Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Audit BPK dan penyidikan Kejaksaan Agung dalam kasus Jiwasraya segera rampung.
Auditor menemukan jejak transaksi di saham-saham Grup Bakrie.
Anggota BPK bersilang pendapat soal temuan baru tim pemeriksa.
DALAM kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Kejaksaan Agung dan Badan Pemeriksa Keuangan seperti berjalan di dua marga yang bersisian. Keduanya berjanji bertemu di ujung simpang yang sama, mencocokkan hasil penyidikan dan audit penghitungan kerugian negara kasus dugaan pembobolan dana investasi di perusahaan asuransi jiwa tertua di Indonesia tersebut. “Begitu BPK umumkan (hasil auditnya), misalnya Senin atau Selasa, kami langsung tahap satu (berkas diserahkan ke penuntut umum). Selisih sehari,” kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Ali Mukartono di Gedung Bundar, kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis, 5 Maret lalu.
Malam itu, Ali ke luar gedung mendahului tiga tersangka kasus Jiwasraya yang sedang diperiksa tim penyidik Kejaksaan. Mereka yang melakoni pemeriksaan lanjutan sejak siang itu adalah mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim; bos PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro; dan pemilik sejumlah perusahaan yang terafiliasi dengan kasus ini, Heru Hidayat. Bila tidak ada uzur, hasil audit yang dinanti Kejaksaan itu akan dirilis pekan ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua BPK Agung Firman Sampurna bersama Jaksa Agung Burhanuddin (kanan), Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono (kiri) saat keterangan pers terkait pemeriksaan Asuransi Jiwasraya di Kantor Pusat BPK RI, Jakarta, 8 Januari lalu./ TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BPK memang sedang menghitung kerugian negara dalam perkara ini. Pada akhir Januari lalu, ketika mengumumkan dimulainya audit, Ketua BPK Agung Firman Sampurna menjanjikan pemeriksaan rampung dalam dua bulan.
Sumber Tempo yang mengetahui detail pelaksanaan audit ini mengungkapkan bahwa tim auditor telah menyusun sejumlah temuan penting dalam kasus Jiwasraya. Namun temuan-temuan penting itulah yang ditengarai menjadi pemicu perdebatan di dapur lembaga auditor negara. Dua kubu di antara sembilan anggota BPK berbalah tentang perlu-tidaknya menyelisik dugaan kerugian negara dalam transaksi gadai saham (repurchase agreement/repo) yang melibatkan sejumlah perusahaan di Grup Bakrie, kelompok usaha milik keluarga Aburizal Bakrie.
Kejaksaan sebetulnya sudah menyinggung adanya investasi Jiwasraya di salah satu perusahaan afiliasi Grup Bakrie di Jiwasraya. Tak menyebutkan detail, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono hanya mengungkapkan bahwa investasi tersebut dilakukan pada perusahaan pertambangan batu bara. “Karena berbentuk perseroan terbatas, penanganannya harus jeli,” ucap Hari pada Senin, 24 Februari lalu.
•••
MUNCULNYA kelompok usaha Bakrie di pusaran kasus ini menambah panjang deretan emiten yang ditengarai ikut mengaramkan keuangan Jiwasraya hingga perusahaan itu gagal membayar klaim senilai 16,7 triliun. Sebagian besar utang jatuh tempo ini berasal dari JS Saving Plan—produk tabungan investasi dengan jaminan return dan proteksi asuransi—yang dananya diduga ditanamkan secara sembrono ke pasar modal.
Selama ini, sejak kasus Jiwasraya menggelinding pada akhir 2018, hanya dua afiliasi kelompok usaha yang disebut-sebut terlibat. Saham perusahaan milik tersangka Heru Hidayat, seperti PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) dan PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP), misalnya, diboyong direksi lama Jiwasraya tanpa analisis risiko yang memadai. Begitu pula saham MYRX, kode emiten Hanson International milik tersangka Benny Tjokrosaputro. Ternyata, audit BPK mendapati investasi Jiwasraya juga nyangkut di Grup Bakrie dengan nilai nominal tak kalah banyak.
Tiga sumber auditor dan penegak hukum yang mengetahui detail pemeriksaan kasus ini mengungkapkan, investasi Jiwasraya tersangkut di sedikitnya sepuluh perusahaan kelompok Bakrie. Sebagian besar harga saham perusahaan-perusahaan tersebut kini hanya Rp 50 per lembar. Dikenal sebagai saham “gocapan”, portofolio seperti ini biasanya hanya laku di pasar negosiasi, bukan pasar terbuka.
Jejak saham kelompok Bakrie di Jiwasraya rupanya sudah ada jauh sejak sedekade lebih ke belakang. Warisan direksi lama ini diduga diolah lagi oleh Hendrisman Rahim dan Harry Prasetyo, duet Direktur Utama dan Direktur Keuangan Jiwasraya pada 2008-2018 yang kini menjadi tersangka. Tiga sumber tadi menjelaskan, tapak kelompok Bakrie terekam ketika pemeriksaan masuk ke reksa dana-reksa dana milik Jiwasraya.
Selama ini, kode emiten kelompok usaha Bakrie memang tak muncul dalam koleksi saham Jiwasraya. Rupanya, saham-saham tersebut tertutup sebagai underlying asset. Maksudnya, Jiwasraya selama ini berinvestasi di sejumlah reksa dana penyertaan terbatas (RDPT). Nah, sejumlah produk RDPT itulah yang mengoleksi efek-efek terafiliasi Grup Bakrie.
Lobi kantor PT Bakrie & Brothers Tbk. TEMPO/Arif Fadillah
Pemeriksaan tim audit menemukan transaksi ini bermula dari repo saham pada 2004-2006. Pada masa itu, kelompok Bakrie memang tercatat banyak mengejar pendanaan dengan menggadaikan sahamnya lewat sejumlah perusahaan sekuritas, yang kemudian mencari investor melalui instrumen penyertaan terbatas. Pemeriksaan sementara menemukan investasi Jiwasraya lewat repo saham-saham kelompok Bakrie mencapai Rp 3 triliun lebih.
Rupanya, kelompok Bakrie tidak pernah menebus repo tersebut. Seorang pelaku pasar modal membeberkan beberapa reksa dana koleksi Jiwasraya yang menyimpan saham Bakrie, yakni Pan Arcadia Dana Saham Bertumbuh, Pan Arcadia Dana Saham Syariah, Pinnacle Dana Prima, Pool Advista Kapital Optima, Pool Advista Kapital Syariah, dan Treasure Fund Super Maxxi. Sampai kini, seperti yang tertera di situs resmi PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR), reksa dana penyertaan terbatas Pinnacle Dana Prima masih menggenggam 2,89 persen saham perseroan. Data rincian investasi Jiwasraya yang diperoleh Tempo dari pasar modal menunjukkan, hingga Desember 2019, Pinnacle Dana Prima merupakan salah satu reksa dana yang dikoleksi Jiwasraya dengan nilai perolehan mencapai Rp 1,817 triliun.
Dokumen yang diperoleh Tempo menunjukkan sejumlah RDPT itu mengantongi saham lain yang terafiliasi dengan Bakrie, seperti PT Bumi Resources Minerals Tbk (BMRS), PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL), PT Bumi Resources Tbk (BUMI), dan PT Darma Henwa (DEWA) Tbk. Ada pula saham PT Bakrieland Development Tbk (ELTY), PT Graha Andrasenta Propertindo Tbk (JGLE), PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk (UNSP), PT Capitalinc Investment Tbk (MTFN), dan PT Visi Media Asia Tbk (VIVA).
Dengan metode mark-to-market—mengalikan harga pasar dan jumlah lembar efek—nilai saham perusahaan-perusahaan tersebut yang dikuasai Jiwasraya hanya Rp 1,06 triliun. Padahal temuan awal audit BPK, kata sumber tadi, menunjukkan indikasi Jiwasraya “membelinya” dengan harga tiga kali lebih mahal. Besarnya selisih harga beli dan nilai pasar sekarang, plus kecilnya peluang menjual lagi saham-saham tersebut, dianggap sebagai kerugian. Auditor juga menduga repo saham ini tak ubahnya transaksi-transaksi investasi Jiwasraya lainnya yang belakangan terungkap telah menerabas ketentuan otoritas pengawas pasar modal.
Dimintai klarifikasi mengenai repo saham di Jiwasraya, Nirwan Bakrie, adik Aburizal Bakrie yang juga salah satu pengendali Grup Bakrie, tidak menjawab pertanyaan yang diajukan Tempo melalui nomor pribadinya. Begitu pula Christofer A. Uktolseja, Sekretaris Korporat BNBR.
Tempo mengirimkan pertanyaan serupa kepada Bobby Gafur S. Umar, Direktur Utama BNBR pada 2002-2008 dan 2010-2019. Namun Bobby, yang kini menjabat komisaris perseroan, meminta Tempo meminta klarifikasi masalah ini kepada direksi. “Saya sekarang bukan Dirut BNBR lagi,” ucap Bobby. “Selaku perusahaan terbuka, manajemen kan tidak pegang sahamnya sendiri.”
Sejak Mei 2019, Bobby digantikan oleh Anindya Novyan Bakrie. Namun nakhoda baru BNBR yang juga putra sulung Aburizal ini hingga Sabtu sore, 7 Maret lalu, tak merespons panggilan dan pesan pendek dari Tempo. Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko setali tiga uang.
•••
TEMUAN awal Badan Pemeriksa Keuangan mendapati dugaan peran Heru Hidayat untuk memoles saham Grup Bakrie agar repo yang tak tertebus tampak menghasilkan cuan. Awalnya, Heru mencuci repo Bakrie dengan kontrak pengelolaan dana lewat TFI JS Extra milik PT Treasure Fund Investama, manajer investasi yang terafiliasi dengan Heru. Sebagai balasan, Jiwasraya akan menyalurkan pendapatan premi dari produk saving plan ke investasi yang terafiliasi dengan Heru dengan iming-iming imbal hasil cukup tinggi. Pada Januari lalu, direksi TFI turut diperiksa oleh penyidik Kejaksaan Agung.
Sumber Tempo mengungkapkan, tim pemeriksa BPK sedianya akan mendalami jejak repo saham yang terafiliasi dengan Grup Bakrie tersebut. Apalagi surat tugas pemeriksaan yang mereka kantongi adalah surat untuk memeriksa Jiwasraya selama 2008-2018. Namun, belakangan, Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono, yang disokong Ketua BPK Agung Firman Sampurna, meminta pemeriksaan dipercepat. “Artinya, jejak Bakrie diabaikan dulu,” tutur satu di antara dua sumber auditor ini.
Dari sinilah dapur BPK memanas. Tubuh lembaga pemeriksa itu makin menggelegak ketika pemeriksaan belum juga menemukan keterlibatan langsung Benny Tjokrosaputro, yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Kejaksaan Agung. Ketika Jiwasraya membeli saham MYRX pada 2015, Benny tengah menggadaikan sahamnya ke Heru Hidayat dengan perbandingan 1 : 5. Maksudnya, Benny meminjam Rp 150 miliar dengan jaminan saham MYRX senilai Rp 750 miliar.
Heru belakangan menjual MYRX ke Jiwasraya melalui sejumlah reksa dana. Operator penjualan ini adalah Joko Hartono Tirto, Direktur PT Maxima Integra, orang kepercayaan Heru yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
Dimintai klarifikasi soal repo saham MYRX kepada Heru, Benny tidak menjawab banyak. Dari balik jeruji mobil tahanan, sesaat sebelum meninggalkan Kejaksaan Agung, Kamis malam, 5 Maret lalu, Benny menyatakan repo saham MYRX ke Heru sudah lunas. “Yang jelas, (Jiwasraya) beli (MYRX) bukan dari saya,” ucapnya.
Sedangkan Heru, ketika dicegat siang sebelum pemeriksaan pada hari yang sama, tidak menjawab soal repo dan transaksi MYRX ke Jiwasraya tersebut. “Oh, nanti saja kalau itu.” Dimintai klarifikasi ulang mengenai hal yang sama seusai pemeriksaan, Heru tetap tidak mau menjawab.
Temuan minor tentang keterlibatan Benny dalam kasus Jiwasraya membuat Kejaksaan Agung gelisah. Pada Jumat, 28 Februari lalu, Kejaksaan memanggil wakil penanggung jawab tim audit BPK untuk kasus Jiwasraya. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Ali Mukartono membantah kabar bahwa itu panggilan pemeriksaan. “Kalau diklarifikasi, iya, hasil auditnya seperti apa. Tapi kalau diperiksa buat apa? Itu bukan urusan Kejaksaan. Itu urusan BPK.” Sementara itu, di lingkup internal BPK, wakil penanggung jawab tim audit ini dituding menghalang-halangi penyidikan lantaran meminta masa pemeriksaan diperpanjang sehingga transaksi repo saham Bakrie bisa turut diinvestigasi.
Dua perusahaan batu bara yang disita Kejaksaan Agung lantaran diduga terafiliasi dengan tersangka kasus Asuransi Jiwasraya, Heru Hidayat/Koran Tempo
Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono, yang dihubungi lewat aplikasi Telegram, tidak menjawab permintaan klarifikasi Tempo. Namun Ketua BPK Agung Firman Sampurna membantah adanya upaya menutupi temuan atau membatasi cakupan audit.
Menurut Agung, kasus Jiwasraya adalah perkara kompleks yang melibatkan banyak pihak sehingga dibutuhkan waktu yang memadai untuk mengungkapnya secara utuh. Dalam audit penghitungan kerugian negara (PKN), kata putra politikus Partai Golkar, Kahar Muzakir, ini, yang diungkap adalah indikasi pidana yang sudah dideteksi Kejaksaan Agung. “Ada baiknya tidak melontarkan tuduhan atau melemahkan proses penegakan hukum oleh Kejaksaan yang didukung audit BPK,” ujar Agung lewat pesan pendek, Kamis, 6 Maret lalu. “Audit PKN terkait dengan penegakan hukum dan menghambat prosesnya berarti menghalang-halangi penegakan hukum.”
Kendati wakil penanggung jawab audit telah dikeluarkan dari tim, perbalahan tetap tak bisa dielakkan. Keributan besar terjadi ketika tim audit memaparkan hasil pemeriksaannya dalam sidang badan yang dihadiri enam anggota BPK. Dua anggota dengan latar belakang politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Isma Yatun dan Daniel Lumban Tobing, meminta tim mendalami peran kelompok usaha Bakrie. Sedangkan Agung dan Agus berkukuh hasil audit PKN harus segera dirilis. Agung dan Agus berkeras menyatakan keterlibatan pihak lain dirunut dalam audit investigasi yang waktunya lebih panjang.
BPK berencana menggelar sidang badan untuk memutuskan nasib laporan tim audit pada Senin, 9 Maret. Sidang itu yang akan menentukan apakah hasil pemeriksaan hanya mencantumkan peran para tersangka yang telah ditetapkan Kejaksaan Agung atau turut mengungkap dugaan keterlibatan aktor lain dalam perkara ini.
KHAIRUL ANAM, RETNO SULISTYOWATI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo