Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Katebelece Gula di Perbatasan

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan sebuah kabupaten di Kalimantan Barat menerbitkan rekomendasi izin impor gula.

5 Juli 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SURAT itu ringkas, padat, tapi mengagetkan. Penulisnya Hendry Fauzie, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Dalam surat bertanggal 14 Mei 2004 itu Hendry meminta Kepala Kantor Bea dan Cukai Entikong, Gusli Tambunan, "membantu kelancaran impor gula" empat perusahaan setempat.

Keempat perusahaan itu adalah CV Entikong Perkasa, CV Setia Gunung Benuan, CV Ikaper, dan CV Benua Kenyalang. Keempatnya anggota Asosiasi Pengusaha dan Pedagang Perbatasan Indonesia (AP3I) Kabupaten Sanggau. Adapun kuota impor yang diminta sebanyak 2.000 ton kristal manis per bulan selama tiga bulan.

Hendry mengatakan, izin impor itu bersifat sementara. Alasan lain, rekomendasi tersebut diperlukan untuk memberdayakan pelaku usaha setempat, mempercepat kemandirian daerah, mencegah terjadinya perdagangan ilegal, dan menghindari keresahan masyarakat karena permintaan gula yang tinggi tak sebanding dengan stok. "Ketika itu harga gula di Sanggau mencapai Rp 3.200 sekilo," ujarnya.

Hebatnya, Hendry tak sembunyi-sembunyi. Ia menembuskan katebelece tersebut ke Gubernur, Ketua DPRD, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalimantan Barat, Bupati Sanggau, dan Ketua DPRD Sanggau. Belakangan, kepada TEMPO, Hendry mengaku surat itu dibuat "atas persetujuan dan melewati rapat musyawarah pimpinan daerah dan DPRD Kabupaten Sanggau".

Masalahnya, wewenang memberikan izin impor gula hanya di tangan Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Rini M.S. Soewandi. Dan sejauh ini Rini hanya memberikan izin impor kepada lima perusahaan, yaitu PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX, PTPN X, PTPN XI, Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), dan Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).

Tak ayal, Hendry dinilai gegabah. "Tindakannya tak bisa dibenarkan," kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Sudar S.A. Keempat perusahaan lokal itu tak pula pernah ditunjuk sebagai importir gula. "Kalau mau, dia bisa mengimpor melalui perusahaan yang sudah kami tunjuk," ujarnya. Namun Sudar mengelak ketika ditanya sanksi yang bakal dikenakan kepada Hendry.

Ia berkilah belum membaca langsung surat rekomendasi yang diterbitkan anak buahnya itu. "Yang jelas, surat itu tidak berlaku," katanya. Adapun Rihat Natsir Silalahi, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kalimantan Barat yang juga atasan langsung Hendry, memilih buang badan. "Saya pernah melihat sekilas surat rekomendasi itu, tapi belum mempelajarinya," katanya.

Tinggallah pejabat Bea dan Cukai di Kalimantan Barat yang ketiban pulung. Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai Kalimantan Barat, Teguh Indrayana, mengaku kerap harus bersitegang jika hendak bersikap tegas di lapangan. Apalagi ada kalanya surat rekomendasi izin impor gula tak cuma diterbitkan Kepala Dinas Perindustrian, tapi juga bupati.

Bila lugas melarang, keselamatan diri jadi taruhan. "Ke mana-mana saya sekarang harus dikawal polisi," kata Teguh kepada Koran Tempo. Sudah begitu, beberapa kali gula impor yang diangkut lewat jalan darat dari negeri jiran akhirnya masuk juga. Gusli Tambunan menghitung, setidaknya sudah tiga kali kristal manis masuk berbekal rekomendasi pejabat setempat. "Pertama delapan truk, kedua dan ketiga masing-masing dua truk," ujarnya. Bila tiap truk berisi 15 ton gula, berarti sudah 180 ton gula impor masuk.

Praktek seperti ini jelas menjadi potret buram tata niaga gula yang dibesut Menteri Rini. Tata niaga gula bukannya memperlancar penyediaan gula di Tanah Air, tapi malah menimbulkan kerepotan baru bagi pemerintah, mulai dari polisi sampai Menteri Rini sendiri. Tata niaga malah menyebabkan penyelundupan gula makin marak. Tak hanya di Tanjung Priok, Jakarta, tapi juga di Sanggau, Kalimantan Barat, yang jauh dari pusat kekuasaan.

Nugroho Dewanto, M. Syakur Usman, Harry Daya (Pontianak)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus