Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

ISEL: RUU Minerba Masih Mengedepankan Eksploitasi Dibanding Perbaikan Tata Kelola Tambang

Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menilai RUU Minerba masih mengandung banyak persoalan.

22 Januari 2025 | 07.59 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suasana rapat Badan Legislasi DPR RI yang membahas rencana revisi UU Minerba di kompleks parlemen Senayan, Jakarta pada Senin malam, 20 Januari 2025. TEMPO/Sultan Abdurrahman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menanggapi soal rancangan perubahan keempat Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba). Menurutnya, draft RUU yang resmi diusulkan Badan Legislasi DPR itu memuat ancaman serius bagi lingkungan hidup dan hak masyarakat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Deputi Program ICEL Bella Nathania mencatat terdapat tiga catatan kritis yang termuat dalam draft tersebu. Pertama, jaminan tidak adanya perubahan tata ruang yang disebut dalam Pasal 17A, Pasal 22A, Pasal 31A ayat (2), serta Pasal 172B ayat (2) tidak sejalan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Bella menilai dengan menyebut tidak akan ada perubahan tata ruang, DPR sama saja dengan mengatakan tidak ada dampak yang ditimbulkan dari aktivitas tambang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Perubahan undang-undang ini menunjukkan bahwa DPR menutup mata terhadap kenyataan bahwa kegiatan usaha pertambangan mengancam ekosistem dan ruang hidup masyarakat dengan dampak yang tidak terpulihkan,” ucap Bella Nathania dalam keterangan resminya pada Selasa, 21 Januari 2025. 

Poin bermasalah lainnya, Bella menilai isi perubahan UU Minerba lebih berpotensi mengekploitasi dibandingkan memperbaiki tata kelola pertambangan. Alasannya, dalam draft tersebut DPR tidak menyinggung soal pentingnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap perizinan pertambangan minerba yang telah terbit. Hingga kini, kata dia, terdapat 4000 IUP di Indonesia dengan sejumlah pelanggarannya. 

“Seperti pelanggaran terhadap kewajiban pascatambang, di mana masih terdapat lebih dari 1000 lubang tambang yang belum dipulihkan,” tuturnya. 

Tak hanya itu, ia mengkritisi adanya pemberian secara prioritas pada sejumlah badan hukum seperti organisasi masyarakat atau keagamaan, koperasi, dan perguruan tinggi, semakin memperluas potensi bertambah buruknya tata kelola penambangan di Indonesia. “Pengaturan ini semakin rawan disalahgunakan, dan menutup transparansi yang seharusnya menjadi dasar dalam pengelolaan sumber daya alam,” ucapnya. 

ICEL juga menilai perubahan UU Minerba itu masih membuka ruang kriminalisasi bagi masyarakat adat di sektor pertambangan. Hingga 2024, ia mencatat terdapat delapan kasus kriminalisasi melalui Pasal 162 terhadap masyarakat yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. “Pasal ini dinilai sering disalahgunakan untuk mempidanakan masyarakat dan menghalangi mereka untuk memperjuangkan haknya,” ucapnya.

Sebelumnya, Baleg DPR menyepakati hasil penyusunan draf RUU Minerba pada Selasa malam tepat pukul 23.15 WIB. Dalam muatannya, RUU tentang perubahan keempat atas UU Nomor 4 Tahun 2009 itu berisi ketentuan pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dengan cara lelang atau prioritas untuk badan usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan, organisasi masyarakat (ormas), dan perguruan tinggi.

Keputusan draf tersebut menjadi usul inisiatif DPR setelah semua fraksi menyetujuinya. Dari delapan fraksi yang ada di parlemen, empat fraksi menyetujui dengan catatan sementara empat lainnya setuju tanpa catatan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus