SEBANYAK 30.000 bal tembakau Virginia eks Bojonegoro tertimbun
di gudang. Padahal biasanya paling Iambat bulan Februari seluruh
tembakau itu sudah habis terjual. Yang menderita kelihatannya
pedagang. Sebab sampai bulan Desember yang lalu semua tembakau
petani sudah dibeli para pengusaha pengoven dan pengumpul
tembakau.
Mandeknya pemasaran tembakau itu menurut para pedagang yang
tergabung dalam Bakoppi (Badan Koordinasi Petani Pengoven
Tembakau Pribumi) disebabkan masuknya tembakau jenis Virginia
dari Afrika, Filipina dan Muangthai. "Saya dengar Gudang Garam
saja sudah mengimpor 11.000 bal. Dan yang paling getol mengimpor
adalah pabrik-pabrik rokok di Medan: sekitar 50.000 bal tembakau
Virginia eks Muangthai dan Filipina," kata M. Soedjono, 60
tahun, bendahara Bakoppi.
Kebutuhan tembakau Virginia saban tahun 300.000 bal. Dua ratus
ribu bal dari jumlah itu datang dari Kabupaten Bojonegoro. Tapi
karena berbagai pabrik rokok mengimpor jenis tembakau yang
sama, maka sebagian dari tembakau Virginia-Bojonegoro tak sempat
terjual habis. Pabrik rokok BAT tahun ini cuma membeli 75%
Virginia-Bojonegoro, Gudang Garam 20%, Bentoel 20%. Djarum 40%
sedangkan berbagai pabrik rokok di Medan hanya membeli 10%.
Menurut Soedjono tembakau Virginia eks luar negeri itu tidak
lebih unggul dibandingkan dengan yang Bojonegoro. Harganya
malahan lebih mahal Rp 200 per kg dari tembakau Bojonegoro
yang sekilonya Rp 800. "Cuma pembayarannya bisa dilakukan
secara kredit," katanya.
Mutu
Apakah para pengusaha pabrik rokok mengimpor hanya karena
pembayaran dengan sistem kredit atau ada sebab lain? Sebuah
sumber dari kalangan pengusaha pabrik rokok besar di Ja-Tim
menyebutkan panen Virginia-Bojonegoro tahun ini kurang baik
mutunya.
Hal ini juga dibenarkan oleh Abdullah Lumahaela, Ketua Lembaga
Tembakau -- badan resmi di bawah Departemen Perdagangan dan
Koperasi dan Departemen Pertanian yang menangani masalah
produksi, pemasaran dan pengelolaan tembakau. "Kualitas tembakau
Bojonegoro memang menurun karena Serangan hujan," katanya. Tapi
ia juga melihat macetnya pemasaran tembakau Virginia-Bojonegoro
itu disebabkan oleh sikap para pedagang. "Mereka suka
menahan-nahan harga dan berspekulasi."
Setiap pabrik rokok sebagaimana dikatakan Abdullah Lumahaela
memiliki resep campuran sendiri. Jika bahan campuran itu tak
tersedia dalam mutu yang baik, tak ada larangan untuk impor. Dan
inilah yang dilakukan oleh beberapa perusahaan rokok. "Kami
mengimpor Virginia untuk campuran dan jumlahnya tak sampai
setengah dari jumlah pembelian Bojonegoro," kata Sujoso, salah
seorang direktur Gudang Garam.
Buat para pedagang tembakau, tumpukan tembakau di berbagai
gudang itu rupanya cukup menggelisahkan. Lewat Bakoppi yang
berdiri 12 Februari (persis pada saat mulai seretnya pemasaran
Virginia) para pedagang akan bergerak menyelamatkan diri.
Tanggal 17 Maret putra M. Soedjono yang bernama Ayatenan dan
duduk sebagai sekretaris Bakoppi telah berada di Jakarta.
Sebagai utusan organisasi pedagang tembakau itu, ia akan meminta
pemerintah supaya mengendalikan impor tembakau Virginia.
Kabarnya dia berniat menemui Presiden, Opstib Pusat dan DPR.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini