TEMPO.CO, Jakarta - PT
Pertamina (Persero) menyatakan hasil pelepasan sebagian kepemilikan dalam asetnya akan digunakan salah satunya untuk mempertahankan keuangan perusahaan. Saat ini, rencana tersebut masih dalam tahap pembahasan di tingkat internal sehingga perusahaan tak bisa mengungkapkan aset mana yang akan dilepas.
"Ini untuk menjaga pengendalian di Pertamina. Tapi proses pastinya masih panjang," ungkap Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman kepada Tempo, Jumat 20 Juli 2018.
Tahun lalu, Pertamina hanya berhasil meraup laba bersih sekitar US$ 2,54 miliar. Angka tersebut turun dibanding 2016 sebesar US$ 3,14 miliar. Padahal, pendapatan usaha Pertamina naik US$ 42,9 miliar dibanding tahun lalu yang hanya US$ 36,4 miliar. Selain itu, rata-rata harga minyak dunia tahun lalu mencapai US$ 51,17 per barel. Lebih tinggi dibanding dua tahun lalu sebesar US$ 40,16 per barel.
Rencana penjualan terkuak dalam surat Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno bernomor S-427/MBU/06/2018 tertanggal 29 Juni 2018, tentang Persetujuan Prinsip Aksi Korporasi untuk Mempertahankan Kondisi Kesehatan Keuangan Pertamina. Selain menjual sebagian saham asetnya, perusahaan juga mendapat persetujuan untuk mengalihkan unit pengolahan Cilacap, Jawa Tengah, dan Balikpapan, Kalimantan Timur, ke anak perusahaan.
Arief mengemukakan perusahaan juga tetap melakukan perbaikan internal melalui efisiensi untuk menguatkan kondisi keuangan. "Semua dijalankan dengan kehati-hatian," ungkap Arief.
Juru Bicara Pertamina Adiatma Sardjito menambahkan, perusahaan juga menempuh jalur inovasi di sektor hilir. Salah satunya adalah perluasan penjualan bahan bakar minyak melalui Pertashop. Ini adalah fasilitas penjualan BBM, gas elpiji, dan oli skala kecil, yang berkapasitas 5 kiloliter. Langkah tersebut diklaim dia efektif untuk memenuhi permintaan BBM di desa-desa. “Dengan keseluruhan langkah tersebut, Pertamina berharap untuk jangka panjang kondisi keuangan tetap terjaga apalagi dengan adanya dukungan Pemerintah,” tutur Adiatma.
Pertamina sudah menanggung harga BBM jenis premium dan solar yang tak naik sejak tahun 2016 lalu. Untungnya, pada tahun ini, beban perusahaan berkurang karena pemerintah menyepakati penambahan subsidi solar dari Rp 500 ke Rp 2.000 per liter. Pemerintah juga menambah subsidi gas elpiji. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengemukakan kucuran subsidi BBM dan elpiji hingga akhir tahun Rp 103,48 triliun. Angka tersebut melonjak dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018 sebesar Rp 46,86 triliun.
Meski begitu, Pertamina masih menanggung selisih penjualan premium. Saat ini harga pasarnya mencapai Rp 8.800 per liter. Sedangkan premium masih dijual Rp 6.450 per liter di luar Pulau Jawa, Madura, dan Bali. Sedangkan di dalam pulau tersebut, bensin beroktan rendah ini dipatok Rp 7.050 per liter.
Sri mengatakan pemerintah berkomitmen membuat neraca keuangan Pertamina tetap sehat. "Tapi kami juga meminta Pertamina memperbaiki tata kelola, melakukan efisiensi, mengurangi kebocoran, bahkan korupsi. Sebab program penugasan kami tetap jalankan secara konsekuen," kata dia di kompleks parlemen, Kamis lalu.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengemukakan, pemerintah sudah membantu neraca keuangan Pertamina di sektor hulu minyak dan gas bumi yang habis masa kontraknya. Jonan mencontohkan Blok Mahakam yang diperoleh
Pertamina tahun lalu. Dengan produksi 150 ribu barel setara minyak per hari, korporasi mendapat potensi pendapatan hingga US$ 600 juta per tahun. "Ada juga 10 blok-blok kecil yang sudah jatuh tempo sehingga diharapkan dari sektor hulu, tambahan penghasilan bisa menutup defisit di sisi distribusi," ungkap dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini