Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Setelah dilantik, Nadiem Makarim langsung bergerak mengubah sistem pendidikan.
Nadiem dibantu sejumlah orang seperti pendiri sekolah Cikal, Najelaa Shihab.
Nama Nadiem masuk daftar calon menteri berbulan-bulan sebelum kabinet terbentuk.
SEJAK Nadiem Anwar Makarim menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 23 Oktober tahun lalu, para pejabat di lembaga itu kerap pulang larut malam. Pelaksana tugas Direktur Pembelajaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Paristiyanti Nurwardani, mengatakan mereka kerap menggelar diskusi hingga larut malam terkait dengan perubahan sistem pendidikan tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menjelang akhir 2019, mereka makin sering meminta masukan dari berbagai pihak, seperti mantan pejabat Kementerian, pakar pendidikan, dosen, dan para rektor. Diskusi kian intensif saat penggodokan peraturan menteri yang berisi perubahan tersebut. “Kami sering berdiskusi hingga pukul dua pagi,” kata Paristiyanti kepada Tempo di kantornya, Selasa, 10 Februari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Paristiyanti menjadi anggota tim Kementerian yang menggodok aturan tersebut. Anggota lain di antaranya anggota staf khusus Menteri Pendidikan, Pramoda Dei Sudarmo; anggota staf ahli bidang hukum yang juga mantan Kepala Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi, Chatarina Muliana Girsang; dan pelaksana tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Nizam. Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia Asep Saefuddin membenarkan hadir dalam sejumlah diskusi yang digagas Kementerian Pendidikan pada November 2019 dan awal Januari lalu.
Nadiem Makarim akhirnya mengumumkan perubahan tersebut pada 24 Januari lalu. Ada empat kebijakan dalam program bernama “Kampus Merdeka” itu, yakni otonomi kampus berakreditasi A dan B untuk membuka program studi baru; akreditasi otomatis dan sukarela; serta kemudahan perubahan perguruan tinggi badan layanan umum dan satuan kerja menjadi perguruan tinggi negeri badan hukum. Kementerian juga memberikan hak bagi mahasiswa untuk mengambil sistem kredit semester di luar program studinya dan magang selama tiga semester.
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Nizam, mengatakan magang tiga semester bisa dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya mengambil mata kuliah di program studi lain atau magang di sektor industri. Menurut dia, lembaganya sedang menjajaki kerja sama dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara untuk memfasilitasi mahasiswa. Targetnya 50 ribu mahasiswa bisa magang di berbagai perusahaan pelat merah tiap tahun. “Mahasiswa juga bisa membuat proyek rintisan,” ujarnya.
Nadiem Makarim setelah dilantik sebagai menteri di Istana Merdeka, Oktober 2019. Kemendikbud
Alternatif lain magang selama tiga semester adalah pertukaran pelajar di dalam dan luar negeri. Pertukaran itu, kata Nizam, akan dikonversi ke satuan kredit semester. Kementerian Pendidikan bakal mendorong kampus-kampus dalam negeri membuat program ini. Menurut Nizam, selain untuk meningkatkan kompetensi, program tersebut membuat mahasiswa bisa mengenal karakter daerah lain.
Dalam wawancara khusus dengan Tempo pada Jumat, 28 Februari lalu, Nadiem mengatakan pembahasan perubahan sistem pendidikan tinggi tak henti diwarnai perdebatan. Asep Saefuddin, yang juga Rektor Universitas Al-Azhar Indonesia, membenarkan pernyataan Nadiem. Asep, misalnya, khawatir sistem pertukaran pelajar hanya diikuti kampus elite dan berpotensi menggagalkan pemerataan kualitas pendidikan. Ia meminta agar program itu melibatkan kampus di luar Jawa, terutama dari Indonesia timur. “Kalau tidak, kampus yang peringkatnya kurang baik bisa makin tertinggal,” ujarnya.
Nadiem menyatakan perubahan itu bertujuan mendorong kampus menciptakan mahasiswa yang kreatif, inovatif, dan sukses. Menurut dia, pendidikan di kampus selama ini hanya mengajari mahasiswa “berenang di kolam” dengan satu gaya sesuai dengan disiplin keilmuannya. Padahal, kata dia, dunia kerja yang akan dijalani mahasiswa seperti Selat Sunda. “Mahasiswa sekali-sekali mesti dicemplungin ke laut,” ucapnya.
•••
RENCANA mengubah sistem pendidikan muncul tak lama setelah Nadiem Makarim dilantik sebagai menteri. Pelaksana tugas Direktur Pembelajaran, Paristiyanti Nurwardani, mengatakan, dalam pertemuan dengan para pejabat di kementerian tersebut tak lama seusai pelantikannya, Nadiem menceritakan pengalamannya memimpin perusahaan rintisan atau start-up Gojek. Saat itu, Nadiem menilai lulusan perguruan tinggi yang meraih nilai tinggi kerap tak terbuka dengan gagasan baru.
Sedangkan lulusan yang terbiasa berorganisasi dan berlatar belakang aktivis mahasiswa cenderung berpikir lebih kritis. “Mereka terbiasa berdebat untuk mencari solusi,” kata Paristiyanti. Nadiem tak menyanggah pernyataan tersebut. Ia pun mengakui pengalamannya di Gojek itu menjadi salah satu faktor mengubah sistem pendidikan.
Perubahan sistem pendidikan tinggi merupakan kelanjutan dari perubahan sistem pendidikan dasar. Bertajuk “Merdeka Belajar”, program yang diumumkan pada Desember 2019 tersebut terdiri atas empat hal, yakni penggantian ujian nasional dengan sistem asesmen mulai 2021, ujian sekolah berstandar nasional diselenggarakan sendiri oleh sekolah, dan penyederhanaan rencana pelaksanaan pembelajaran. Nadiem juga mengubah sistem penerimaan siswa baru, yaitu 50 persen zonasi, jalur afirmasi minimal 15 persen, jalur perpindahan maksimal 5 persen, dan jalur prestasi hingga 30 persen.
Pendidikan di kampus selama ini hanya mengajari mahasiswa “berenang di kolam” dengan satu gaya sesuai dengan disiplin keilmuannya. Padahal, kata dia, dunia kerja yang akan dijalani mahasiswa seperti Selat Sunda. “Mahasiswa sekali-sekali mesti dicemplungin ke laut.”
Sejumlah pejabat di Kementerian Pendidikan yang ditemui Tempo mengatakan perubahan sistem pendidikan dasar tersebut dilakukan Nadiem dengan berdiskusi intensif bersama pendiri sekolah Cinta Keluarga (Cikal), Najelaa Shihab. Merdeka Belajar juga terinspirasi dari program yang diterapkan di sekolah tersebut dan diajarkan di Kampus Guru Cikal. Di sekolah Cikal, misalnya, kelulusan tidak hanya ditentukan oleh ujian tertulis, tapi juga tugas akhir, seperti menggelar pameran kompetensi dengan tema tertentu.
Najelaa juga tergabung dalam Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan, lembaga yang bermitra dengan berbagai kementerian dan institusi di tingkat pusat serta daerah yang kerap menggelar riset dan advokasi kebijakan yang berpihak kepada anak. Najelaa membenarkan diajak berdiskusi untuk mengubah sistem pendidikan.
Sama seperti Kampus Merdeka, penyusunan Merdeka Belajar melalui proses diskusi yang melibatkan pakar dan praktisi pendidikan. Seorang pejabat di Kementerian Pendidikan mengatakan, dalam diskusi tersebut, sejumlah peserta dari lingkup internal dan eksternal sempat menolak penghapusan ujian nasional karena berpotensi membuat penilaian kelulusan menjadi kehilangan arah. Nadiem akhirnya tetap menghapus ujian nasional.
Keputusan tersebut menuai polemik. Mantan wakil presiden Jusuf Kalla mengatakan ujian nasional penting sebagai bagian dari proses pembelajaran. “Jangan menciptakan generasi muda yang lembek,” ujar Kalla pada Desember 2019. Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan, Doni Koesoema, mengatakan lembaganya tak diajak bicara mengenai penghapusan ujian nasional. Dia sendiri berpendapat ujian nasional tetap diperlukan. “Namun basisnya tak lagi mata pelajaran,” katanya.
Nadiem tak berubah pikiran. Dia menilai ujian nasional menjadi penjara bagi guru dan murid, yaitu proses pembelajaran diarahkan sebagai persiapan ujian nasional. Menurut dia, ujian nasional tak bisa menjadi acuan untuk mengukur prestasi murid. “Tidak mungkin pilihan ganda digunakan untuk mengukur prestasi siswa. Yang boleh mengukur kinerja siswa ya guru,” ucapnya.
•••
RENCANA Nadiem Makarim mengubah sistem pendidikan di negeri ini dirancang sebelum dia menjadi menteri. Menurut tiga orang yang mengetahui proses penyusunan kabinet, Nadiem sudah mengetahui bakal memimpin Kementerian Pendidikan beberapa bulan sebelum pelantikannya. Seorang koleganya menuturkan, peraih gelar master of business administration dari Harvard Business School ini kerap mengajak diskusi orang-orang dekatnya dan mulai membaca buku tentang sistem pendidikan.
Namun Nadiem menampik jika disebut ditunjuk menjadi menteri beberapa bulan sebelum kabinet baru terbentuk. “Mungkin saya pernah mendengar rumor bakal menjadi menteri, tapi enggak pernah dengar soal Menteri Pendidikan,” katanya. Nadiem bercerita, suatu ketika Presiden Joko Widodo memanggilnya ke Istana Merdeka dan memintanya menjadi menteri. Menurut dia, Jokowi mengatakan bakal menempatkannya di kementerian yang berhubungan dengan pembangunan sumber daya manusia. Soal posisi Menteri Pendidikan, “Itu satu-satunya posisi yang saya enggak bisa bilang ‘No’.”
Pada usia 35 tahun, Nadiem menjadi menteri termuda di Kabinet Indonesia Maju. Setelah berkantor di gedung Kementerian Pendidikan di ujung Jalan Sudirman, Jakarta, dia langsung ngebut. Berdiskusi dengan Najeela Shihab, Nadiem--yang biasa dipanggil “Mas Menteri”--berpikir menggabungkan kembali Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sebelumnya, urusan pendidikan tinggi berada di bawah Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Najelaa pun mengatakan seharusnya sistem pengajaran terintegrasi dari tingkat dasar hingga pendidikan tinggi. Usul ini disetujui Presiden Jokowi.
Nadiem juga menarik sejumlah orang yang pernah bekerja dengannya. Misalnya Pramoda Dei Sudarmo, yang pernah sama-sama bekerja di McKinsey & Company. Dia kini menjabat anggota staf khusus bidang kompetensi dan manajemen. Nadiem juga mengajak Jurist Tan, eks Chief Operating Officer Gojek pada awal berdiri. Lulusan Harvard ini kini menjadi anggota staf khusus Nadiem bidang pemerintahan. “Saya dapat referensi dari orang yang saya percaya, kemudian saya interview dan evaluasi,” ujar Nadiem.
WAYAN AGUS PURNOMO, DEVY ERNIS, HUSSEIN ABRI DONGORAN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo