Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penyanyi Didi Kempot semakin digilai masyarakat. Penonton penyanyi ini tidak hanya anak muda yang bisa berbahasa Jawa, tapi juga masyarakat dari daerah lain. "Setiap kali saya show di luar Jawa, sambutannya sangat baik," katanya kepada Tempo pada 31 Oktober lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Didi Kempot bercerita, ada salah seorang penyanyi asal Papua, Ayub namanya, yang sangat hafal dan fasih menyanyikan lagu-lagu Didi Kempot.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu pengalaman lucunya dengan para penggemar adalah saat ada penggemar yang melakukan curahan hati kepadaya. "Ada yang curhat, yang nangis sering, terkadang ada yang kangen," katanya.
Mereka tentu saja sangat menyukai lagu lagu mellow Didi Kempot. "Ada juga suami membawa istrinya yang sedang hamil. Dia minta saya memegang perut istrinya. 'Mas, tolong perut istri saya dipegang agar bisa nyanyi kayak Mas Didi.' Kalau bisa nyanyi enggak apa-apa, asal tidak mbrodol rambutnya. Ha-ha-ha," kata Didi mengingat pengalaman uniknya itu.
Didi Kempot Aktif berkarya sejak akhir era 1980-an, penyanyi beraliran campursari ini seolah-olah lahir berkali-kali. Popularitas Didi mencuat di tingkat nasional setelah pria bernama asli Dionisius Prasetyo ini meluncurkan album Stasiun Balapan pada 1999. Namun waktu itu penggemarnya masih terbatas pada orang-orang yang senang akan campursari dan keroncong. Didi pun lekat dengan musik yang dulu identik dengan generasi tua itu.
Kini popularitas Didi kembali meroket. Uniknya, ia kali ini tenar di kalangan anak muda perkotaan. Ia kerap ditanggap dalam acara musik kekinian, yang penontonnya berusia 30 tahun ke bawah. Para penggemarnya memberi julukan baru buat Didi: The Godfather of Broken Heart. Ia juga sering dipanggil dengan sebutan Lord Didi.
Kumpulan penggemarnya punya nama unik, yakni "sadboi" dan "sadgirl", mengacu pada tema lagu-lagu Didi yang bernuansa kesedihan atau patah hati. Para "Sobat Ambyar", panggilan lain penggemar Didi, mengikuti ke mana pun ia mentas.
Didi lahir dari keluarga seni. Ayahnya, Ranto Edi Gudel, dikenal sebagai seniman ketoprak dan pelawak di Solo. Ibunya, Rumiyati, juga penyanyi. Dua kakaknya, Mamiek Prakoso (Mamiek Srimulat) dan Sentot Suwarso, pun bergumul dengan kesenian. Jalan ketenarannya dimulai pada pertengahan 1980-an, ketika ia mengamen di sekitar Slipi, Jakarta Barat. Di situlah ia menggunakan nama Didi Kempot.
Pada era 2000-an, nama Didi Kempot seakan-akan menghilang, meski tetap manggung di berbagai tempat di Indonesia, bahkan Suriname dan Belanda. “Bagi saya, berkesenian itu seperti pekerjaan, wajib. Bangun tidur, saya harus mengarang lagu, mengkhayal,” ujarnya dalam wawancara sebelum ia berpentas di halaman gedung Dewan Perwakilan Rakyat.
KORAN TEMPO