Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Rencana Kementerian Perhubungan memasang jembatan timbang di jalan tol dipertanyakan oleh pelaku usaha logistik. Masuknya alat pengukur kelebihan muatan tersebut ke ruas jalur bebas hambatan dianggap akan semakin memperparah kemacetan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Ketua Umum Bidang Logistik Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo), Kyatmaja Lookman, meyakini banyak ruas jalan tol yang tak memiliki cukup lahan untuk menampung jembatan timbang. Apalagi, proyek jembatan timbang baru itu rencananya diterapkan di jalan tol Jakarta-Cikampek dan jalan tol Merak yang volume lalu lintas hariannya tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ini kebijakan kontraproduktif lagi. Sudah pasti lahannya terbatas, walaupun dibangun di rest area," ujar Kyatmaja kepada Tempo, kemarin.
Menurut Kyatmaja, pihaknya dan perwakilan asosiasi industri sempat menyarankan agar sistem jembatan timbang bisa diterapkan di kawasan industri. Truk yang lalu-lalang di pusat industri, seperti di kawasan Cilegon, Banten, dan Cibitung, Jawa Barat, menurut dia, paling banyak menyumbang beban jalan dalam konteks berat dan kapasitas muatan. "Bangun saja di pintu kawasan (industri), kalau ada yang overload akan disuruh balik. Lagi pula, ada efek jera untuk pemilik barang," ujarnya.
Penggunaan jembatan timbang di jalan nasional pun dianggap belum maksimal. Pasalnya, kata Kyatmaja, hanya 30-40 persen truk yang tertimbang saat kondisi jalan sedang ramai. "Biasanya, saat antrean (truk) mencapai 200 meter, akan dibiarkan lewat, sehingga banyak truk overload menunggu di bahu jalan. Saat ramai, dia bisa lolos."
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi, mengatakan pihaknya masih membahas skema penerapan jembatan timbang di jalan tol. Dia menargetkan alat tersebut dilokasikan di perbatasan jalur tol dan non-tol. Truk pengangkut barang dari Pelabuhan Tanjung Priok, menurut dia, rawan kelebihan muatan. "Bisa saja nanti rest area kita bangun lebih besar dan tanahnya dibeli pemerintah. Jadi, bisa kita tempatkan di sana," kata dia, sembari menambahkan bahwa ada lebih dari 40 jembatan timbang yang sedang beroperasi aktif.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pun berencana mensosialisasi kebijakan tersebut dalam waktu dekat, terutama di Jakarta dan Bekasi. Dengan ketatnya aturan muatan, dia mengharapkan kemacetan di ruas jalan tol padat dapat terurai.
Adapun juru bicara PT Jasa Marga (Persero) Tbk, Agus Setiawan, mengaku sudah mendengar rencana tersebut. Tapi belum ada perencanaan yang rinci mengenai penerapan kebijakan jembatan timbang di jalan tol. Jasa Marga sendiri merupakan pengelola ruas Jakarta-Cikampek. "Yang pasti ini merupakan implementasi program penanganan over dimension overload (ODOL) yang juga jadi penyebab gangguan pada kecepatan minimal kendaraan di jalan tol," kata dia kepada Tempo. YOHANES PASKALIS PAE DALE | CHITRA PARAMESTI
Membatasi Muatan
Penerapan jembatan timbang diatur melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 5 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kendaraan Bermotor di Jalan. Langkah mendeteksi kelebihan muatan kendaraan barang merupakan salah satu cara utama untuk meminimalkan kerusakan jalan.
Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB/Jembatan Timbang)
A. Jumlah total: 141
Status dan jumlah
Ditangani pemerintah pusat 131
Ditangani pemerintah provinsi 10
B. Pengoperasian
1. Operasional 2018 = 43 unit beroperasi
Pengelola/jumlah (unit)
Kementerian Perhubungan/3
PT Surveyor Indonesia (kerja sama pihak ketiga pemerintah)/ 40
2. Rencana operasional 2019 = 92 unit beroperasi
SUMBER: KEMENTERIAN PERHUBUNGAN YOHANES PASKALIS PAE DALE
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo