Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Investor Sambut Rencana Obligasi Daerah

Rating pemerintah daerah diperlukan.

18 Juli 2018 | 00.00 WIB

Investor Sambut Rencana Obligasi Daerah
Perbesar
Investor Sambut Rencana Obligasi Daerah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

JAKARTA - Rencana pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan untuk mendorong penerbitan obligasi daerah direspons positif kalangan investor. Surat utang yang diterbitkan pemerintah daerah untuk pembiayaan infrastruktur dinilai akan menjadi alternatif penempatan dana investasi jangka panjang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Head of Fixed Income Research PT Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto, mengatakan selama ini investor jangka menengah-panjang menempatkan duitnya ke dana pensiun atau asuransi. Tambahan instrumen seperti obligasi daerah akan membuat pasar investasi semakin bergairah. "Tentu investor tetap akan mengukur return yang ditawarkan dan tingkat risiko dari obligasi daerah tersebut," kata Handy, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

OJK berharap obligasi daerah dapat terbit mulai tahun depan. Duit hasil penjualan surat utang berjangka waktu tiga tahun ini hanya boleh dipergunakan untuk membiayai kegiatan investasi prasarana dan sarana publik yang menghasilkan penerimaan daerah. Sejumlah pemerintah daerah, seperti DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, berancang-ancang merealisasi sumber pembiayaan baru ini. (Koran Tempo edisi 17 Juli 2018, "Pemerintah Daerah Didorong Terbitkan Obligasi Mulai 2019")

Ketua Komunitas Investor Saham Pemula, Frisca Devi Choirina, mengatakan minat investor untuk menanamkan modalnya ke obligasi terus meningkat. Terutama, kata dia, obligasi pemerintah yang dinilai lebih memberikan jaminan keamanan ketimbang surat utang swasta.

Namun, jika diamati, menurut Friska, peminat obligasi masih didominasi oleh kalangan menengah ke atas lantaran harganya yang tak semurah saham di tingkat retail. Dia menilai rencana penerbitan instrumen investasi baru ini memerlukan proses edukasi terhadap investor pemula. Selain itu, tingkat imbal hasil (yield) akan sangat menentukan keberhasilan menarik dana. "Kalau memang kupon dan harga belinya worth it, pasti investor tertarik membeli. Tapi, kalau dibanding deposito, misalnya beda tipis, ya buat apa," kata dia. Saat ini yield obligasi, baik pemerintah maupun korporasi, berada di kisaran 6-15 persen.

Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual, menuturkan obligasi daerah bakal berdampak positif mendorong pertumbuhan ekonomi. Obligasi ini diperlukan karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta bujet daerah tak bisa membiayai seluruh kebutuhan dana pembangunan infrastruktur.

Dengan begitu, kata dia, pemerintah daerah juga harus mempunyai ide kreatif untuk mendorong perekonomian yang bakal menarik minat investor terhadap penawaran obligasi. Jika dana telah terserap, David mengingatkan, pemerintah daerah tetap harus berhati-hati dalam mengelolanya. "Karena bisa saja menyebabkan utang daerah jadi berlebihan, kinerjanya kurang sehat nanti dalam pengelolaan APBD," kata dia.

Itu sebabnya, dia mengatakan, kelak diperlukan pemeringkatan atau rating terhadap daerah penerbit obligasi sebagai panduan bagi investor dan penentuan besaran imbal hasil. "Rating bukan hanya faktor ekonomi, tapi juga lihat bagaimana birokrasinya, infra-strukturnya, nanti yang bagus bisa memberikan yield lebih rendah," kata David.

Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II Otoritas Jasa Keuangan, Fakhri Hilmi, mengatakan potensi dana yang dapat dihimpun dari penerbitan obligasi daerah cukup besar. Kendati belum dapat memastikan angkanya, OJK pernah memperkirakan angkanya bisa mencapai Rp 20 triliun. "Pastinya berapa, pemerintah daerah yang akan menghitungnya," ujarnya. OJK, kata dia, akan mendukung dengan memberikan pelatihan hingga pendampingan. GHOIDA RAHMAH


Perlu Alternatif Pendanaan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 memproyeksikan kebutuhan dana pembangunan infrastruktur sebesar Rp 4.769 triliun untuk mendukung sasaran pertumbuhan ekonomi 8 persen pada 2019. Duit sebesar itu tak bisa hanya mengandalkan anggaran negara. Peran pemerintah daerah, perusahaan negara, dan swasta diperlukan. Apalagi kajian Global Infrastructure Hub menunjukkan masih ada selisih yang besar antara kebutuhan dan tren investasi infrastruktur untuk menyokong agenda pembangunan berkelanjutan (SDG) pada 2040.

Kebutuhan dana pembangunan infrastruktur RPJMN 2015-2019

Rp 4.769 triliun

APBN/APBD 1.970 41,3% BUMN 1.059 22,2% Swasta 1.740 36,5%

Anggaran infrastruktur di APBN*

2015 256,1 2016 269,1 2017 390,3 2018 410,4

Tren versus kebutuhan investasi infrastruktur ASEAN 2016-2040** (US$ miliar)

Negara Tren Kebutuhan Indonesia 1.600 1.700 Thailand 394 494 Malaysia 383 460 Filipina 429 498 Vietnam 503 605 Myanmar 111 224 Kamboja 59 87

*) Termasuk dalam komponen transfer daerah dan pembiayaan infrastruktur
**) Tren merujuk periode sebelum 2015, kebutuhan dengan asumsi PDB 4,7% per tahun

AGOENG | SUMBER: RPJMN 2015-2019, KEMENTERIAN KEUANGAN, GLOBAL INFRASTRUCTURE HUB (G20)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus