BIASA, tidak gampang mencari manajer profesional. PT Cold Rolling Mill Utama Indonesia (CRMI), pekan lalu, sampai memasang iklan cukup besar di sebuah koran terkemuka Jakarta. Sejumlah 232 manajer dibutuhkan pabrik baja lembaran tipis itu untuk mengisi pelbagai posisi - dari lapisan pahng bawah sampai atas. Gaji yang ditawarkan cukup menarik: Rp 1 juta sampai 2 juta untuk manajer puncak, Rp 750 ribu sampai Rp 1 juta untuk manajer menengah, dan Rp 500 ribu sampai 750 ribu untuk manajer bawah. Para pelamar yang lolos tes akan dididik selama delapan bulan di berbagai pabrik baja di Spanyol, Taiwan, AS, dan Prancis, mulai Januari tahun depan. Untuk itu CRMI menyediakan dana Rp 16 milyar. Sampai pekan lalu, sudah 600 lamaran masuk ke kantor CRMI di Central Plaza, Jakarta. Bursa manajer seolah seperti bergerak menyongsong tawaran itu. Siapa pun pasti tahu, CRMI, yang akan memegang monopoli suplai baja lembaran tipis, antara laln untuk industri mobil dan elektronik mulai 1988 nanti, punya masa depan cerah. Bukankah grup Metropolitan Development menguasai 40% saham pabrik baja berharga US$ 800 juta di Cilegon itu? Dengan daya tarik semacam itu, Kwik Kian Gie, direktur Institut Managemen Prasetiya Mulya (IMPM), yakin bahwa CRMI tidak akan mengalami banyak kesulitan dalam mencari manajer menengah ke bawah. Suplai dari berbagai lembaga pendidikan, terutama dari LPPM mungkin bisa memenuhi sebagian dari kebutuhan itu. "Untuk mengisi lapisan puncak masih sulit, sebab manajer puncak masih merupakan barang langka," katanya. Karena itu, dia tak menutup kemungkinan munculnya pembajakan. Tapi usaha terbuka CRMI melalui iklan itu dianggapnya "bukan merupakan usaha pembajakan". Mudahkah membajak manajer puncak? Menurut Tanri Abeng, presiden direktur PT Multi Bintang, membajak manajer untuk mengisi jabatan apa pun sangat besar biayanya. Maklum, kata dia, gaji yang ditawarkan pembajak minimal harus lebih tinggi 50% dari yang diperoleh pelamar di tempat asalnya bekerja. Sayang, manajer bajakan macam ini, "Punya mental selalu cenderung berpindah-pindah," ujarnya. Bukan salah yang bersangkutan, tentu, jika perusahaan lain kemudian berusaha memberi gaji dan tawaran karier lebih baik. Sadar bahwa situasi semacam itu tak bisa dielakkan, Abeng menyatakan, "Termasuk wajar bila dua di antara sepuluh manajer yang dibutuhkan berasal dari bajakan." Situasi runyam seperti itu, jelas, tidak akan terjadi lagi, jika IMPM dan sejumlah lembaga pendidikan manajemen sudah cukup menelurkan calon manaier puncak denan menyandang gelar Master of Business Administration. Faktor lain yang membuat Indonesia selalu kekurangan manajer, kata Abeng, yang juga menjadi ketua Permanin (Perhimpunan Manajemen Indonesia), para pengusaha kurang sigap melakukan pendidikan sendiri (in house training). "Harusnya bikin manajer dulu, baru bangun perusahaan. Kalau tidak, yah, seperti sekarang ini, selalu kekurangan," katanya. Karena itulah, Kwik dan Abeng sama-sama beranggapan bahwa upaya CRMI mencari ratusan nanajer bukanlah merupakan usaha ringan - perlu waktu dan dana tak sedikit. Manajer administrasi CRMI, Prawiranegara Sugito, rupanya sudah siap menghadapi kenyataan itu. "Mencari manajer memang sulit, kalau cari teknisi sih banyak," katanya. Soal berhasil tidaknya pabrik baja ini mencari manajer yang diinginkannya itu, "Jelas sangat tergantung pada keuletan dan besarnya dana yang mereka sediakan," tambah Abeng.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini