Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LAHAN seluas hampir lima hektare itu tak sulit ditemukan. Berada di tengah Bukit Leutik, Kampung Manglad, Desa Sukadamai, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, hamparan tanah yang ditanami cabai itu mencolok karena dipasangi atap berbahan plastik dengan tiang-tiang bambu sebagai penyangga.
Meski kebun cabai itu tampak terawat, tak terlihat satu pun pekerja ketika Tempo datang ke sana pada Rabu pekan lalu. Gudang yang berjarak sekitar 500 meter dari lahan tersebut juga sepi. Di dalamnya berserak tumpukan pupuk NPK Mutiara berbobot 50 kilogram per kemasan, bergulung-gulung mulsa plastik yang biasa digunakan untuk menutupi tanah, dan sebuah traktor mini bertulisan kanji Cina.
Ayat, seorang pengumpul kayu yang kebetulan melintas, mengatakan sudah lebih dari satu pekan kebun yang dikenal masyarakat dengan sebutan kebun Korea itu tak digarap. Menurut lelaki 65 tahun itu, kebun cabai tersebut belakangan kerap didatangi orang berseragam dinas pemerintah. "Tetangga saya bilang sedang ada kasus," kata Ayat, Rabu pekan lalu.
Keberadaan kebun cabai di tengah bukit itu menjadi perbincangan setelah Tim Pengawasan Orang Asing Kantor Imigrasi Kelas II Bogor menangkap empat warga negara Cina di lokasi tersebut, Selasa dua pekan lalu. Keempatnya diduga menyalahi izin tinggal. "Keempat WNA Cina itu membuka lahan pertanian menanam cabai, padahal kedatangannya ke Indonesia menggunakan izin wisata sebagai turis," ujar Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Bogor Herman Lukman saat ditemui di kantornya, Kamis malam pekan lalu.
Dua orang yang ditangkap, Xue Qingjiang, 51 tahun, dan Yu Wai Man (37), tidak dapat menunjukkan dokumen keimigrasian. Adapun Gu Zhaojun (52) dan Gao Huaqiang (53) memiliki paspor, tapi diduga menyalahgunakan visa.
Penangkapan ini bermula dari informasi penduduk sekitar perkebunan yang mengabarkan keberadaan empat orang asing sebagai mandor di perkebunan seluas 20 hektare tersebut. Mereka mengatakan lahan itu disewa dari Maman Suherman, pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa Sukadamai yang juga suami Kepala Desa Sukadamai Jaon Latipah.
Herman mengatakan, saat penyergapan, keempat warga Cina itu sempat mengelak. Yu Wai Man alias Aming, yang paling mahir berbahasa Indonesia, bahkan mengaku kedatangan mereka di lokasi tersebut hanya untuk bermain. "Tapi, berdasarkan keterangan sejumlah saksi, mereka aktif menanam cabai sejak enam bulan lalu dengan mempekerjakan 30 pria dan 8 wanita, yang merupakan warga lokal," ucap Herman. Tiap pekerja lokal mendapat upah Rp 75 ribu per hari.
Kepala Pengawasan dan Penindakan Kantor Imigrasi Kelas II Bogor Arif H. Satoto mengatakan hasil pemeriksaan membuktikan peran tiap warga Cina itu. Xue Qingjiang, yang datang empat bulan lalu, misalnya, bertugas membuat konstruksi lahan pertanian, dari jalur pipa pengairan, bedeng-bedeng untuk menanam cabai, sampai jalan menuju lahan pertanian.
Gu Zhaojun, yang merupakan pemilik perusahaan pupuk dan obat tanaman di Cina, menjadi orang yang mendatangkan bibit cabai, pupuk, dan peralatan bertani, seperti traktor dari Cina.
Gao Huaqiang berperan menyusun sistem penanaman cabai serta menentukan lokasi pembibitan, durasi penyemaian, dan usia pemindahan bibit cabai. Adapun yang termuda, Yu Wai Man, punya banyak tugas. Selain menjadi penerjemah antara WNA dan pekerja lokal, ia membayar upah petani serta menjadi penghubung antara investor dan pengelola lahan, yakni Maman Suherman.
Ditemui di rumahnya pada Rabu pekan lalu, Maman tak menampik kabar telah menyewakan lahan untuk bertani cabai. Tapi, kata dia, lahan yang disewa hanya seluas 10 hektare dengan skema bertahap senilai Rp 2,5 juta per hektare per tahun. Transaksi sewa-menyewa itu pun tak dilakukan Maman dengan Yu Wai Man, tapi dengan seseorang bernama Heryanto. Ia tak mengira akan ada pekerja Cina ilegal di lahan tersebut.
M. Sidik Permana, Ayu Prima Sandi (Bogor)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo