Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK ) menduga ada ekspor ilegal bijih nikel ke Cina sebanyak 5,3 juta ton. Ketua Satgas Koordinasi Supervisi Wilayah V KPK, Dian Patria mengatakan informasi ekspor bijih nikel ilegal itu itu berasal dari Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan. Diduga aktivitas tersebut berlangsung sejak Januari 2020 sampai Juni 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Padahal, Presiden Joko Widodo alias Jokowi telah melarang ekspor nikel per 1 Januari 2020. Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019. Harga bijih nikel untuk smelter dalam negeri ditetapkan hampir setengah dari harga internasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan data yang disampaikan oleh Bea Cukai Cina, pada 2020 dilaporkan bahwa Cina telah mengimpor bijih nikel dari Indonesia sebanyak 3,4 miliar kilogram dengan nilai sebesar US$ 193 juta (sekitar Rp 2,89 triliun).
Pada 2021, Cina kembali mengimpor 839 juta kilogram bijih nikel dari Indonesia dengan nilai US$ 48 juta (sekitar Rp 719,52 miliar). Pada tahun 2022, Bea Cukai Cina mencatat kembali ekspor sebanyak 1 miliar kilogram bijih nikel dari Indonesia.
Persoalan serius
Direktur Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengatakan kasus ini merupakan persoalan yang serius.
"Jika benar adanya, itu berarti negara sudah kalah dengan mafia tambang," tutur Yusri dalam keterangannya kepada Tempo, Sabtu, 1 Juli 2023.
Perlu jadi sorotan penting pemerintah
Yusri menilai persoalan ini perlu menjadi sorotan penting oleh pemerintah. Terlebih, tutur Yusri, Ditjen Bea dan Cukai mengaku sudah mendalami pengapalan oleh perusahaan berdasarkan data General Administration China Custom (GACC).
Dapat dipastikan ulah mafia tambang
Ia menilai aktivitas ekspor bijih nikel ilegal tersebut sudah dapat dipastikan sebagai pekerjaan mafia tambang. Menurutnya, kegiatan itu telah dilakukan secara sistemik, terstruktur, dan masif.
Jika pejabat KPK hanya bicara di media dan bukan melakukan penindakan nyata, tutur Yusri, publik akan berasumsi bahwa KPK tidak mampu menindaknya. Ia pun menduga hal itu terjadi lantaran pejabat yang terlibat dalam kasus ini.
"Wajar jika publik akan berspekulasi ada oknum istana yang bermain," kata dia.
Ratusan triliun uang negara bocor, KPK harus serius ungkap
Oleh sebab itu, Yusri berharap KPK serius mengungkap persoalan ini. Pasalnya, banyak undang-undang (UU) yang dilanggar. Ia menyebut pelaku setidaknya telah melanggar UU Minerba Pasal 158 dan Pasal 170 A, UU Kepabeanan, dan Kehutanan dan UU Lingkungan Hidup.
Yusri pun berharap KPK menindaklanjuti secara serius ihwal dokumen yang berisi dugaan tindak pidana korupsi dari proses rekomendasi ekspor. Karena, ada ratusan triliun uang negara bocor akibat praktik kongkalikong tata kelola tambang, mulai batubara, nikel, bauksit.
Dengan asumsi 1 dump truck mampu mengangkat 20 metrik ton, Yusri menjelaskan dari 5 juta metrik ton ore nikel, ada 250 ribu dump truk membawa nikel ilegal. "Bila tidak terpantau aparat penegak hukum, ini aneh," ucapnya.
Dengan demikian, menurutnya, sudah pasti kejadian ini menjadi pertanyaan besar bagi publik. Dia menggarisbawahi KPK sudah dipayungi UU, sehingga bisa mengambil tindakan hukum nyata. Oleh karena itu, KPK wajib menindak lanjutinya, bukan hanya bicara di media.
Dugaan berasal dari tambang di Sulawesi atau Maluku Utara
Meski Ketua Satgas Koordinasi Supervisi Wilayah V KPK Dian Patria pada Jumat 23 Juni lalu tidak menyebutkan secara rinci mengenai asal muasal ore nikel yang diekspor secara ilegal ke Cina tersebut. Akan tetapi, menurutnya, ada dugaan berasal dari tambang yang berada di Sulawesi atau Maluku Utara.
"Dari Indonesia, saya enggak menyebut dari IWIP (Indonesia Weda Bay Industrial Park), tentunya dari Sulawesi dan Maluku Utara karena hanya dua daerah inilah penghasil nikel terbesar," ucap Yusri.
Sudah diperkirakan banyak pihak
Di sisi lain, Ekonom dan Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono menyebut hal ini sudah diperkirakan banyak pihak.
"Ini sudah diperkirakan banyak pihak. Bahkan ini diduga tidak hanya terjadi sejak pelarangan ekspor bijih nikel pada 2020 saja, namun juga sudah terjadi sejak pelarangan ekspor bijih nikel pertama kali pada 2014," kata Yusuf saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 1 Juli 2023.
Larangan ekspor bijih nikel buat harga domestik jatuh
Dia menjelaskan ekspor bijih nikel ilegal sejak awal sudah diperkirakan karena kebijakan hilirisasi yang berbasis pada pelarangan ekspor bijih nikel. Pelarangan ekspor bijih nikel, menurutnya, membuat harga komoditas ini di pasar domestik menjadi jatuh, jauh dibawah harga internasional.
Harga Patokan Mineral atau HPM bijih nikel domestik merosot jauh di bawah harga internasional hingga 50 persen. Ketika harga internasional nikel melonjak pada 2021 dan mencapai puncaknya pada 2022, Yusuf mengatakan insentif untuk ekspor bijih nikel semakin kuat. Maka ketika kini KPK mengungkap indikasi ekspor ilegal bijih nikel ke Cina, menurut Yusuf, hal itu tidak mengejutkan.
Dengan demikian, ia menilai pelarangan ekspor bijih nikel diberlakukan dan HPM bijih nikel di pasar domestik yang jatuh telah memicu ekspor bijih nikel illegal. Terutama ekspor ilegal oleh pemegang izin usaha pertambangan (IUP) yang tidak memiliki afiliasi dengan smelter.
Penegakan hukum pelaku ekspor gelap masih lemah
Selain itu, menurut Yusuf, kebijakan hilirisasi berbasis pelarangan ekspor bijih nikel ini memicu banyak masalah. Pasalnya, penegakan hukum terhadap pelaku ekspor gelap dan penambangan ilegal masih lemah.
"Tidak hanya telah memicu ekspor ilegal, namun juga penambangan nikel illegal dalam jumlah yang signifikan," kata Yusuf.
Tanpa pelarangan ekspor bijih nikel saja, tutur Yusuf, negara sering dirugikan dari rendahnya penerimaan pajak. Menurutnya, rendahnya penerimaan pajak terjadi akibat praktek under-invoicing dalam ekspor bijih nikel seperti kondisi sebelum 2014.
RIANI SANUSI PUTRI | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA