Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Inflasi Volatile Food Maret Cukup Tinggi secara Tahunan, Begini Penjelasan Kepala Bapanas

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi angkat bicara menanggapi pengumuman laju inflasi Juli 2024 yang disampaikan oleh BPS pada Kamis lalu.

4 Agustus 2024 | 12.55 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi angkat bicara menanggapi pengumuman laju inflasi Juli 2024 yang disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Kamis lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dengan penurunan angka inflasi komponen bergejolak (volatile food) secara tahunan, Arief yakin hingga akhir tahun laju kenaikan harga pangan akan ditahan dengan cukup baik. "Apalagi di Maret lalu, volatile food cukup tinggi secara tahunan, namun cukup baik secara bulanan. Kita optimis seterusnya inflasi pangan ini dapat membaik,” katanya dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Sabtu, 3 Agustus 2024, seperti dikutip dari Antara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia menjelaskan pengendalian inflasi nasional membutuhkan sinergi semua pihak di bidang pangan mulai dari hulu hingga hilir. "Sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo agar ekosistem pangan nasional itu dibangun secara sinergis mulai dari hulu sampai hilir, sehingga ini merupakan andil dan hasil gotong royong bersama dengan semua stakeholder pangan yang ada mulai dari pemerintah pusat dan daerah, lalu BUMN, BUMD sampai asosiasi,” tutur Arief.

Sebelumnya, BPS mengumumkan penurunan pada inflasi volatile food secara tahunan. Inflasi volatile food didominasi beras, cabai rawit, dan cabai merah per Juli 2024 menjadi 3,63 persen dari angka sebelumnya 5,96 persen. Secara tahunan, tingkat inflasi volatile food Juli 2024 jauh lebih baik dibandingkan pada Maret 2024, saat itu sempat berada di 10,33 persen.

Arief menyebutkan pergerakan inflasi volatile food terus menjadi perhatian Bapanas. "Dengan capaian pada Juli 2024 ini menunjukkan tingkat inflasi pangan mengalami penurunan dan terkendali, karena masih dalam kisaran sasaran 2,5 plus minus 1 persen. Inflasi volatile food yang terkendali menjadi tugas kami di Badan Pangan Nasional," ujarnya.

Volatile food di Juli secara tahunan di 3,63 persen, kata Arief, mulai mendekati sasaran inflasi pemerintah di 2,5 persen plus minus 1 persen. Angka itu perlahan terus ditekan dengan peningkatan pasokan dan program intervensi ke pasar.

Dilihat secara bulanan, inflasi komponen bergejolak masih mengalami deflasi. BPS mencatat di tingkat deflasi 1,92 persen dengan andil 0,32 persen. Komoditas pangan yang mendominasi antara lain bawang merah, cabai merah, tomat, daging ayam ras, bawang putih, dan telur ayam ras. Sementara tren deflasi yang berulang secara bulanan ini tidak serta-merta menunjukkan adanya depresiasi daya beli masyarakat.

Ia pun mengaku sepakat dengan Pelaksana Tugas Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti yang menyatakan kondisi deflasi bukan satu-satunya indikator daya beli masyarakat menurun. Terjadinya deflasi juga dapat terjadi karena pasokan yang cukup melimpah, namun permintaan masih tetap sama.

“Kita lihat misalnya pada pergerakan inflasi beras, itu sejak April mengalami deflasi sampai 2,72 persen. Lalu Mei juga deflasi 3,59 persen. Ini lebih disebabkan karena produksi pada bulan-bulan tersebut sedang tinggi-tingginya. Sementara permintaan masyarakat terhadap beras cenderung sama,” ujar Arief.

Terkait itu, menurut Kerangka Sampel Area BPS, puncak produksi beras terjadi di April 2024 sebesar 5,31 juta ton. Pada Mei 2024 proyeksi produksi beras di 3,61 juta ton, dan turun pada Juni 2024 di 2,06 juta ton.

Namun, pada Juli sampai September 2024 diproyeksikan mengalami kenaikan produksi yang masing-masing ada di angka 2,18 juta ton, kemudian 2,66 juta ton, dan 2,96 juta ton. Sementara pada Juli, beras kembali mengalami inflasi. Untuk itu, Arief menilai memang sudah tepat langkah pemerintah menggelontorkan kembali bantuan pangan beras mulai awal Agustus ini.

"Bulog pun ada penugasan tambahan penyerapan beras produksi dalam negeri 600 ribu ton sampai akhir tahun, guna memperkuat program-program intervensi yang akan terus dilaksanakan,” ucap Arief.

Selain itu, pemerintah bersama Perum Bulog masih terus melaksanakan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) beras. Hingga akhir Juli, realisasi SPHP beras telah mencapai 922 ribu ton dengan saluran penjualan ke pengecer, distributor, pemerintah daerah, BUMN, dan lainnya.

Di samping itu, ada pula bantuan pangan penanganan stunting yang dikerjakan ID FOOD berupa berupa paket pangan daging ayam dan telur. Durasi penyelesaian program pun telah diperpanjang sampai Oktober.

Adapun data pantuan panarealisasi per 29 Juli telah disalurkan paket pangan kepada 295 ribu penerima di wilayah Jawa Barat. Ini telah menyentuh 73,1 persen dari target salur di Jawa Barat yang sejumlah 403 ribu," kata Arief.

Program andalan pemerintah lainnya adalah Gerakan Pangan Murah (GPM). Jumlah GPM di tahun ini semakin mengalami eskalasi yang signifikan. Dari Januari sampai awal Agustus ini telah terlaksana 6.116 kali di 477 kabupaten/kota. Capaian GPM di semester pertama 2024 ini, kata Arief, telah jauh melebihi capaian di tahun sebelumnya di 1.591 kali. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus