Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kalau naik setengah-setengah

Tarif angkutan darat, laut, dan udara dinaikkan secara selektif. ada yang tidak naik: bis kota, kereta api dan angkutan laut ke luar negeri. tarif bis patas dan taksi naik. pihak organda tak puas.

23 Juni 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEPUTUSAN yang tidak populer itu, akhirnya, diumumkan juga. Terhitung bulan depan, hampir semua tarif angkutan darat, laut, dan udara dinaikkan. Dan sesuai dengan janji Pemerintah, hanya angkutan kereta api dan bis kota yang lolos dari kebijaksanaan penyesuaian tarif. Itu pun terbatas pada bis kota kelas biasa alias yang murah. Sedangkan di sektor bis kota kelas Patas kenaikan ditetapkan Rp 100, dari Rp 350 menjadi Rp 450. Taksi, yang lebih "mewah" dari Patas tarifnya dinaikkan 20% untuk taksi non-AC, dan 33% untuk taksi ber-AC. Jadi kalau Anda biasa naik taksi dengan tarii pertama (flag fall) Rp 600, nanti jadi Rp 800. Begitu pula pada setiap kilometer, naik dari Rp 300 menjadi Rp 400. Apa kata para sopil taksi tentang kenaikan ini? Mereka malah kecewa. "Saya lebih setuju kalau tarif taksi tidak dinaikkan," kata seorang sopir President Taxi. Pendapat serupa dikemukakan juga oleh sopir-sopir dari Blue Bird dan Kosti Jaya. Alasannya sangat sederhana. Dengan kenaikan tarif, maka diperkirakan jumlah penumpang akan berkurang. Apalagi di Jakarta, jumlah taksi sudah semakin berlipat. "Sungguh, saya lebih suka nombokln beli bensin Rp 3.000 sampai Rp 4.000 sehari daripada penumpang berkurang," kata seorang sopir Kosti Jaya. Tidak jelas benar apakah keluhan ini didengar oleh para pemilik taksi atau tidak. Yang pasti, kenaikan kali ini jauh lebih rendah daripada yang diusulkan organda (organisasi Gabungan Angkutan Darat), yang anggotanya mengoperasikan 800 ribu kendaraan bis dan nonbis. Pekan lalu, organisasi ini mengajukan usul agar tarif angkutan dinaikkan 83%. Alasannya, biaya produksi perusahaan pengangkutan sudah lama melejit. Harga bis, misalnya, tahun 1987 masih Rp 53 juta, kini sudah Rp 90 juta. Sedangkan harga sedan untuk taksi naik 25%, menjadi sekitar Rp 22,5 juta. Begitupun minyak pelumas, suku cadang, dan ban, masing-masing naik 157%, 36%, dan 50%. Dan beban biaya produksi semakin berat ketika BBM ikut melonjak 10-32%. Maka, wajarlah kalau organda tampak sedikit kecewa. Seperti tarif bis antarkota yang "hanya dinaikkan" 32-38%. "Kalau naiknya cuma setengah-setengah, pelayanan yang kami berikan pun tentu akan setengah-setengah pula," kata Hardjono, Ketua organda. Menurut Hardjono, angka kenaikan yang diusulkan pihaknya adalah angka ideal. Kalau jumlah itu dikabulkan, penumpang akan mendapatkan pelayanan yang benar-benar memuaskan. Misalnya saja, tak akan ada lagi keluhan mengangkut penumpang seperti ikan pindang. Ataupun sopir yang ngebut karena mengejar setoran. Sebab, "Dengan kenaikan itu, kesejahteraan mereka akan lebih terjamin." Pendapat senada dikemukakan oleh Mahfud, Direktur PT Mayasari Bakti, yang mengusahakan 675 unit bis kota swasta. Menurut dia, 4.000 karyawannya sudah lama tidak naik gaji. Tapi, dengan ditetapkannya tarif baru, "Mudah-mudahan kesejahteraan karyawan bisa ditingkatkan." Harapan yang sama juga diungkapkan Siswanto, Ketua Koperasi Angkutan Jakarta (Kopaja), yang mengoperasikan Metromini. Ia berharap, tarif baru angkutan ini segera ditetapkan -- untuk nonbis keputusannya berada di tangan gubernur masing-masing -- dan segera pula diberlakukan. Soalnya, kata Siswanto, tidak sedikit anggotanya yang belum melunasi armada mereka. Sedangkan bis-bis mini yang dioperasikan itu sudah harus direnovasi. "Nah bagaimana kami bisa meminjam lagi untuk perbaikan kalau BPKB masih ditahan bank," katanya. Lantas, harus bagaimana? Tampaknya, pihak organda hanya bisa angkat bahu. Berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah, sektor ini memang selalu dibedakan. Tidak seperti sektor pariwisata, misalnya, yang selalu didorong dengan berbagai insentif. "Pokoknya, tarif angkutan ini tidak pernah dihitung berdasarkan cost accounting," kata Hardjono, sedikit kesal. Tentu, hal ini tidak benar seluruhnya. Pemerintah pun telah memperhitungan berbagai aspek, bahkan lebih rinci. Departemen Perhubungan, misalnya, memasukkan komponen inflasi selama tiga tahun (sejak 1987), sebagai pertimbangan. Lebih dari itu, "Kenaikan kali ini dilakukan dengan sangat selektif berdasarkan perhitungan ongkos setiap trayek," kata Djunaedi Hadisumarto Sekjen Departemen Perhubungan. Itu terlihat dari adanya perbedaan tingkat kenaikan. Tarif angkutan udara domestik, misalnya. Di sektor ini, kenaikan ditetapkan mulai 0% hingga 20%. Artinya, ada juga rute udara yang tidak mengalami perubahan Jalur Pontianak. Ketapang, umpamanya tetap Rp 55 ribu. Sementara itu, trayek Jakarta-Balikpapan dinaikkan dari Rp 177 ribu menjadi Rp 212 ribu. Ini sengaja dilakukan, kata Djunaedi, karena Pemerintah telah memperhitungkan biaya tiap-tiap perusahaan. Jadi, kalau di sebuah rute, maskapai penerbangan bisa mencapai titik impas, kendati harga avtur telah melonjak 32%, tarifnya tidak akan diubah. Cara serupa juga diterapkan pada tarif angkutan penumpang laut dalam negeri, yang naik antara 0,11% dan 15%, angkutan penyeberangan antara 5% dan 22%. Akan halnya angkutan penumpang laut ke luar negeri, nah, ini memang lain lagi. Diumumkan secara terpisah, di Bina Graha, oleh Menteri Keuangan J.B. Sumarlin. Ternyata, tidak ada kenaikan tarif. Malah kepada setiap penumpang dikenakan biaya fiskal yang hanya Rp 100 ribu. Mungkin untuk menjaga kelancaran perdagangan yang telah tumbuh di daerah-daerah perbatasan negara, ketentuan fiskal ini tidak diberlakukan bagi mereka yang tinggal di daerah perbatasan. Kekecualian seperti itu berlaku juga bagi anggota ABRI, pegawai negeri, calon haji, dan para peneliti dari dalam dan luar negeri. Budi Kusumah, Bambang Aji, Sri Pudyastuti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus