Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kemarau masih panjang

Iklan poster dianggap lebih efektif dari pada iklan di media cetak. dan menurut penelitian david e. sparkes, dari survey research indonesia, hanya 25% halaman surat kabar yang terisi untuk iklan.(eb)

15 Oktober 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IKLAN masih ragu-ragu terhadap media cetak. David E. Sparkes, dari Survey _ Research Indonesia (SRI), membuktikan lewat suatu penelitian: hanya 25% halaman surat kabar, yang disediakan untuk iklan, terisi. Perhitungan itu dikemukakannya dalam seminar sehari Institut Bisnis, Ekonomi, dan Keuangan, Kamis pekan lalu setelah SRI meneliti 35 surat kabar di Jakarta dan daerah. Seperti lazimnya akhir-akhir ini bila orang menemukan kegiatan bisnis yang menurun, Sparkes menyinggung pula soal resesi ekonomi sebagai sebab. Tapi ia lebih menekankan pada mahalnya tarif iklan surat kabar kita sebagai penghambat berkembangnya halaman promosi ini. Mahal bila dihitung CPT-nya atau perbandingan (ratio) jumlah biaya iklan dengan banyaknya pembaca surat kabar. Maka, Sparkes menunjuk iklan poster (bill board) yang dianggapnya lebih murah jatuhnya. Dengan kata lain, para pengusaha menganggap iklan poster lebih efektif, lebih mencapai sasaran. Hal ini dibenarkan oleh Jim Wiryawan, manajer pemasaran Borsumij Wehry Indonesia. Sejak iklan TVRI ditutup, Borsumij mengalihkan sebagian anggaran promosinya ke media iklan poster. "Dan hasilnya, meningkat," kata Jim, meski ia tak bisa memberikan bukti. Yang jelas, "pasang iklan di surat kabar harus pesan tempat dulu, sementara bisnis jalan terus," tuturnya. "Maka tak ada pilihan lain, ya, iklan poster itu kami pilih." Gunadi Soekemi, presiden direktur PT Gerrgid yang khusus menangani iklan out doors seperti bill board membenarkan bahwa iklan poster, sejak TVRI tanpa iklan, "meningkat dua kali lipat." Juga, Muhammad Napis, anggota Dewan Kehormatan Persatuan Perusahaan. Periklanan Indonesia menyatakan bahwa iklan poster akhir-akhir ini ramai. Sementara itu Noor S.A., presiden direktur PT Multi Gada, yang khusus menangani iklan di media cetak, mencatat bahwa perusahaannya biasa-biasa saja. Maksudnya tak ada penurunan atau kenaikan iklan di media cetak. Memang, iklan untuk beberapa surat kabar tertentu - disebutnya Sinar Harapan, Kompas, dan Pos Kota - menunjukkan kecenderungan bertambah. "Belum semua permintaan pemasangan iklan di tiga surat kabar ltu tertampung semuanya," kata Noor. Tapi kecenderungan itu terpaksa dipotong karena ruang iklan di media cetak dibatasi maksimum 35%. Yang menarik, baik Gunadi maupun Noor menyatakan, sebagian besar iklan datang dari perusahaan yang sudah mapan, yang produknya sudah populer, misalnya rokok cap Jarum. Boleh dikata tak ada permintaan pemasangan iklan produk baru, apalagi untuk iklan poster. Dengan kata lain, pemasangan iklan akhir-akhir ini sifatnya lebih sebagai sarana untuk mengingatkan daripada mempromosikan. Itu sebabnya iklan poster meningkat, sementara iklan surat kabar atau media cetak umumnya stabil, bila tidak menunjukkan kecenderungan menurun. Iklan poster, menurut Sparkes dan Gunadi, "efektif untuk mengingatkan masyarakat bahwa produknya diiklankan itu masih ada." Sebab, iklan poster tak cepat-cepat harus menyingkir dari jalanan, selalu bisa dilihat setiap saat. Dan, dengan gambar yang menarik, mau tak mau orang yang lewat memang terpaksa melihat iklan itu, walau sekilas. Dan itu cukup, karena yang diiklankan adalah produk yang sudah dikenal luas. Hal seperti itu tak bisa dicapai media cetak, yang sekali dibaca lantas dibuang atau disimpan dan dilupakan. Selain itu, pembaca surat kabar dan majalah terbatas jumlahnya, tidak seperti iklan poster yang memaksa setiap orang yang lewat memandangnya. Iklan di media cetak cuma efeknf untu mempromosikan produk baru - yang agaknya memang lagi sepi. Sebab, di media cetak itu iklan bisa berpanjang-panjang. Tapi bagaimanapun diakui semua pihak bahwa iklan yang bersifat audio-visual atau yang cuma audio tetap menang dibanding iklan visual. Itu sebabnya, ketika iklan hilang dari TVRI, yang pertama-tama panen ialah radio-radio swasta niaga. Mungkin ini ada hubungannya dengan sifat masyarakat kita yang masih rendah minat bacanya. Dan bukankah iklan poster pun lebih menonjolkan gambar? Jadi, kemarau iklan bagi media cetak mungkin masih panjang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus