Statoil. Kita bisa belajar darigeneral models. Tapi yang penting kajiannya: apakah model ini sesuai atau tidak bagi negara terkait.

Apa saja yang perlu didorong agar BUMN migas bisa berkontribusi optimal dan lebih independen?

Bila Anda bisa mengkombinasikan kompetisi ekonomi dan politik yang sehat, itu akan amatmembantu.

Tepatnya bagaimana?

Kompetisi ekonomi yang baik akan membuat bisnis lebih terbuka. Undang masuk sektor swasta dan para investor. Dalam politik, pastikan fungsicheck and balancesberlaku penuh di pemerintahan. Transparansi akan berperan penting mengawal kompetisi ini.

Dari 58 negara yang dinilai dalam Indeks RGI, berapa yang telah menunjukkan perbaikan signifikan?

Ada 11 negara atau sekitar 20 persen masuk kategori warna hijau, yang artinya memuaskan. Indonesia ada di kategori kuning pada posisi ke-14. Statistik mencatat, pada 1990-an, ada 20 persenmasyarakat miskin dunia yang berasal dari negara kaya sumber daya. Jika tak ada perbaikan, pada 2030 diperkirakan jumlahnya melejit ke 50 persen.

Dalam jangka pendek, apa ide Anda untuk perbaikan Indonesia?

Tuntaskan revisi aturan migas. Tentu saja akan ada tarikan politik sana-sini. Cek dan ungkapkan siapa-siapa saja yang menolak dan apa alasannya? Di sini, media harus membantu.

Anda pesimistis terhadap Indonesia?

Saya justru amat optimistis. Negeri Anda punya basis demokrasi serta akuntabilitas kuat yang akan melahirkan transparansi-yang belum dimiliki oleh sebagian negara di dunia.

Daniel Kaufmann

Lahir dan kewarganegaraan: Cile

Pendidikan: Hebrew University (B.A bidang statistik dan ekonomi) | Harvard University (M.A dan Ph.D bidang ekonomi)

Karier: Presiden Natural Resource Governance Institute (sekarang) | Brooking Institutions (anggota senior) | Direktur Institut Bank Dunia | Faculty and Global Agenda Council of the World Economic Forum/Davos (anggota) | Board of the Extractive Industries | Transparency Initiative (anggota)
Versi lengkap wawancara ini ada di majalahTempo English edisi Senin, 30 Maret 2015.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus